Ayah, cinta itu indah, ya.
Kenapa bertanya begitu?
Bukankah ayah yang pergi ke warung kopi itu. Mematikan
televisi dan engkau merangkulku.
Malam menjelang
pernikahanku. Bukankah ayah yang datang menjemputku. Membawaku pergi dari
pengantin perempuan. Kita ke suatu tempat yang sangat sunyi.
Indah sekali.
Dan ayah menunkukkan
padaku sebuah cinta yang sebanarnya.
Pada sebuah dusun.
Harinya tidak gelap, tidak terang.
Di sana orang-orang
biar saja suka menggunjing dan menggibah.
Tetapi ternak-ternak,
ayam-ayam, bebek-bebek. Mereka menari bersama dengan rapi. Dengan gerakan yang
sama secara bersama.
Aku belum pernah
menemukan pria yang lebih tampan daripada ayah.
Aku belum pernah
berjumpa manusia yang wajahnya lebih indah daripada ayah.
Belum pernah saya
melihat insan yang wajahnya memancarkan cayaha lebih indah daripada cahaya yang
keluar dari wajah ayah. Ayah, ananda
selalu memenuhi keinginanmu.
Sekalipun tanpa
melalui kata, tetapi melalui cahaya mata dan air wajah Ayah, aku tahu Ayah yang
memintaku melompat dari atap kendaraan yang sangat tinggi itu. Padahal kita sudah susah payah memanjatnya
bersama.
Pada sebuah pantai,
saat daratan telah lelah kita tempuh, saat Ayah akan kembali ke laut,- atau
akan naik ke langit(?) Saat aku tahu kita akan berpisah, tidak henti-henti
kuminta orang memotret kita. Saat kutahu Ayah akan segera pergi. Aku tidak
ingin cahaya Ayah itu tidak kupandang lagi.
Sayangnya
kemara-kamera itu tidak ada yang bekerja.
Akhirnya Ayah
mengeluh kesakitan. Sakit sekali. Jelas sekali, aku bisa turut merasa sakitnya.
Dan kutahu Ayah harus segera pergi.
Kukumandangkan zikir
''La ilaha illallah'' berulangkali. Kuharap Ayah mengikuti.
Tetapi yang keluar
dari mulut Ayah adalah salawat Nabi. Berkali-kali Ayah mengulangi. Dari Ayah
punya ekspresi, dan selalu dari sana saya menemukan pesan sesungguhnya dari
Ayah, salawat yang ayah ulang
berkali-kali itu jauh lebih penting daripada kumandangan zikir yang
''kuhantarkan''. Tetapi diujung shalawat itu keluar juga ''lailaha
illallah''. Demikian berkali-kali.
Saat Ayah menunjukkan
ekspresi sangat sakit sekali, aku berusaha melalukan sesuatu untuk meringankan
Ayah. Karena hampir kehabisan akal, kutunjukkan selembar daun bewarna hijau
yang dicari hampir semua manusia tetapi hanya beberapa saja yang berhasil
mendapatkannya.
Selembar itu juga
merupakan tanda pendakian yang telah melalui berjuta tantangan dan rintangan
telah berhasil dilalui. Melihat itu Ayah
bangga sekali. Rasa sakit Ayah tidak kurasakan lagi. Ayahpun tertidur di atas
pasir pinggir pantai. Tanpa Ayah ucapkan, tapi entah bagaimana kuketahui ucapan
itu dari Ayah, penuh kebahagiaan, kebanggaan, puncak tertinggi
''Anakku akan ke
Amerika.''
Aku tidak mengerti
apa hubungannya daun hijau itu dengan Amerika. Setahuku tidak ada. Tapi bila
disambung-sambungkan ya bersambung. Di sambung-sambungkan begitu-begitu, setiap
satu hal dengan hal lain juga bisa berhubungan.
Akan naik ke langit
atau ke laut, rupanya keduanya benar. Ruhnya naik ke langit, jasadnya dibawa ke
laut. Entah sebaliknya. Entaah. Di sana, langit dan laut adalah sama.
Aku menyadari bahwa
ada ruang di mana kita selalu bisa bertemu bersama. Ada juga ruang di mana aku
harus pergi sendiri, tempat di mana aku mewujudkan mimpi-mimpimu, mimpi-mimpi
kita. Dan itu adalah alam dunia ini.
Aku yakin. Dan itu
pasti, suatu hari nanti, kita akan berada di sana bersama selamanya. Mungkin setelah beberapa dari cita-cita kita
tertata di alam materi ini.
Wallahu'alam :)
Pada suatu pagi,
07-07-2015 Zawiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar