Islam sangat mudah menyebar di wilayah Nusantara karena para
penganut dan pemuka agama setempat memang sedang menantikan hadirnyya orang
yang membawa hujjah yang benar tentang hadirnya ajarran nabi terakhir
sebagaimana ajaran gama setempat itu. (Miswari, Ada Apa, Bireuen: Dal
Foundation, 2013, h. 211).
Kawasan Jeumpa
merrupakan destinasi pertama penyebarran agama Islam. Seorang pembawa Islam
menikahi putri raja Jempa dan memiliki beberapa orang anak. Salah seorang
diantaranya diberi nama Syahr Nuwi. Dia berhijran ke Peureulak dan menikahi
puteri raja Peureulak. Setelah raja meninggal, dia diangkat menjadi raja.
Kekuasaan Peureulak meliputi wilayah Aceh Timur yang disebut wilayah Samudera.
Lalu kekuasaannya melebar hingga meliputiwikayah Pasai yang meliputi Aceh Utara
sekarang.
Setelah perluasannya,
kerajaan dimaksud bernama Samudera Pasai yang pusat pemerintahannya terletas di
kecamatan Samudera, Aceh Utara sekarang. Pada masa kejayaannya, Samudera Pasai
menjadi wilayah metropolitan yang disinggahi dan dihuni oleh berbagai penganut
ajaran dan mazhab. Perbedaan aliran, pandangan dan mazhab pada masa itu tidak
dianggap sebagai ancaman namun justru dilihat sebagai potensi positif.
Pendidikan dan
diskursus keilmuan sangat diapresiasi. Pemerrintah banyak mengundang para
cendikiawan dari berbagai belahan dunia untuk mengejarr di Samudera Pasai.
Moyang Hamzah Fansuri merupakan salah seorang ulama yang diundang pemerrintahan
Samudera Pasai untuk mengelola lembaga pendidikan Islam yang saat ini letaknya
tidak jauh darri pusat kerajaan Samudera Pasai yakni di desa Blang Priya
kecamatan Samudera, Aceh Utarrra.
Hamzah Fansuri dan
saudaranya Ali Fansuri lahir di komplek pendidikan Islam Blang Prriya. Hamzah
Dan Alu mengecap pendidikan pertamanya di dayah Blang Priya yang dipimpin oleh
orrang tia dan moyangnya. Setelah itu, Hamzah pergi menuntut ilmu ke timur
tengah termasuk Madinah dan Perrsia.
Sepulang dari Timur-tengah, Hamzah Fansuri mendirikan lembaga pendidikan
agama Islam di Singlil berrsama kaknya, Ali Fansuri Pada masa pemerintahan
Sultan Alaiddin Ra'ayat Syah Sayyid al-Mukammil (1589-1604) (miswari, tesisi).
Hamzah Fansuri mengajarkan tasawuf wahdatul wujud yang mirip dengan ajaran Ibn
Arabi. Ajaran ini sangat populer dan dianut oleh mayoritas masyarakat Nusantara
kala itu.
Hamzah Fansuri
mendokumentasi dan menyebarkan ajaran-ajarannya melalui tulisan berbentuk syair
dalam bahasa Melayu. Di tahan Hamzah Fansuri, bahasa melayi yang awalnya hanya
mrnjadi bahasa kalangan pedagang merambah menjadi bahasa elit kaum
intelektualis. Bahasa Melayu menjadi sarana transforrmasi informasi keilmuan
yang sangat efektif berkat kontribusi Hamzah Fansuri. Bahkan bahasa ini menjadi
bahasa yang penyebarannya sangat luas di semenanjung nusantara melalui
transformasi keilmuan Islam.
Selain menulis banyak
puisi sebagai sarana transformasi gagasan-gagasannya. Tercatat tiga kitab
berbahasa Melayu ditulis Hamzah Fansuri. Yakni Syarabul Asyiqin, Asrar
al-Arifin dan Al-Muntahi. Secara sistematis ketiga karrya ini merupakan
petunjuk menuju penyucian diri dalam ajarran suluk menurut praktik dan
pengetahuan hingga mencapai penyatuan dengan Allah.
Dasar-dasar Ajarran Hamzah Fansuir
Hamzah Fansiri menekankan pentingnya syariat sebagai langkah
awal menuju makrifat akan Allah. Dengan menjalankan segala syariat mulai dari
yang wajib hingga yang sunat secara tulus dan iklash, insan akan terhantarrrr
kepada pelaksanaan tarikat yang benar bila disertai dengan pembimbing yang
baik. Tarikat inilah yang menghantarkan manusia kepada hakikat yang merupakan
pintu memasuki makrifat, yakni pengetahuan sejati kepada Allah. Maksifat inilah
yang sebenarnya menjadi tujuan insan.
Sebabaimana diuraikan
Afif Ansori, Hamzah Fansuri memulai ajaran metafisikanya dengan La ta'ayyun,
yakni Dzat Allah yang tidak dapat diuraikan dengan cara apapun. Selanjutnya
Dzat yang tidak dapat diuraikan itu turun ke tingkatan ta'ayyun. Pada tahapan
ini, ketentuan-ketentuan secara potensian telah terkandung. Selanjutnya potensi
itu terraktualisasi menjadi ta'ayyun awwal yang mengandung Ilmu, Wujud, Syuhud
dan Nur.
''Dari
ilmu....tesis... Dan makhluk-makhluk lainnya.'' (h.28)
Ajaran Wahdat
al-Wujud Hamzah Fansuri dijelaskan
melalui sistem analogi. Analogi-analogi yang dipakai banyak diambil dari
analogi-analogi yang pernah digunakan oleh Ibn 'Arrabi, antara lain
seperti laut dan cahaya. Disamping itu
Hamzah Fansuri juga memiliki analogi
yang dibuatnya sendiri, diantarranya adalah tanah dan kapas.
Laut diumpamakan
sebagai Wujud Ilahi yang memunculkan ombak-ombak yang merupakan analogi bagi
makhluk-makhluk. Cahaya matahari dianalogikan sebagai Wujud Ilahi yang
dipancarkan oleh bulan. Sekalipun bulan tampak memiliki sinarnya sendiri, yang
dianalogikan sebagai makluk, namun sejatinya sinar bulan ini hanyalah dari
cahaya matahari.
Hamzah Fansuri
menganalogikan tanah sebagai Wujud Ilahi dan cangkir, piring, gayung adalah
analogi dari makhluk. Sekalipun berbentuk cangkir, piring dan gayung, sejatinya
pada keseluruhan tiap-tiap benda itu keseluruhannya adalah tanah. Demikian juga
beraneka ragam makhluk sejatinya mutlak berasal dari Allah. Demikian pula
dengan beraneka ragam jenis kain, sejatinya adalah kehadiran benang pada
keseluruhannya.
Prinsip dasarr ajatan
Wahdatul Wujud adalah pengakuan atas kesatuan tidak berrtentangan dengan
kehadirannya pada keberagaman. Wahdatul wujud adalah ajaran yang mengakui
ketunggalan sekaligus keberanekaragaman. (Kautsar, h. 36)
Allah dalam pandangan
Wahdatul Wujud memiliki dua sisi sekaligus. Pertama adalah penampakannya pada
alam atau disebut dengan tasybih. Sekaligus Dia itu memiliki ketunggalan yang
berbeda dengan alam atau disebu dengan tanzih. (Kautsar, h. 88) Allah adalah
Al-Zahir sekalugus al-Bathin. Tuhan bertajalli, yakni turun kepada makhluk-makhluknya
dengan sifat-sifat dan nama-nama tertentu. Sekaligus dia memiliki aspek pribadi
yang tidak identik dengan segala apapun
atau disebut dengan huwiyah.
Dalam primsip ajaran
wahdat al-Wujud, segala Nama dan Sifat Allah teraktualisasi dalam diri insan yang
sempurna atau disebut dengan al-insan al kamil. Manusia yang sempurrna telah
diajarkan oleh Allah seluruh nama-nama sehingga dia menjadi bola mata bagi pandangangan Tuhan untuk melihat segala
nama dan sifatnya melalui alam semsta.
Karrena sulitnya memahami
ajarran wahdat Al-Wujud ini, maka sepanjang sejarahnya ajaran ini selalu
memiliki banyak musuh. Sejarah memperlihatkan musuh-musuh paengajar wahdat
al-wujud adalah mereka yang tidak menyelurrruh dalam mempelajari ilmu dan
berrpandangan parsialistik. Mereka hanya melihat segala sesuatu secara harfiah,
mereka mrnutup atau tertutup matanya sehingga gagal melihat aspek batin darri
ajaran Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar