Link Download

Minggu, 09 Agustus 2015

Pesan Syair Hamzah Fansuri Puisi Petama hingga Duapuluhdelapan preedit


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Pertama
Ism adalah penegasan individualitas, atau personalitas. Penegasan ini menjadi semakin tegas dengan dirangkai dengan bi di awal ism. Individualitas ini menjadi personal dan Absulud. Sebab itulah tiada apapun yang layak disebut setalah bismi kecuali Allah. 
Pada DiriNya dia Tunggal Absolud sekaligus plural. Prulalitas dan individualitas bagi Sang Absolut Sejati bukanlah dua hal yang kontradiktif. Sebab pluralitasNya adalah individualitas dan individualitasnya adalah pluralitas. individualitas sekaligus pluralitas hanya berlaku bagi Realitas Absolud.
Pada baris pertama syair pertama yang termuat dalah lampiran kajian 'Tasawuf yang Tertindas' karya Abdul Hadi WM terbuian Paramadina Jakarta pada 2001 tepatnya halaman 351 (selanjutnya referensi puisi adalah pada tempat yang sama), Realitas Absolud disebut al-Hayyu dan al-Baqi. Ini adalah Sifat-sifatnya. Dalam sistem metafisika sufi seperti Hamzah Fansuri dan sebagian filosof, sifat adalah predikat yang tiada terpisah dengan subjeknya, yakni satu kesatuan utuh. Pembedaan hanya terjadi pada tataran konseptualisasi pikiran kita manusia.Al-Hayyu itu adalah juga al-Baqi. Demikian pula sifay-sifat lainnya. 
Dia adalah mahbub, yaitu pemilik ''tali'' yang dijadikan simbolisasi untuk menyatakan bahwa padanya berikat segala predikat. Dia adalah Subjek dari segala predikasi. Talinya itu shafi, yaitu penegasan keterikatan padaNya yang teratur rapi, yakni tersistematisasi dengan baik dan terukur. Sebab itu segala realitas adalah telah masuk dalam hitungan dan pengawasanNya. Tiada apapun yang terjadi secara kebetulan. Baik itu pada realitas yang terjangkau maupun tak terjangkau insan. Semuanya masuk dalam hitungan dan pengawasanNya. 
Keterikatan akan segala realitas yang ternyata berada dalam AbsolidutasNya hanya nyata pada mereka yang mendapat, yakni mengalami ketersingkapan. Pengalaman ini tentunya tersingkap dengan mata batin. 
Mahbub, atau kesatuan hirarki Absolud yang bijak itu berhijab dengan emas dan perak, atau perhiasan-perhiasan duniawi lainnya yang menarik bagi banyak orang. Hamzah Fansuri menganjurkan keterikatan duniawi itu secara perlahan dihindari supaya hijab tersingkap. 
Selanjutnya Hamzah Fansuri menjelaskan berbagai perangai umumnya manusia. Manusia terlalu sibuk dengan berita-berita yang tidak penting, tidak jelas sumbernya dan tidak terpercaya penyampainya. Manusia juga terlalu takut akan kehilangan harta bendanya dengan mengira harta-harta itu dapat menjadi pelindung hidupnya. Materi telah menjadi landasan dan harapan hidup manusia umumnya. Di samping itu, pengetahuan-pengetahuan yang dipelajari manusia dijadikan alat kesombongan. Pengetahuan-pengetahuan yang dihumpun itu malah menjadi beban hidup dan menjadi hijab baginya. Bagi pengumpul pengetahuan seperti ini, sekalipun temanya tentang tasawuf atau fiqih, baginya sama seperti menghimpun harta benda. Pengetahuan-pengetahuan dan harta benda yang dihimpun itu membuat hidup jadi sulit, melarat dan gelisah selalu. 
Bagi yang terlalu lelap dengan kehidupan dunia, jangankan menyingkap hijab, menjadi dekat saja kepada tali Allah amat sukar baginya. Orang demikian hatinya akan selalu gelisah. Pikirannyapun tiada tenang. Terekspresikan dalam tidak adanya ketetapan dalam bertindak. Hamzah Fansuri menggambarkan orang demikian sebagai berikut:
Rumahnya bertukar-tukar
Jalannya berputar-putar
Manikam di mulut ular
Mendapat dia terlalu sukar
Rumah dalam analogi sufi adalah hati. Penggalan syair di atas adalah gambaran tentang orang yang hatinya gelisah sehingga hidupnya tiada menentu. Bagi orang seperti ini, sangat sulit untuk menyibak hijab, bagaikan berusaha mengambil manikam di mulut ular. 
Untuk mengatasi masalah manusia di atas, Hamzah Fansuri mengajak manusia supaya sadar bahwa insan, pada satu sisi sebagai makro kosmos, adalah esensi semesta. Keunggulan manusia adalah mampu memegang amanah yang oleh gunung sekalipun tiada sanggup. Kesanggupan insan ini adalah karena manusia adalah wujud yang dapat berkembang. Manusia pada dirinya menghimpun segala tingkatan alam, baik itu alam materi, alam mitsal, alam ruh hingga alam realitas tiada berbatas. 
Hamzah Fansuri mengajak manusia untuk menyadari potensi manusia ini serta melatih diri supaya dapat mencapai alam tertinggi. Langkah yang harus ditempuh adalah bertahap. Pertama adalah melepaskan segala ketertarikan diri akan materi hingga mencapai alam tertinggi. Bentuk latihan untuk mencapai alam keempat yang tertinggi juga empat yaitu syariat, tarikat, hakikat dan makrifat. 
Melalui empat jalan, menuju empat alam adalah cara membenamkan segenap eksistensi diri ke dalam laut yang dalam. Laut yang dimaksud sufi adalah alam hakikat yang tidak terbatas. Manusia pada sisi lain, sebagai mikro kosmos, adalah setetes air. Oleh karena itu dirinya yang setetes itu harus ditenggelamkan ke dalam lautan ilahi. Ini adalah jalan yang diperintahkan Nabi dalam pesan yang tersirat.
Hamzah Fansuri meminta supaya jalan ini ditempuh dengan usaha keras siang dan malam. Artinya adalah proses ini tidak hanya dilaksanakan secara lahiriah tetapi juga batiniah. 
Manusia yang hidup di dunia segogiyanya adalah laksana dagang. Datang sebentar untuk satu hajatan, kemudian berlalu pergi. Kesadaran ini perlu senantiasa dipelihara supaya insan tiada sibuk, tidak tergila-gila dengan urusan-urusan di luar syariat supaya mudah baginya mengamalkan empat jalan. Jalan ini adalah tali Ilahi yang menghantarkan insam menyingkap tabir Eksistensi Absolud.



Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kedua
Pada DiriNya, Allah adalah kebaikan mutlak. Dia adalah Kesucian. Berpantang bagiNya sesuatu yang buruk, kotor, ataupun segala predikasi negatif. Tidak layak bagiNya predikasi negatif karena, pikiran manusia yang membuat predikat itu tiada dapat mengenal Allah secara menyeluruh kecuali melalui predikasi-predikasi yang dibuatnya. Oleh karena keterbatasan itu, manusia hanya dibenarkan membuat predikasi-predikasi positif bagi Allah. Dengan demikian sang Subjek yang dipredikatkan itu tidak dipahami secara keliru. Sebab bila mencampurkan predikasi positif bersama negatif kepadaNya, maka pemberi predikat akan sulit menerima bahwa dia Esa. 
Predikasi-predikasi positif sekaligus negatif hanya layak disematkan kepada makhluk sebab manusia sebagai pemberi predikat memiliki potensi mengenal makhluk-makhluk itu secara menyeluruh. Sementara dalam pandangan Ilahi, segala makhluk itu adalah baik sebab mustahil dari yang baik menghasilkan yang buruk. 
Kebergantungan mutlak makhluk-makhluk adalah pada Khaliq. Dan ketika makhluk-makhluk itu dikenal oleh insan melalui dzihninya, yang memunculkan predikasi-predikasi, maka insan memberikan predikat-predikat dengan keterbatasan pikirannya. Jadilah bagi insan itu penilaian baik dan buruk dari yang Baik. 
Aneka fenomena dikenali dengan pikiran melalui lima indera. Dan perangai umumnya manusia adalah terjebak oleh predikasi-predikasi, yakni proyeksi mentalnya sendiri. Dan bagi yang lupa akan hakikat, maka lalailah dia dengan dunia yang merupakan predikat-predikat yang mereka buat sendiri.
Hamzah Fansuri mengingatkan supaya senantiasa mengingat hakikat. Caranya adalah dengan mengambil suluh Nabi Besar Saw sebagai petunjuk untuk kembali pada jalan hakikat. Suluh ini adalah syariat, tarikat, hakikat dan makrifat. Empat ini adalah pengingat sekaligus petunjuk bagi insan yang larut dalam dunia proyeksi pikiran. Bila mengikuti suluh ini, niscaya insan selalu ingat hakikat dan tahu jalan kembali. 
Hamzah Fansuri mengingatkan sekalian insaakan keadaan realitas sebenarnya yang indah:
Rumahnya ali berpandam birai
Lakunya bijak sempurna bisai
Tudungnya halus terlalu pingai
Da'im berbunyi di balik tirai
Bila insan berkeinginan kembali ke alam hakikat, maka dia harus mempersiapkan kendi pikirannya dengan air pengetahuan. Lalu dia masuk ke dalam pagar syariat. Serta menghilangkan segala estimasi kecuali lillahi ta'ala. 
Empat jalan itu tiada akan dapat ditempuh seorang diri. Karena itu usaha pertama yang perlu dilakukan adalah berusaha keras menemukan guru yang dapat memberikan bimbingan. Guru dalam perjalanan spiritual yang disebut dengan mursyid haruslah orang yang benar-benar telah mengalami ketersingkapan. Dia adalah orang yang sangat wara,. Baginya jauh sekali dengan keterikatan duniawi. 
Guru inilah yang dapat membuat seorang murid benar-benar dapat meninggalkan keterikatannya akan dunia persis seperti orang yang telah meninggal dunia. Dengan itu si murid dapatlah menikmati perkawinan, yakni penyatuan dengan Realitas Mutlak. 
Jalaluddin Rumi mengatakan malam pertama kematian adalah bulan madu. Kematian bagi sufi adalah keterlepasan dari keterikatan dengan alam duniawi. Karena itulah sufi menyerukan mati sebelum mati. Maksudnya adalah melepaskan diri dari segala keterikatan duniawi sebelum keterlepasan sesungguhnya yakni kematian tiba. sebagaimana puisi kedua ditutup dengan:
Hamzah miskin hina dan karam
Bermain mata dengan Rabb al-'Alam
Selamnya sanga terlalu dalam 
Seperti mayat sudah tertanam
Sementara insan yang masih sibuk menimbun harta dunia, dalam kacamata realitas yang sejati, hidupnya adalah dalam bahaya. Dan orang demikian tidak mungkin memiliki hasrat untuk berdekap dengan Ilahi Rabbi. Malah dia lupa akan dirinya sendiri. Bagi insan yang malang seperti ini, Hamzah Fansuri berpesan:
Rantaikan hendak sekalian musuh
Anjing tunggal yogya kau bunuh
Dengan mahbubmu seperti suluh 
Supaya dapat berdekap tubuh.
Ambisi dan orientasi duniawi adalah musuh yang senyatanya bagi manusia. Demikian pula sifat amarah yang ada di dalam hati yang dalam analogi sufi diumpamakan dengan anjing, harus dimusnahkan. Supaya hubungan dengan ilahi dapat terus terjaga.

Pesan Syair Hamzah Hamsuri: Puisi ketiga
Allah adalah eksistensi Absolud. EksistensiNya adalah yang awal, tiada yang mendahuluiNya, Dia pula yang akhir, Dia itu Kekal, tiada serikat apapun bagiNya. Baginya adalah nurani, yaitu nur ayn, yaitu sumber cahaya. Ayn, atau mata dalam Bahasa, dalam terminologi sufi adalah sumber. Misalnya mata air, yaitu sumber air. Mata pencaharian yaitu sumber pencaharian. Jadi Allah adalah cahaya sekaligus sumber cahaya. 
Cahaya ini adalah asal dari segala makhluk. Awalnya cahaya ini berada dalam pengetahuan Ilahi. Lalu memancar ke segenap penjuru hingga mewujudlah sekalian alam. Setelah semesta terjadi, maka barulah pluralitas menjelma. Jelmaan realitas ini dalam konsep pikiran manusia yang mempersepsikannya, menjadi berbagai predikat dan berbagai tingkat. Dalam konseplah Tuhan dengan makhluk menjadi berpisah, sementara pada realitas hakiki, tanpa penginderaan dan tanpa konseptualisasi, Realitas hanya satu.
Untuk memahami teori ini, penting bagi kita untuk mengenal dengan baik cara kita mengetahui. Secara epistemologis, pada realitas eksternal, hanya ada satu hal yakni wujudnya saja, sementara pikiran menerapkan esensi yang beragam pada wujud yang satu. Hal ini terjadi karena pada ranah pikiran atau dzihni, esensinya lebih mendasar daripada eksistensi atau wujud. 
Ada pena
Ada kertas
Dalam ranah dzihni, wujud atau ada, hanya menjadi predikasi bagi esensi-esensi. Dan hal ini hanya berlaku pada tataran konsep. 
Pada realitas eksternal wujud tersembunyi oleh esensi-esensi yang diterapkan oleh dzihni padanya. Pada realitas eksternal, yang kita kenal hanya esensi-esensi: pena, kertas, dan lainnya. 
Sementara pada tataran konsep wujud itu jelas. Esensi-esensi dalam konsep disamakan oleh wujud: 
Ada pena
Ada kertas
Semuanya disamakan oleh konsep wujud yang menjadi predikat bagi setiap esensi. Pada realitas eksternal, wujud menjadi bertingkat akibat perbedaan esensi yang diterapkan.
Musytarak maknawi/univokal: maknanya cuma satu, kata juga satu, ini dalam sistem konsep. 
Musytarak laftzi/equivokal: satu kata, maknanya tidak terbatas tergantung pada predikatnya.
Teolog mengira musytarak maknawi adalah pembahasan pada realitas eksternal. Padahal kesamaan antara ada makhluk dengan ada Tuhan itu hanya pada tataran konsep, bukan realitas eksternal.
Ketika ditanya apa beda ada pada Tuhan ada pada makhluk, teolog menjawab: ada pada Tuhan adalah berlawanan dengan ada pada makhluk. Padahal lawan ada pada makhluk, adalah tidak ada. Jadi artinya Tuhan tidak ada. Padahal ada pada konsep cuma satu. Yang satu itulah yang dipredikasi kepada beragam esensi. Dan sejatinya pada realitas eksternal hanya wujud saja yang ada. 
Karena hanya ada wujud, maka wujud itu dipredikasi pikiran menjadi wujud wajib dan wujud mumkin. Wujud mumkin terbagi menjadi substansi yang terbagi menjadi lima dan aksiden terbagi menjadi sembilan.
Jadi, ketika dikatakan wujud itu awal sekaligus akhir, itu adalah mutlak sebab tiada apapun pada realitas selain wujud. Karena itu Hamzah Fansuri menegaskan:
Awwal dan akhir asmanya jarak
Lahir dan batin rupanya banyak
Sengguhpun dua ibu dan anak
Keduanya cahaya dari sana nyarak
Awal dan akhir hanya pluraalitas pada segi asma, maksudnya adalah lafadznya saja yang banyak. Demikian juga lahir dan batin hanya rupa, yakni penerapan konsep saja yang beragam. Pada realitas eksternal, si Hussain adalah satu orang secara mutlak, tetapi pada tataran konsep, dia berkonsekuensi sebagai anaknya Fathimah atau ayahnya Ja'far. Dan terbukti bahwa sebenarnya pluralitas hanya pada tataran konsep saja dan yang nyata hanyalah wujud saja. 
Hamzah Fansuri sendiri menerangkan status pluralitas seperti kain dengan kapas. (h. 335 bait keenam). Sekalipun namanya berbeda, hakikatnya hanya satu. Oleh karena pluralitas itu hanya konseptualisasi saja, maka dia mengajak untuk melihat dengan kacamata hakikat, yakni menyadari keesaan, baik secara lahir maupun batin, yakni baik dari segi kesadaran, maupun pengetahuan dan amalan. Sebagian insan yang paham ilmu hakikat, yakni ilmu hudhuri, bukan ilmu melalui indra dan pikiran yakni hushuli, akan paham bahwa prulalitas itu sebenarnya tiada dan yang ada hanya Tunggal. Orang yang paham ini tiada peduli dengan pluralitas mawjudat, dia hanya berasyik-masyik dengan alam spiritualitasnya. Salah-satu orang demikian ialah Mansur al-Hallaj. 
Sesiapa yang ingin punya pandangan batin, yakni pandangan akan realitas mutlak, maka harus yakin, berani dan teguh dalam tujuan itu, niatnya harus murni. Lalu dia harus teguh dalam belajar ilmu hakikat, yakni ilmu sekaligus amal dalam tahapan sistematis syariat, thariqat, hakikat dan makrifat. Karena pada jalan ini saja insan dapat selamat.
Dalam pelajaran dan pengamalan spiritual, murid perlahan akan menyadari bahwa hakikat yang ia cari tidak asing dan tidak jauh darinya. Sangkaan yang dicari itu jauh dan asing hanyalah karena terlalu larut dengan harta benda dan segala macam teori pengetahuan yang sebenarnya malah merugikan sang insan. 
Manusia perlu untuk menjadi sangat selektif dalam mementukan apakah sesuatu itu benat-benar perlu untuk dilakukan atau lebih baik ditinggalkan. Bila memang sesuatu itu sangat layak dilakukan, maka dalam melakukannya harus menghadirkan batin bersama lahir. 
Manusia sangat perlu melakukan muhasabah diri setiap saat. Hal terpenting dalam aktivitas ini adalah senantiasa merenungkan hakikat eksistensi diri. Kita perlu sadar bahwa diri kita sebagai insan tidak hanya sebatas kulit membalut tulang. Kita juga perlu senantiasa sadar tentang jawhar, yakni substansi diri kita. Bahwa substansi manusia itu adalah melingkupi jiwa dan akal. Kedua substansi ini adalah menyatu dengan Ilahi Rabbi. Ilmu hakikat akan memperlihatkan bahwa selain Ilahi Rabbi, segalanya hanya fatamorgana saja. Sesiapa yang paham akan hal ini, maka sadarlah dia bahwa wujudnya dirinya sebagai manusia bukan apa-apa.
Jawhar nin mulia sungguhpun sangat
Akan orang muda kasih 'kan alat
Akan ilmu Allah hendak kau perdapat
Manakan sampai pulangmu rahat 
Dengan kesadaran diri dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi jiwa, maka sadarlah dia bahwa pada segi substansi, jiwa dan akalnya adalah sangat mulia, merupakan satu kesatuan realitas tinggi. Namun pada sisi aksidennya, dia hanya selayaknya makhluk-makhluk lainnya. Oleh karena itu pada bait terakhir syair ketiga, Hamzah Fansuri menyatakan bahwa pada sisi aksiden, dirinya hanya seorang lelaki Melayu yang tinggal di wilayah kekuasaan Syahr Nawi, yang kekuasaannya meliputi Samudra dan Pasai, sementara substansinya adalah ruh Nabi Muhammad:
Hamzah Syahr Nawi Zahirnya Jawi
Batinnya cahaya Ahmad yang shafi
Sungguhpun ia terhina jati 
Ashiqnya daim akan Dzat al-Bari
03 Ramadhan 1436















Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keempat
Senantiasa mengingat Allah adalah cara supaya tidak terlena dengan dunia. Insan sejati itu karamnya di dalam samudra, bukan di dalam sungai. Sebab sungai itu bukanlah tujuan akhir. Sungai hanyalah bagian dari proses perjalanan. Pemahaman ini tidak hanya bagi lahir namun juga bagi batin. 
Memurnikan tauhid adalah prinsip yang harus dipegang teguh setiap insan, Baginya dunia jangan disayang, meninggalkannya jangan kepalang. Insan itu harus teguh dalam syariat Nabi Saw. Itulah awal dari jalan pulang. 
Syaria Muhammadi terlalu amiq
Tahayanya terang di negeri Bayt al-Amiq
Tandanya glalib sempurna thariq
Banyak kafir menjadi rafiq
Hidup di dunia hanyalah persinggahan. Dunia bagi insan adalah tempat yang asing, Insan didunia hanya sebagai ghalib. Dan dengan syariat adalah kendaraan pulang. Orang-orang yang tertutup pandangannya dari jalan pulang harus ditunjukkan pada syariat supaya dia tidak tersesat, supaya tahu jalan kembali. 
Air menguap dari samudra ke langit, lalu turun menjadi hujan. Air dari hujan menyiram tanah, terserap ke dalam bumi, lalu keluar melalui mata air. Kemudia mengalir menjadi sungai dan kembali ke samudra. Demikian juga manusia. Umpama air dari samudra, manusia hakikatnya dari Allah, lalu terasing ke dunia melalui melalui berbagai proses dan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu, supaya mudah pulang kepada Allah, manusia harus melaksanakan panduan kembali. Panduan itu adalah syariat. Oleh karena itu manusia harus selalu tekun dalam syariat. 
Bila senantiasa tekun dalam syariah, maka hati menjadi terbuka. Dengan ini ibadah menjadi indah. Sesuatu yang mudah dan terasa indah dilakukan adalah karena pengenalan akannya menjadi bawah sadar. Umpamakan orang yang pulang ke rumah. Bagi siapapun, jalan pulang ke rumah adalah jalan yang sangat mudah. 
Al-Qur'an merupakan satu-satunya petunjuk yang paling sesuai bagi manusia untuk mengetahui jalan pulang. Di dalam Al-Qur'an, dapat ditemukan segala petunjuk bagi pedoman kehidupan manusia. Dengannya manusia dapat memperoleh penjelasan mengenai mana yang boleh, mana yang tidak atau harus bagaimana melakukan sesuatu. 
Dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk, maka dalam mizan Allah insan akan selamat. Sebab segala perkara syariat dia telah lulus karena Al-Qur'an merupakan induk pedoman pelaksanaan syariat. Dengan menjadikan syariat sebagai pedoman, maka selamatlah insan lahir dan batin. 
Perbuatan terpenting dari syariat adalah shalat dan puasa. Kedua perkara ini adalah alas dan penyangga utama syariat. Shalat dan puasa menjadi penentu selamat tidaknya amalan syariat yang lain. Penyebab utama seseorang sulit melaksanakan syariat adalah munculnya berbagai waham dalam dirinya tentang perkara-perkara duniawi yang berada di luar jalur syariat. Strategi untuk melawan atas ketertarikan duniawi itu adalah dengan bangun saat tengah malam dan menegakkan shalat serta berzikir dan tafakkur. Saat semua orang terlelap, ketika semuanya sunyi senyap, ketertarikan akan duniawi menjadi berkurang. Saat itu pula pikiran yang sedang tenang dapat dengan mudah melakukan proses penginsyafan akan tujuan utama berkehidupan. Sehingga buah dari perenungan itu adalah berkurangnya hasrat duniawi dan bertambah konsisten di dalam syariat. 
Syariat menghantarkan kepada thariqat, thariqat menghantarkan pada hakikat, hakikat menghantarkan pada ma'rifat. Dan ma'rifat inilah tujuan utama pesan Al-Qur'an. Barang siapa yang telah mencapai maqam makrifah, maka dia senantiasa sebagai kekasih Allah. Makrifat inilah pakaian para wali Allah. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan Allah. 
Dalam analogi sufi, uryan, atau ketelanjangan, adalah simbolisasi bagi mereka yang telah mencapai ilmu batin. Diumpamakan demikian karena mereka tiada lagi memakai pakaian yang merupakan simbol bagi kecenderungan duniawi. Orang orang yang telah memiliki pengetahuan batin adalah yang sama-sekali tidak tertarik dengan duniawi. Nabi Saw. dan sahabat setianya, Ali adalah penghulu insan yang paling kuat tauhidnya sehingga Hamzah Fansuri meminta sekalian insan supaya ikut meninggalkan segela ketertarikan duniawi menuju 'uryan:
'Uryan inilah yang dipakai Nabi
Dan asad Allah baginda Ali
Uryan itulah yogya kau ketahui
Mangkanya dapat tauhidmu qawi 
Makna batin Islam tidak hanya diketahui Rasul Saw. dan Ali tetapi juga Abu Bakar, Umar dan Usman. Mereka semua adalah insan yang memperoleh hakikat makrifat. 
Di atas semua itu tentunya hakikat Nabi Saw adalah paling utama. Tiada berpengaruh batinnya atas apaun yang dialaminya secara lahir. Sebab maqamnya telah sempurna. Salik perlu berpuasa untuk mengendalikan nafsu, tetapi bagi Nabi puasa atau tidaknya beliau, maka kesempurnaanya adalah daim. Salik perlu beruzlah supaya dapat melatih konsistensinya, tetapi Nabi tidak masalah apakah menyendiri atau di tengah kawanan ramai, sebab diri beliau telah sempurna keteguhannya. Salik perlu senatiasa bergerak dalam mencari pengetahuan maupun amalan ibadahnya, sebab mereka masih dalam tahap perjalanan. Sementara Nabi Saw adalah panduan dan pedoman semua salikin. 
Hamzah Fansuri mengingatkan bahwa makrifat itu adalah kemuliaan, karena itu ramai insan yang berhasrat meraihnya, jalannya tentu melalui syariat. Selanjutnya sampailah pada tariqat dan hakikat. Dan jalan-jalan ini hanya dapat di tempung oleh mereka yang teguh mencari pengetahuan dan kuat beramal ibadah. 
Konsistensi dalam menempuh jalan menuju makrifat tergantung pada kualitas seseorang. Ada yang tidak kuat dengan yang wajib sekalipun, ada yang tidak kuat dengan segala amalan sunnat, ada yang terlempar di dalam tarikat, ada yang tercampak saat dalam hakikat, badahal jalannya hampir sampai. Semua itu tergantung kualitas pribadi seseorang. Ada banyak faktor penentu kualitas ini, salah satu yang terpenting, yang biasanya dianggap sepele, adalah sumber makanan. Krena itu, sumber rezeki, adalah bagian penting penentu kualitas seseorang. Bila sumber rezekinya baik, maka pintu hatinya terbuka sehingga ilmu-ilmu bermanfaat malakah dalam hatinya dan mudahlah baginya melakukan amal-amal shalih.
Maka dari itu untuk membersihkan batin bersihkanlah yang lahir. Lahir yang perlu dibersihkan puncanya adalah perut. Perut dimaksud tentang isinya, yakni periksa senantiasa dari mana sumber makanannya. Senantiasa periksa sumber rezeki. Dengan menjaga ini, maka bila Allah mengizinkan menjadilah insan menjadi uryan. 
Meraih jalan makrifat adalah melalui penghulunya Sang Nabi Saw. Selanjutnya memiliki silsilah hingga sampai pada kita. Dengan itu hendaklah menemukan guru yang benar dalam silsilah. Sisilah itu bersambung hingga Rasul Saw.
04 Ramadhan 1436







Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kelima
Kesalahan umumnya teolog adalah dalam menerangkan Tuhan, mereka mengumpamakannya seperti Makhluk. Ini terjadi karena umumnya mereka menggunakan pikiran yang sifatnya parsial dalam menjelaskan Tuhan melalui Sifat-sifatnya. 
Berita-berita di dalam Al-Qur'an maknanya tidak sama seperti redaksinya pada permukaan. Setiap huruf dan kata di dalam Al-Qur'an memiliki takwilannya. Demikian pula di dalam Hadits. Di dalam pesan lahiriyah terkandung pesan batiniyahnya. Dan pesan batin inilah hakikat tujuan pesan. 
Kata-kata yang ada di dalam Al-Qur'an maupun pesan hadits hanyalah simbol-simbol. Bila yang dapakai adalah indra dan pikiran dalam menangkap pesannya, maka pengetahuan yang didapat hanya konsep-konsepnya. Pengetahuan konseptual hanyalah pengetahuan tentang gambar-gambar yang muncul di dalam benak. Pikiran tidak akan melangkah jauh dalam memahami konsep-konsep kecuali mengait-ngaitkannya dengan konsep-konsep lain. Padahal karakteristik indra yang terbatas dan pikiran yang membatasi, bila dipakai untuk mengenal Tuhan, maka tuhan yang muncul hanyalah tuhan ciptaan pikiran. 
Untuk itu, diperlukan pengetahuan batin untuk mengenal Tuhan. Pengetahuan batin ini disebut dengan ilmu hudhuri. Sesuai dengan namanya, sistem perolehan ini sifatnya kangsung tanpa melalui perantara. Ilmu ini tidak memerlukan penjelasan karena dia begitu jelasnya. Ilmu ini sering dianalogikan dengan cahaya. Dipakainya cahaya sebagai analogi karena karakteristik ilmu hudhuri mirip dengan sifat-sifat cahaya yang langsung, terang, sekaligus menerangi. Misalkan dalam sebuah ruangan yang tanpa cahaya niscaya segala pengetahuan apapun, memikian juga ilmu hudhuri adalah satu-satunya ilmu yang hadur secara langsung pada diri manusi yang sifatnya pasti, jelas dan terang. 
Dalam Al-Qur'an disebutkan Allah sebagai cahaya. Salah satu sifat Allah adalah an-Nur. Tentu saja cahaya yang dimaksud bukanlah ZatNya, tetapi kemiripan sifat cahaya dengan sifat Tuhan yang dapat dibayangkan pikiran manusia. 
Memakai analogi cahaya memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya adalah sebagaimana telah dikemukakan di atas. Kelebihannya adalah sebenarnya cahaya itu adalah mirip seperti materi juga sehingga dia tidak bebas dari huku ruang. Bila menganalogikan Tuhan dengan sifat cahaya yang kita pahami pada zaman modern, maka banyak kekeliruan yang akan terjadi. Tuhan bisa dianggap bertempat, padahal Dia melingkupi segala sesuatu.
DzatNya tiada berkiri kanan
Zuhurnya da'im tiada berkesudahan
Tiada berjihat belakang dan hadapan 
Di manakan dapat manzil kau adakan
Zat Allah tiada bertempat. Dia sangat jelas. Tetapi tiada bertempat. Namun di mana Dia? Di alam yang mampu dikenal dengan indra, dia tidak tertangkap. 
Hamzah Fansuri menganggap hal ini sebagai masalah karena analogi tertentu dapat menyebabkan pengenalah insan terhadap Allah menjadi salah. Padahal pada akhir puisi kelima ini, Hamzah Fansuri mengatakan dirinya mampu mengajar ilmu mengenal Allah dengan baik.
Hamzah Fansuri terlalu murah
Mengatakan ma'rifah pada orang mudah
Dari sekalian maqam disuruhnya ubah
Supaya washil tiada dengan susa
Jalan untuk membuktikan pernyataannya ini dilakukan Hamzah Fansuri dengan mengganti analogi cahaya dengan wujud:
Jika kau dapat hakikat liqa'
Di ubun-ubun jangan jangan menyembah dliya
Karena Tuhan kita itu tiada ridha
Akan ilmu cahaya dan ilmu riya
Hamzah Fansuri melanjutkan:
Tuhan kita akan empunya wujud
Di ubun-ubun tiada Ia qu'ud
Jangan ditamsilkan amin dan quyud
supaya washil dengan hakikat syuhud
Cahaya dan wujud memang sama-sama dipahami dengan pengalaman batin atau ilmu hudhuri. Tetapi selain karena ketidaksesuaian sifat Tuhan bila dianalogikan dengan cahaya. Masalah lainnya adalah, pengalaman hudhuri itu tetap perlu dibahasakan, disampaikan. Cahaya dianggap tidak mapan ketika di proses sampaikan melalui bahasa. Hanya wujud saja yang dapat dipakai untuk menjelaskan eksistensi Tuhan dan hakikat eksistensi lainnya. 
Pemahaman tentang wujud atau eksistensi adalah pemamahan yang mendasar. Mengenalnya adalah secara langsung. Misalnya ketika lapar, maka lapar itu dirasakan langsung, tanpa perantara. 
Wujud itu adalah mendasar, muncul sebelum konsep. Jadi pada hakikat sebenarnya, segala esensi hanyalah predikasi bagi wujud. Namun secara konseptual, atau dzihni, wujud menjadi predikar bagi segala esensi. Oleh sebab itulah Hamzah Fansuri merubah cahaya menjadi wujud dalam proses pengenalan realitas.
Dan segala realitas yang plural yang menjadi segenap makhluk hanyalah predikat-predikat bagi Wujud. Predikat-predikat ini sebenarnya hanya bentukan-bentuka dzihni. Pada realitasnya hanya Wujud.
Misalnya Ahmad yang menjadi subjek dan duduk sebagai predikat. Maka secara realitas, yang nyata hanya Ahmad, sementara predikasi duduk, atau berdiri, atau mandi dan sebagainya hanyalah predikasi-predikasi yang dialamatkan kepada Ahmad sang subjek. 
Pemahaman tentang wujud adalah kunci dari segala pemahaman. Tanpa memahami wujud, insan tidak akan dapat memahami apapun. Insan tidak akan dapat memahami dirinya, tidak dapat memahami barzakh dan tidak dapat memahami Tuhannya. Sebab bila mengandalkan indra dan pikiran, maka hanya akan kembali pada konsep-konsep. Dan itu semua tidak pasti. 
Bila telah memahami wujud, bukan secara konseptual saja tetapi denganpengalaman, maka pahamlah kita bahwa segala konsep hanyalah ketiadaan semata. Realitas sejatinya adalah wujud yang tersembunyi di balik esensi-esensi. Oleh sebab itulah salikin diminta mencari hakikat di dalam dirinya. Dan diri yang dimaksud tentunya hakikat eksistensinya. Dan eksistensi manusia adalah eksistensi yang satu dalam samudra Ilahi. Karena itu Hamzah Fansuri melarang itikad hulul karena dengan hulul, dualitas masih berlaku dan hal ini adalah kesesatan dalam pandangan Hakikat Wujud.
Man arafa nafsah Sabda Baginda Rasul
Fa qad arafa Rabbah tiada dengan Hulul
Wahidkan olehmu fa'il dengan maf'ul
Jangan di takhshish-kan maqam tempat nuzul
Sebab fail dengan maf'ul, yakni pelaku dengan yang dikenakan pelaku atau subjek dengan predikat sebagaimana dikemukakan diatas hakikatnya adalah satu. Dan pemahaman demikian adalah ilmu yang benar tentang hakikat. Kebenaran ini terrkandung di dalam Al-Qur'an maupun kitab-kitab lainnya yang ditirunkan Allah. Namun mengenalnya haruslah dengan batin, bukan memaknai arti lahiriahnya. 
Dengan demikian pahamlah insan bahwa hakikatnya adalah bukan apa-apa sekaligus adalah segalanya. Pemahaman itu harus terus dijaga: dengan tahajjud, dengan tafakkur dan dengan tadabbur. Dengan itu jelaslah selalu bahwa Allah sangat jelas dan selalu begitu.
05 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri Puisi Keenam
Al-Qur'an merupakan sumber sejati segala rahasia. Rahasia ini adalah hakikat ilmu, yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang sedia lahir dan batin. Hal utama yang dituntut bagi insan yang dibukakan rahasia adalah potensi untuk menjaga rahasia.
Secara eksplisit, pesan-pesan Al-Qur'an sangat jelas. Misalnya perintah menegakkan fardu dan sunnat, menegakkan shalat, dan membedakan halal dengan haram secara tegas. Namun di dalam semua pesan ini mengandung makna implisit yang hanya bisa disingkap dengan batin.
Menjalankan segala sunnah Nabi Saw secara lahiriyah adalah mutlak bagi insan. Mengambil makna batiniah dari segala amalan sunnah adalah tujuan dari segala amalannya. Dengannya siapa yang melaksanakan menjadi mulia. Insan yang memperoleh kemuliaan dengan sunnah akan memperoleh keselamatan lahir dan batin. Baginya tersingkap pintu hikmah. Padanya merupakan nikmat tiada tara.
Sesiapa yang hidup seluruhnya di dalam syariat, maka dirinya menjadi wakil Allah. Tangan, lisan dan segala tindaknya menjadi bayang Allah. Dia menjadi sahabat Allah. Dan inilah sebenar insan.
Sebab syariat, dalam segala aspeknya, sebenarnya memiliki makna yang sangat dalam. Pada permukaannya, yakni amalan dan ucapannya, setiap orang boleh mengamalkannya. Tetapi hanya yang mampu mencapai makna batin syariat saja yang benar-benar mukmin sejati.
Bila telah memahami makna sebenarnya dari syariat, maka berarti dia telah mencapai thariqat. Bila telah baik dalam tarikatnya, berarti dia telah mencapat hakikat. Dengan hakikat itulah dia mencapai makrifat. Pada makrifat adalah tujuan utama pelaksanaan syariat.
Jika kau telah turut syari'atnya
Mangka kau dapat asal thariqatnya
Ingat ingat akan hakikatnya
Supaya tahu akan makrifatnya
Bagian penting manusia adalah nuraninya yang senantiasa hidup. Tujuan terpenting dari upaya pencarian ilmu supaya memiliki panduan membuat nurani senantiasa hidup. Ilmu ini adalah batin. Jadi tidak di temukan dengan atau melalui teori manapun. Ketika dikatakan 'yang mengenal dirinya, telah mengenal Tuhannya', maka diri yang di maksud adalah hakikat batinnya. Dan bila memahami ini, hakikat Tuhan jelas baginya.
Diri yang dimaksud buka apapun yang bisa dibayangkan atau digambarkan. Diri itu adalah wujud.
Wajah Allah itulah yang asal kata
Pada wujudmu lingkup sekalian rata
Jika anggamu menjadi mata
Mangkanya dapat pandangmu nyata
Wujud hadir tanpa perantara. Eksistensinya disadari seketika. Demikianlah Tuhan kita. dia jelas tanpa perantara. Bagi insan harus membuang segala waham dan khayal, segala gambar terkait duniawi, supaya wujud dapat disadari.
Tanpa mengenal wujud, maka tiada manusia mengenal apapun. Mengenal wujud adalah pembuktian bahwa insan telah memenuhi janji primordialnya. ''Alastu biRabbikum'' tanya Allah, ''bala musyahidana'' jawab insan. Yang disaksikan itu maksudnya adalah wujud. Yakni mengenal wujud, supaya mengenal Allah.
Cara mengenal wujud adalah seperti orang mati, melepaskan segala ketertarikan duniawi. Orang yang mati sebelum mati adalah orang yang benar-benar hidup.
Hamzah Fansuri mengingatkan supaya jangan takut akan mati, jangan tertelan oleh dunia. Sebab insan laksana dagang saja, datang sebentar dan pasti kembali. Menurutnya, insan harus benar-benar melepaskan ikatan duniawi. Insan harus tenggelam dalam samudra ilahi. Dunia harus benar-benar ditinggalkan, tanpa meninggalkan jejak sama sekali.
Hamzah Fansuri anak dagang
Menyenyapkan dirinya tiada sayang
Jika berenang tiada berbatang
Jika berlabuh pada tempat tiada berkarang
06 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Ketujuh
Orang yang lupa adalah mereka yang tidak dalam garis perjanjiannya dengan Allah. Sebelum dilahirkan ke dunia, manusia sudah diberikan segala potensi atau daya untuk senantiasa berada dalam garis hubungannya dengan Allah. Hal inilah yang menjadi ikrar manusia. Namun banyak diantaranya yang lupa dengan ikrarnya sehingga dia berada di luar garis.
Berada di dalam pagar syariat adalah mutlak bagi insan. Dan sesiapa yang telah menempuhnya berarti dia berada di dalam tarikat, hingga ketujuan sejati maka yakni hakikat, maka dengan itulah dia benar-benar menjadi arifin. Para arifin inilah kekasi Allah. Berjalan menuju hakikat adalah sebuah usaha yang sangat utama. Selanjutnya mereka yang tidak berada dalam jalur menuju ke sana adalah orang yang jahil. Bila senantiasa berada dalam jalan menuju hakikat, maka senantiasa berada dalam lindungan Allah. 
Nabi kita adalah imam sekalian nabi. Derajat beliau adalah sangat tinggi. Bahkan tanpa beliau tidak akan ada langit dan bumi. Sebab segala makhluk adalah dari cahaya Nabi. Sebab itu patut nama beliau disandingkan dengan Allah dalam ikrar syahadat. 
Barang siapa berkenan ikut Nabi, sesungguhnya hanya itu saja jalan menuju kenikmatan. Caranya adalah dengan menegakkan shalat, berpuasa, membayar zakat dan naik haji. Dan segala rukun ini harus dilaksanakan dengan teguh, berkesiambungan dan konsisten supaya masuk ke dalam tarikatnya. Dalam tarikat ini, tidak hanya sebatan pelaksanaan yang ketat, tetapi harus ditemukan makna batinnya supaya masuk ke dalam hakikatnya. Dengan inilah atas izin Allah mendapatkan makrifat. 
Tahap ini tentunya diawali dengan sikap yang hati-hati dalam memperoleh sumber rezeki untuk dipakai sebagai makanan dan sebagainya. Singkatnya segala yang lahir itu perlu di jaga kebersihan dan kesuciannya terlebih dahulu dalam memulai dan menjalankan amalan ini.
Fardu dan sunnat segera kerjakan
Itulah amal yang menerangkan jalan
Barang yang haram jangan kau makan
Supaya suci nyawa dan badan
Bagi orang yang gemar dengan sumber rezeki yang haram, maka dialah sahabat jahanam. Ancaman ni bukan wayang, tetapi nyata penegasan dalam Al-Qur'an dan Hadits. Pula sesiapa yang gemar dengan yang haram niscaya darinya jauh dengan tali Allah. 
Barang siapa yang belum melepaskan diri dari yang haram, maka dia seperti orang yang masih berjunub, dalam pandangan kebatinan tentunya dia sangat hina. Sudah barang tentu dia tidak memiliki daya mendekatkan diri kepada jalan menuju makrifat. Sayang sekali bila begini, dia tidak dapat mengikut hasrat hati. 
Kesan yang paling penting, dan sebenarnya paling mudah didapat dalam Hadits Nabi adalah manusia hidup di dunia sifatnya sementara saja. Sebab itu cinta dunia adalah sumber segala kesalahan. Sebaliknya, menjauhkan diri dari ketertarikan dunia adalah kunci semua ibadah.
Hadits ini dari Nabi al-habib
Qala: Kun fi al-dunya ka-anna-ka gharib
Barang siapa daim akan dunia qarib
Manakan dapat menjadi habib
Sebab yang mejadi habib Allah hanyalah mereka yang murah hati, tiada kikir dan tidak lena dengan dunia. Sementara bila cinta dia kan dunia, pelit orangnya, maka mustahil dirinya menjadi kekasih Allah. 
Malah dia adalah Musuh Allah dunia akhirat.
Barang siapa kepada sifatnya sakhi
Beroleh warits dari Baginda Ali
Mereka itu bakhilnya qawi
Manakan dapat menjadi wali
Sementara bila tidak tertarik hatinya akan dunia, maka dia diangungkan dan dimuliakan oleh Allah. Dia menjadi orang yang dapat disingkapkan segala kebaikan. Segala amalnya menjadi amal saleh. 
Hamzah Fansuri mengingatkan supaya manusia selalu sadar umurnya pendek. Karena itu jangan melupakan tujuan sejati hidup di dunia yang singkat ini. Supaya insan senantiasa lepas hatinya dengan dunia. Dengan begitu hatinya itu menjadi tenteran dan hanya hati begini saja bisa bersatu dengan Allah. 
Ingatlah manusia, sifat takabbur dan suka mencari kesalahan orang itu adalah seburuk sifat. Itu benar-benar menjauhkan manusia dari tujuan berkehidupan. Supaya manusia jangan tertarik hatinya dengan aneka benda duniawi. Sebab cara begini takkan mampu sama sekali menyampaikan manusia pada tujuan sejati dia berhidup. Jalan ini membuat manusia lupa akan janji primordialnya.
07 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kedelapan
Orang yang hatinya selalu hidup pasti akan dapat memahami hakikat sejati asal dirinya. Bahwa di atas tanah dunia ini dia adalah setetes air yang berasal dari sumber air yakni samudera. Bila insan sadar bahwa suatu saat pasti ia akan kembali ke samudera, berarti dia paham bahwa dia selalu hidup tiada pernah mati. 
Memang demikian adanya, setetes air yang bila dianalogikan dengan kehidupan di dunia, maka ketika dia menyatu dengan samudera, maka tetap saja disebut air. Demikian pula manusia, bila dia meninggalkan alam materi dunia ini dan kembali ke alam ruhani, maka tetap saja dia hidup. 
Samudra itu dianalogi dengan Ahad. Dan artinya segala air yang ada, baik embun, air hujan, air sungai maupun air di dalam gunung, tetap saja adalah air yang berasal dari samudra dan tentu semuanya kembali ke sana. Dengan demikian semuanya disebut air. Itu artinya semuanya satu kecuali pada bentuk yang berbeda-beda dan kita telah paham bahwa bentuk-bentuk itu sejatinya proyeksi mental saja. 
Air-air di darat selalu mengikuti tempatnya. Bila diletakkan di dalam tempayan biru tampaklah air itu bewarna biru, bila diletakkan di dalam gelas bewarna kuning, tampaklah air itu bewarna kuning. Bila dimasukkan ke dalam mangkuk, maka air berbentuk mangkuk, bila dimasukkan ke dalam cangkir, maka dia berbentuk cangkir. Dengan begitu, air-air itu selalu tunduk kepada tempat. Namun demikian, samudra itu sendiri tidak mengikuti bentuk, sebab samudra tidak muat ke dalam tempat manapun yang mampu dibuat. 
Analogi ini perlu dipahami bahwa Zat Tuhan itu tiada bertempat sama sekali. Mengenal Allah itu wajib hukumnya, tetapi bukan konsep tentangnya. Mengenal Allah hanya ideal bila melalui pengalaman langsung. Hal yang perlu dilakukan insan adalah berusaha, melalui pengetahuan dan amalan. Tugas insan adalah mengerahkan segala potensi dan kemampuannya dalam upaya menuju Alllah. Tidak boleh setitikpun dari potensi dan kemampuan diabaikan. Karenanya tidak ada waktu sedetikpun untuk bermalas-malasan dan tidak boleh ada ruang secuilpun untuk keraguan. Sedetik waktu terabaikan untuk bermalas-malasan dan secuil ruang keraguan muncul maka akan diisi oleh setan dan setan itu selalu berusaha melemahkan semangat serta keyakinan dan senantiasa berupaya supaya insan jauh dari jalan Allah. 
Ketika dikatakan Allah yang empat bersama yang tiga atau dia yang keenam bersama yang lima ini berarti Allah bersama kita bersama siapapun kita atau berapapun jumlah kita. Tetapi ini bukan berarti Dia sama seperti sesiapa yang ada di antara kita. Makna dari hal ini perlu selalu direnungkan, baik makna lahiriah maupun makna batiniahnya. Sesiapa yang dapat mengetahui makna ini dapatlah dia menyatu dengan Tuhan.
Hakikat diri itu perlu diketahui insan. Diri itu adalah wujud. Wujud itu hanya satu. Menjadi aqal, ruh, nafs dan qalb hanya dari segi perbedaan bagian fungsinya saja. Hakikatnya semua adalah wujud. Tiada apapun selain wujud. Wujud itu hanya satu. Makna 'Lailahaillallah' perlu benar-benar diketahui.
La itulah bernama fana
Di dalamnya itsbat Illa Alla al-Baqa
Mengenal Allah demikianpun kafa
Mitsal ular Musa haqiqatnya asa
Selian Allah bukanlah apa-apa, semuanya hanya bayangan, sifatnya seperti fatamorgana, rupanya ada, hakikatnya tiada. Karena itu, tiada apapun dari materi dan dunia yang patut disayang, semuanya hakikatnya tiada. Sadari ini supaya sadar bahwa tiada apapun yang penting kecuali menghampiri Allah.
La itulah menafikan wujud
Mengesakan sana syahid dan masyhud
Itulah hakikat nantiasa sujud
Pada sekalian awqad qiyam dan qu'ud
Wujud yang harus dinafikan dalam pandangan Hamzah Fansuri di atas adalah wujud yang hadir setelah mahiyah. Sebab wujud setelah mahinya hanya dzihni. Dengan demikian, tidak ada lagi perdikasi terpisah dari subjeknya sebab sifat itu hanya dzihni juga. Kita harus melihat pada realitas yang sebenarnya. Dan di sana ada dua subjek dan predikat atau yang menyaksikan atau yang disaksikan. Itikad inilah yang perlu dipahami dan inilah sebenar tauhid. Hal ini yang perlu pegang tegung dalam kondisi apapun.
Menafikan selain Allah adalah pengakuan akan realitas realitas yang sebenarnya. Ini seperti air yang mengadari bahwa hakikatnya adalah samudera. Hanya yang tahu jalan pulang saja yang punya peluang untuk kembali ke samudera ilahiyah.
08 Ramadham 1436


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kesembilan
Kepada insan yang senantiasa mengakui diri sebagai Muslim dan dianya benar sebagai orang yang berserah. Bersarahnya itu karena keimanan dan keilmuannya. Jadi dia bukanlah yang bertaklid. Tetapi dia sadar secara lahir serta batin dan dalam keimanannya tiada sedikitpun keraguan. Maka orang demikian ini harus senantiasa menjaga dirinya. Janganlah ia sempat bersahabat dengan orang yang lupa akan dirinya yaitu orang yang tidak berilmu. Karena dia yang tiada berilmu itu, sekalipun mengaku beriman, maka dia sebenarnya tidak sadar akan dirinya, apalagi akan ucapannya. Orang demikian sangat berbahaya karena dia dapat menghasud orang lain dengan syatahat-syatahatnya. 
Hendaklah orang yang sebenar-benar alim, yakni yang imannya penuh dan ilmu sebagai landasannnya, hanya menjadikan Allah sebagai pemberi petunjuk dan pelindung bagi ilmu dan imannya. Makanya janganlah dia terpengaruh dengan apapun dan siapapun yang tiada beriman sekaligus berilmu. 
Sahabat yang layak bagi sesiapa yang sejati imannya hanya Nabi Saw sebab beliau adalah insan kamil yang sempurna ilmunya dan penuh imannya. Anjuran Nabi tiada lain yakni hanya mengajak meninggalkan yang buruk dan mengajak kepada hala-hal yang membuat insan semakin dekat dengan Allah. 
Hamzah Fansuri mengatakan, supaya tidak:
Kebaktianmu qalil maksiatmu katsir
Tiada engkau takut akan Sami Bashir
Lagi engkau ghafil akan tariq faqir
Manakan dapat engkau melihat amir
Sebab maksiat itu adalah hijab yang sangat tebal. Yakni membuat insan sangat jauh dari tali Allah. Bila demikian, ketika tiba hari hisab, maka tidak dapat selamat saat mizan. Bila ingin selamat saat mizan, maka harus menurut sebagaimana anjuran Al-Qur'an. 
Maka sebelum kematian tiba, hendaklah selalu mengikuti perintah Allah. Hendaklah kita bertaubat akan segala kesalahan yang pernah kita lakukan. Bila insan mengaku tiada akan mengabdi kepada selain Allah, maka hendaklah menafikan segala selain-Nya. 
Segala selain itu adalah alam yang ditangkap melalui indra dan pikiran. Sifatnya itu seolah nyata padahal sebenarnya tiada. Pengetahuan ini perlu segera dipahami supaya dapat hijab tersingkap. 
Jalan penyingkapan inilah yang perlu ditempuh. Maka janganlah memiliki ketertarikan hati akan segala unrus duniawi. Bila belum mampu melepaskan diri dari ketertarikan duniawi, maka hendaklah segera taubat nasuha. 
Taubat nasuha adalah penyesalan lahir batin akan segala amal buruk yang pernah dilakukan masa lalu sekaligus ikrar bahwa tiada realitas yang mutlak kecuali Ilahi Rabbi. Jadi taubat nasuha memiliki makna dan perbuatan secara lahir dan batin.
Tuhan kita bernama Rasyid
Dengan kedua alam tiada Ia ba'id
Jangan kau pandang kepada wajh al-ba'id
Supaya hapus sekalian rupa jadid
Rupa yang jadi itu hanyalah khayalan. Proyeksi mental yang sumbernya indra yang tidak punya kepastian itu. Sesiapa yang memahami ilmu ini adalah orang yang memperoleh petunjuk. Maka pelajari Bidayatul Hikmah karya Sayyid Tabattaba'i. Bila Allah meridhai, maka mandapatlah penjelasan yang benar tentang status realitas. Semoga Allah sayangkan kita, mendapatlah keutamaan dariNya.
Nafi wujud yogya kau dapat
Di dalamnya sifat tiada dengan qamat
Mulianya lebih dari sekalian tha'at
Arif akan yang sudah teradat
Penggalan puisi di atas sangat penting. Semoga kita memperoleh rahmat. Semoga kita bukanlah orang yang jauh dari petunjuk, supaya kita jauh dari laknat.
Ya Ilahi ya wujud bi al-dawam
Ukhrujkan Hamzah dari pangkat awwam
Pelihara ia dari kerja yang haram
Supaya dapat ke Dar al-Salam
Semoga kita juga demikian.
09 Ramadhan 1436


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kesepuluh
Terlalu dekat dengan penguasa membuat jiwa kita menjadi seperti jiwanya pembohong. Sebab satu sisi kita ingin kebenaran sampai kepadanya dan sisi lainnya kita tidak ingin merendahkannya. Penghormatan pada penguasa membuat kita cenderung menjadi mengukuti mereka yang sibuk dengan perkara-perkara dunia. Padahal ibadah itu tidak dengan benar, tidak dengan canggung; apalagi lupa diri. 
Menuju Allah harus dengan proses sistematis. Tidak boleh memaksa diri, tidak boleh melakukan lompatan dan tidak boleh kembang-kempis. Menuju Allah harus dengan usaha pada batas akhir kemampuan dan konsisten sebab dengan demikian, dari waktu ke waktu kemampuan itu akan terus bertambah dan keimanan yang di dapat benar-benar memiliki landasan. 
Seorang atlit yang setiap hari mengerahkan keseluruhan batas staminanya dan skilnya, bila dia berlatih kerap dan rutin, maka stamina dan skilnya dari waktu ke waktu akan bertambah. Demikian perumpamaan orang yang bertawakal. 
Sementara orang yang memiliki landasan iman adalah seperti seorang yang memperoleh gelar Doktor. Dia telah melalui pengalaman bersekolah puluhan tahun, merasakan pahit manisnya sekolah, dan sebagainya. Inilah orang yang benar-benar beriman. 
Orang yang benar imannya tidak gusar dengan rezekinya nanti, besok atau di masa depan. Dia hanya berpegang mutlak pada Allah. Tiada ia sibuk menumpuk harta sebab dia yakin Allah menjamin rezeki baginya. Dia sadar Allah Maha Kaya. Dia percaya Allah lebih kaya daripada sebanyak apapun harta yang dikumpulkan.
Dalil ini dibawa imam al-muttaqin
Ya'ni: Fatawakkalu in kuntum mu'minin 
Jika tawakkalmu kepada Arham al-rahimin
Makanya dapat ke dalam qawm al-shabirin
Imam Ali mengatakan, orang yang mukmin harus bertawakal. Dia tidak perlu gusar akan apapun. Semuanya telah diatur oleh Allah. Seseorang tidak akan dimatikan sebelum jatah rezeki untuknya telah tuntas. Yakinlah dan sadar bahwa yang menjamin rezeki itu adalah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Oleh sebab itu insan hanya perlu sibuk bertaqarrub pada Allah. Dengan itu dia termasuk orang yang memperoleh derajat orang yang bersabar.
Sabda Abu Hasan 'Ali al-Murtadza
Qala: Man tawakkala 'ala Allah kafa
Dari dalil Qur'an jangan kau thagha
Supaya dapat ke dalam jammat al-ma'wa
Hamzah Fansuri mengingatkan kaum muslim supaya menjauhi maksiat. Perbuatan itu membuat orang menjadi hina. Rezeki haram harus dijauhi. Supaya dapat mendekatkan diri kepada Allah.
Demikian juga sumber rezeki yang tidak jelas keharaman atau kehalalannya atau syubhat. Sebab itu adalah sarang setan. Demikian juga sebuah perbuatan. Bila tidak jelas halal atau haramnya, perlu dijauhi. Setan selalu memasukkan keraguan kepada diri insan. Setan sukanya manusia berkumpul di dalam neraka. 
Al-Qur'an sudah memiliki petunjuk yang jelas akan status sesuatu. Misalnya zina dan syirik adalah pekerjaan yang haram. Bila manusia tetap ingkar dengan berasyik-masyik dengan kerja-kerja haram, maka dia digolongkan sebagai orang fasik. 
Hamzah Fansuri mengingatkan bahwa orang fasik itu memperoleh azam yang keras. Si fasik akan memperoleh azab berulang kali. Orang demikian adalah jauh dari jalan yang lurus. Dia tidak berkesempatan mengabdi pada Allah.
Riwayat ini dari 'Ali bin Abi Thalib
Zina dan haram racun yang maha ghaib
Dari pekerjaan itu tiada engkau ta'ib
Manakan washil nyawamu dan qalib
Perbuatan zina atau perbuatan-perbuatan haram lainnya adalah perbuatan yang nilainya sangat sensitif. Seseorang mengira hubungannya halal, boleh jadi karena suatu perkara yang tidak disadari, perbuatan yang dikira rahmat itu adalah masiat. Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya semisal dagang, kadang mengira saat berdagang sedang beribadah. Padahal dia sedang melakukan dosa. Sekalipun dalam Al-Qur'an petunjuknya jelas tetapi dalam berkehidupan, sangat sering kita khilaf atau lupa karena sikap kita yang kurang hati-hati. 
Karena itu perlu bagi kita bertaubat dari seluruh dosa. Hendaklah selalu kita sadarai bahwa Allah menyukai orang yang bertaubat. Sebab yang bertaubat itu adalah orang yang suci.
Ketahui inna Allah arsala 'abdahu 
Menyuruh berkata pada sekalian ummatahu
Al-ta'ibu min al-dzanbi ka-man la dzanda lahu
Inilah perbuatan yang dikasih Rabbahu
Maka jangan menunda bagi kita untuk bertaubat. Supaya di akhirat mendapat najat. Sebab Allah adalah Maha Pengampun.

10 Ramadhan 1436
















Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kesebelas
Sekalian ummat Nabi harus mengetahui makrifat Allah. Makrifat itu adalah pada para wali-Nya. Kemuliaan mereka adalah sangat tinggi. 
Sebenarnya berjalan menuju makrifat adalah fitrah sekalian manusia. Karena manusia sejatinya adalah wujud. Namun lenanya dengan dunia membuatnya sibuk dengan segala mahiyah, yakni segala gambar dan bentuk, segala wahm dan materi. Sebab itu dia perlu berpegang pada syariat Nabi supaya mudah baginya membuang mahiyah. 
Seperti eksistensi dua laut yang satu sama lain tidak pernah dapat saling bertemu (QS. Al-Furqan, 53) demikian pula orang yang sibuk dengan dunia, tiada akan pernah dapat bersatu dengan Allah. Dua laut itu hanya bisa disatukan dengan makrifatullah. Maka demikian, sesiapa yang berkenan bersatu dengan Allah, hendaklah dia bergerak menuju jalan makrifat. 
Pertemuan dua laut itu sangat jelas dan dekat. Tetapi bagi mereka yang lena dengan dunia akan terlihat sangat jauh dan berat. Bertemunya dua laut (Ar-Rahman: 19-20) dimaknai Hamzah Fansuri sebagai bertemunya alam dengan Tuhan. Hal ini dapat dipahami secara pikiran bila kita telah menekuni teori jiwa dalam pandangan filosof Iran, Mulla Sadra. Menurut filosof Islam terbesar itu, materi adalah aktualisasi jiwa. Artinya, alam benda duniawi ini adalah aktualisasi spirit ilahiyah. penjelasan ini hanya memungkinkan secara konseptual. Realitasnya adalah bersifat ruhani yang hanya dapat dialami melalui intuisi. Hamzah Fansuri mengatakan:
Bahrayn itu tiada bertebing
Airnya suci terlalu hening
Bukan di mata hidung atau kening
Jika di pandang di sana pening
Intuisi atau pengalaman eksistensial adalah pengalaman melihat wujud dengan wujud melalui wujud, di sana tidak ada dualitas. Yang melihat dengan yang dilihat adalah satu. Inilah makna sejati dari pertemuan dua laut.
Tuhan kita itu tiada bermakan
Lahirnya nyata denga rupa insan
Man 'arafa nafsah suatu burhan
Fa-qad arafa rabbah terlalu bayan
Pernyataan ini adalah dari Al-Qur'an. Bahwa siapa yang mengenal dirinaya dia mengenal Tuhannya. Namun tentu tidak secara eksplisit tetapi implisit. Orang yang sibuk dengan dunia tidak akan pernah paham pernyataan ini. Sebab ini adalah pengalaman suci yang hanya dialami oleh mereka yang telah mendapat makrifat.
Mencari dunya berulang-ulang
Berbuat ibadat terlalu kurang 
Tiada kau fikirkan nenek dan moyang
Dengan sehelai kain sekaliannya pulang
Sibuk mencari dunia dan menumpuk harta adalah jerat setan. Jeratnya adalah dengan membunuh akal sehat. Sebab semua orang tahu bahwa setiap detik, mati itu semakin dekat. Tetapi sebagian orang yang hatinya telah dipenuhi nafsu setan, semakin tua ia, semakin banyak harta yang ditumpuk. Orang demikian dibisikkan ketakutan dan keraguan oleh setan. Sehingga pikirannya yang sudah amat pendek itu selalu mencari pembenaran atas tindakannya menumpuk-numpuk harta. 
Hamzah Fansuri terlalu bebal
Disangka dunya nin manisnya kekal
Terlalu ghafil mencari bekal
Tiada syak esok akan menyesal
11 Ramadhan 1436

12
Hazah Fansuri mengajak sekalian ummat Muhammad untuk menuntut ilmu hakikat yang benar. Ilmu ini tidak sembarang didapat, perlu ketelitian dan kejelian mengamati jalan dalam setiap langkahnya. Sebab nanti kita bisa salah jalan, mengira telah berada di jalan yang benar ternyata terlempar. 
Puncak jalan ini adalah lenyapnya diri. Tiada melihat kecuali dengan penglihatan Tuhan. Tiada mengetahui kecuali dengan pengetahuanNya. Di sana tiada lagi dualitas. Sebab itulah ittihad dan hulul adalah jalan yang salah sebab pada itikad itikad ittihad dan hulul sang diri belum hilang, dualitas masih ada. Ciri ilmu makrifat yang benar adalah:
Ma'rifat itu ilmu yang mudah
Barang mendapat dia mengenali sudah
Citamu dari tempanya jangan kau ubah
Supaya washil tiada dengan susah
Tuhan kita tiada jauh. Dia melingkupi segala sesuatu. Bagi ahli makrifat, Tuhan sangat jelas. Mereka itu disebut wali. Makrifat yang mereka peroleh adalah dari Rasulullah. Dengan hirarki yang jelas, dapatlah diperoleh.
Syahid itu bernama wali
Beroleh ma'rifat dari Muhammad al-Nabi
Ma'rifat itulah yogya diketahui
Supaya jadi syuja' seperti Ali
Bila ilmu makrifat yang ditempuh adalah benar, maka barang tentu nantinya dapat bertemu Allah. Pertemuan ini tentunya tiada akan didapat bila salah jalan. Sebab setan sukanya menyesatkan. Maka itikad kita tidak boleh bercabang, makanya perlu fokus dan konsisten. Caranya adalah senantiasa mengikut syariat di alam nasut ini. Bila syariatnya baik, maka sampai pada tarikat di alam malakut. Dalam konsistensi tarikat, akan tersampaikan hakikat di alam jabarut. Dan fana di dalam lahut adalah makrifat. Semua ini adalah sebenar jalan bagi insan, sebab wujudnya melampaui segala alam ini. 
Pesan ini terkandung dalam makna batin surat Al-Iklash. Tetapi hanya bisa di pahami yang telah mencapai hakikat. Pesan ini juga ada dalam pesan: kemana kau hadap wajahmu, terdapat wajah Allah (QS: Al-Baqarah: 115). Makna ayat yang paling tenting adalah makna batinnya, karena itu, makna wajah di sini tidak akan ada masalah kecuali oleh pandangan mereka yang memaknai ayatyat Allah secara literal. Mereka adalah orang-orang yang berpandangan sempit.
Qaba qawsayn itu terlalu iqab
Akan tamsil jua pada Ulul al-albab
Barang siapa fana dari sekaliah hisab 
Beroleh Tuhan tiada denga hijab
Bagi insan yang telah menempuh jalan-jalan menuju Allah, maka baginya Dia jelas secara batin dan lahir. Pada setiap yang dia pandang dilihatnya Tuhannya. Orang demikian pikirannya telah terasah untuk ''abstraksi'' ontologis. Dia tiada lagi melihat wujud sebagai konsep apalagi sebagai predikat, tetapi baginya realitas telah jelas. Karena itu Hamzah Fansuri menegaskan:
Tuhan kita itu tiada bermitsal
Bukannya bintang dan syamsu hilal
Di antara kening di mana 'kan khilal
Jangan kau pandang pada cahaya dan zhilal
Bila ingin menjadi kekasih Allah, maka ilmu harus disandang sebagai bekal utama. Ilmu yang benar menghantarkan kepada jalan menuju-Nya. Ilmu yang benar adalah pengetahuan akan realitas sebenarnya, bukan gambaran pikiran atau persembahan indera-indera. 
Penyandang ilmu yang benar paham bahwa segala gambar dan bentuk adalah tipuan. Dia hanya melihat Tuhannya. Melihat Tuhan adalah hakikat sejati insan, segala bentuk dan gambar hanyalah bentuk daripada kelupaan. Segala analogi tentang Tuhan yang diambil dari benda atau gambar hanyalah tamsilan yang mengandung harapan supaya dapat menghantarkan insan pada pengalaman.
Hamzah Gharib terlalu miskin
Di mana dapat sampai kepada Rabb al-alamin
Seperti mi'raj Sayyid al-Mursalin
Jadi qaba qawsayn dengan Tuhan salimun
12 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Ketigabelas
Thayr uryani unggas shultani
Bangsanya Nur al-Rahmani
Tasbihnya Allah ''Subhani''
Gila dan mabuk akan rabbani
Jiwa insan yang telah suci, lepas dari segala ketertarikan dunia, sadar bahwa asalnya adalah Ruh Ilahi. Maka tiada dia melihat apapun selai Dia. Tiada dia sadari apapun selain Dia. Ketika dia berucap yang berucap adalah Dia. Bila dia berkata ''Maha Suci Aku'' maka yang berkata adalah Dia, sekalipun yang bergerak mulut dia. Sebab dia telah karam dan yang nyata hanya Dia.
Unggas itu terlalu pingai 
Warnanya terlalu bisai 
Rumahnya tiada berbidai
Duduknya da'im di balik tirai
Unggas itu adalah Ruh suci. Ruh itu milik penyandang makrifat. Tubuhnya terlalu suci. Pangkalnya adalah 'Arash Allah. Habib Allah adalah tautannya. Sangkarnya adalah Bayt Allah. Yang dihadapnya adalah Allah. Penyandangnya bukanlah sufi pada tampilan, tetapi hatinya yang menyatu dengan Allah.
Sufinya bukannya kain
Fi al-Makkah da'im bermain
Ilmunya zahir dan batin
Menyembah Allah terlalu rajin
Dia mengamalkan seluruh ajaran Al-Qur'an: Sekalipun jasadnya di alam materi, tetapi jiwanya amat tinggi. Zikir kepada Allah kiri-kanannya, fikir Allah akan badannya. Tauhid adalah minumannya. Dia senantiasa bertemu Tuhannya. Pandangannya akan Allah amat terang.
Suluhnya terlalu terang
Harinya tiada berpetang
Jalannya terlalu hening
Barang mendapat dia terlalu menang
Orang sufi sadar bahwa Allah yang senantiasa dipandangnya dengan batin tiada berbentuk dan tiada bertempat. 
Barang siapa berkenan akan ilmu ma'rifat, maka harus memulai dengan meninggalkan segala ketertarikan dunia. 
Uniknya dunia adalah bila ketertarikan akannya dilepaskan, maka dunia akan menghambakan diri. Dunia ini tidak penting, sebab bila masih tertarik akannya, maka selamanya pengetahuan hakiki tiada didapat, bila demikian tiada guna bernafas di dunia. Tujuan hidup di dunia bukanlah untuk dunia. Tetapi tujuan berhiduo adalah memperoleh:
Ilmunya ilmu pertama 
Madzhabnya madzhab ternama
Cahayanya cahaya lama
Ke dalam surga bersama-sama
Untuk mendapatkan itu, nafsu harus dilawan. Caranya adalah banayk berpuasa, tahajjut, zikir dan tidak condong kepada dunia.
Tuhan kita itu yang punya alam
Menimbul Hamzah yang sudah karam
Isqinya jangan kau padam 
Supaya washil dengan laut dalam
13 Ramadhan 1436


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keempatbelas
Thayr uryani unggas ruhani
Di dalam kandang hasrat Rahmani
Warnanya pinggai terlalu shafi
Tempatnya kursi yang maha 'ali
Menurut gambaran Hamzah Fansuri, thay uryani ini adalah jiwa orang sufi yang telah memasuki taman indah, tempat jiwa-jiwa yang dirahmati. Jiwa ini amat sangat cantik, makanya ditamsilkan seperti burung. Alasan lainnya dia dianalogikan dengan burung adalah karena dia sedang terbang, menuju Ilahi. 
Digambarkan, burung ini memiliki suara yang indah, dia amat bersih, makanya mandi di sungai Salsabila. Kemabukannya adalah kemabukan suci. Dia hanya hasratkan Ilahi Rabbi. Pemilik jiwa ini adalah orang yang telah menghapus kediriannyanya. Sehingga jiwanya membumbung tinggi.
Thayr al-'ryani mabuk salim
Mengenal Allah terlalu alim
Demikian mabuk haruskan hakim
Inilah amal Sayyi Abu al-Qasim
Thayr Uryani adalah ruh yang suci. Mereguk minuman dari Salsabila membuatnya semakin membuat jalannya menuju Ilahi Rabbi semakin mudah. Jiwa itu semakin tangguh, terbang melambung tinggi. 
Disebut uryan atau telanjang karena jiwanya tiada menyandang segala perdikasi. Baginya dunia tiada beban sama sekali. Gambar dan bentuk benar-benar telah hapus dari jiwa itu. Hanya Tuhan saja yang sedia baginya. 
Sesiapa manusia yang sayang pada nyawanya, takut sekali dia mati, maka tentu segala kerjanya adalah batil. Namun,
Zina dan khayal tiadakan qabil 
Pada orang yang 'arif yang sudah kamil
Lain dari mabuk dan 'ilmu washil
Pada ahl haqiqah sekalian bathil
Sebab zina dan khayal adalah amal mereka yang belum melepaskan eksistensi diri. Mereka adalah orang yang tidak memperoleh ilmu yang tinggi. Ilmu mereka masih seputaran indra dan konsepsi. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah mendapat ilmu kehadiran langsung, ilmu yang tiada terpisah subjek dan objek. Inilah ilmu yang sebenarnya, ilmu yang hadir tanpa korupsi dari indra dan pikiran. 
Ilmu Yang benar adalah ilmu yang hadir tanpa dualitas. Ilmu seperti inilah yang hadir kepada Al-Hallaj dan Bayazid. Ketika mengatakan ''Subhani'' atau ''Ana al-Haqq'', itu yang berkata adalah Tuhan. Sebab Hallaj dan Bayazid sudah lenyap dalam Tuhan.
Kerjamu itu hai anak dagang
Pada ahl al-ma'rifah terlalu malang
Markab tauwhid yogya kau pasang
Di tengah laut yang tiada berkarang
Pesan ini maksudnya adalah ajakan untuk menenggelamkan eksistensi diri ke dalam eksistensi Tuhan yang Maha Tinggi. Diri harus benar-benar dilenyapkan. Dunia harus benar-benar ditinggalkan.
Hamzah Fansuri di negeri Melayu
Tempatnya kapur di dalam kayu
Asalnya manikam ti mana kan layu
Dengan 'ilmu dunya di manakan payu
Peureulak, 14 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kelimabelas
Jiwa-jiwa manusia semuanya berasal dari Cahaya Muhammad. Ketika mengaktual ke alam materi, di situlah predikasi-predikasi muncul akibat persepsi manusia. Jadi, hanya di alam materi ini perbedaan- perbedaan status muncul. Menjadi kaya dan miskin atau menjadi tuan dan hamba. 
Jiwa yang suci, atau disebut oleh Hamzah Fansuri sebagai unggas nuri, asal sarangnya adalah Kuntu Kanzah, yaitu pernyataan Tuhan bahwa dirinya adalah tersembunyi. Dapat dimaknai berarti jiwa yang dimaksud adalah sesuatu yang immaterial, tersembunyi di alam ruhani. Sementara kandangnya, atau tempat menetapnya yakni alam lahut, yaitu alam yang melampaui alam materi ini.
Aql al-kulli nama bulunya
Qalam al-'ala nama kukunya
Allah ta'ala nama gurunya
Oleh itulah tiada judunya
Dua sifat utama Tuhan yakni Jamal yang berarti Keindahan dan Jalal yang berarti keagungan, dikatakan Hamzah Fanzuri sebagai kaki unggas nuri. Maksudnya adalah kedua sifat itu sebagai penyangga sekaligus penyeimbang eksistensinya. Nur al-Awwal disebut Hamzah Fansuri sebagai jari daripada unggas nuri. maksudnya adalah, manifestasi pertama dari Cahaya Pertama adalah unggas nuri. Artinya, ruh manusia adalah eksistensi terdekat dengan Tuhan. 
Hati adalah nilai tertinggi pengetahuan. Unggas nuri memiliki pengetahuan yang sangat tinggi. Karena itu Hamzah Fansuri mengatakan lawh mahfuz adalah hatinya unggas nuri. Pernyataan ini membuktikan bahwa Al-Qur'an memiliki kesamaan dengan akal tinggi insan (al-aql). Dengan keutamaan-keutamaan ini, maka layaklah dikatakan bahwa substansi unggas nuri adalah sangat istimewa.
Itulah Ahmad awwal nabinya
Dari nur Allah dengan sucinya
Sekalian 'alam pancar nurinya
Menjadi langit serta buminya
Tetapi sebagian manusia menutup dirinya dengan indera dan persepsinya. Mereka menyibukkan diri dengan bentuk dan gambar sehingga lupalah mereka pada dirinya. 
Untunglah Rasul kita, yang dari cahayanya segala sesuatu mengada, memberi peringatan kepada kita, supaya tidak terkaram dengan dunia. Nabi Muhammad datang membawa Al-Qur'an. Kitab suci itu adalah petunjuk bagi kita. 
Ahmad datang dengan sattar-nya
Mengatakan Allah dengan jabbar-nya
Sungguhpun Tuhan dengan ghaffar-nya
Yogya kau takut akan qahhar-nya
Akan pesan yang dibawa hendaklam insan mempersiapkan diri, supaya hatinya dapat turut dengan ajakan Nabi. Ajakan Nabi itu adalah makna sejati pesan Al-Qur'an. Makna ini adalah menyatu dengan hati insan yang mempersiapkan diri. Maka dari itu bila berkenan, Al-Qur'an menjadi penerang jalan, dan bila tidak malah menjadi musuhnya. 
Substansi manusi yaitu hati (qalb), akal (al-aql, bukan pikiran penalaran), jiwa (an-nafs) dan ruh (al-ruh) adalah cahaya suci juga sebagaimana kalam. Sebab itulah dia menyatu dengan makna wahyu. 
Dengan pengetahuan ini hendaklah kita termotivasi supaya membersihkan substansi diri dengan melatih diri melepaskan dari ketertarikan hasrat duniawi.
Hamzah gila berkawan-kawan
Mencari jawhar akan cahaya badan
Olehk makhluq pergi tertawan
Manakan dapat engkau bangsawan
Langsa, 15 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keenambelas
Untuk mencapai makrifatullah, seorang muslim wajib terlebih dahulu memiliki bekal teori tentang ontologi. Sebab pengenalan melalui konsep yang benar merupakan bagian penyiapan jiwa. Penyiapan ini umpama peta yang dibaca dan diamati, dengannya ketika melankukan perjalanan tidak akan tersesat. Hamzah Fansuri menggambarkan orang yang tidak memiliki panduan atau panduan yang benar sebelum masuk menuju tujuan makrifatullah, sebagai berikut:
Sidang Thalin di dalam hutam
Berbuat Uzlat berbulan-bulan 
Dari mudanya datang beruban
Tiada bertemu dengan Tuhan
Malang sekali. Berbuat ibadat dengan memaksakan diri hingga tulang patah tiadalah guna. Sebab insan itu wujudnya mencakup segala tingkatan. Makanya insan itu universal. Karena keuniversalannya ini, maka setiap tindakannya haruslah paralel dengan segala tingkatan wujudnya. Misalnya kalau tingkatan wujud materinya memberikan selembar kertas kepada seseorang, maka tingkatan wujud konseptual adalah bersedekah sejumlah uang kepada seseorang. Tingkatan selanjutnya adalah jiwa yang menanjak naik sebab keikhlasan, demikian seterusnya. 
Demikian pula latihan-latihan yang dilakukan dalam suluk haruslah tergerakkan secara bersama setiap tingkatan wujudnya. Bila tidak maka berarti bukan ingin bersuluk tetapi ingin mematahkan tulang sendiri. 
Usaha untuk ritual suluk haruslah berjalan dengan mudah, dan itulah yang seharusnya. Karena itu, sebelum memasuki jalan suluk hendaklah bertaubat, menjaga makanan, perkataan dan segala amalan. Ini dilakukan supaya setiap amal saat sedang bersuluk adalah suatu gerak menyeluruh dalam setiap tingkatan wujud. 
Setiap satu centimeter gerakan yang dilakukan adalah benar-benar merupakan gerak yang dilakukan bersama dengan jiwa. Sehingga setiap gerakan itu adalah kenikmatan badan, jiwa, pikiran dan segalanya. 
Orang yang salah jalan dalam suluk adalah mereka yang punya setitik saja sombong dan ria mengenai tujuannya. Dia juga besar kepala dan banyak bicaranya. Banyak bicara adalah tanda tidak tahu atau tidak mengerti konsep atau pandua jalan suluk. Dan pasti orang ini tergelincir.
Dengarkan hai anak thalib
Bari ilmu yogya nin kau ta'ib
Berjalan jangan kau rakib
Mangkanya dapat kerjamu ghaib
Bila telah menemukan sebuah teori yang benar tentang wujud atau panduan bersuluk, maka teori itu perlu diabstraksi sehingga memilili relasi antar tiap segmennya, lalu diabstraksi lagi hingga menemukan nilainya yang merupakan hikmah ilmu. Demikianlah sebuah teori pengetahuan yang benar, mirip seperti wujud insan, ia mapan dalam berbagai tingkatan. Akhirnya pahamlah kita bahwa ilmu dan empunya ilmu adalah satu kesatuan semata. 
Seperti setiap teori pengetahuan yang benar pasti memiliki makna batinnya, dan itulah yang lebih penting, sementara teori-teori itu adalah aktualitas atau permukaan saja, demikian pula setiap gerak dalam tarikat adalah aktualisasi dari gerak jiwa yang juga menjadi simbol bagi suatu gejolak dalam substansi insan, bukan gerak-gerak parsial yang tiada makna. Para pelaku gerak-gerak parsial ini hanya sebagai massa komuman yang tidak dapat menghadirkan manfaat--pastinya bagi diri sendiri.
'Ilmu Allah tiadakan sukar
Bukan di mata berpusar-pusar
Urat pusat kau hela putar
Olehnya itu mahbubmu gusar
Tiada syak lagi, segala perkara yang memudahkan insan di jalan suluk adalah dengan membersihkan perut dari makanan yang tidak pasti kehalalannya. Pula segala perbuatan dan tindakan harus benar-benar di dalam pagar syariat. 
Insan harus selalu ingat, tubuhnya laksana perahu. Segala bekal perlu dipersiap. Harus selalu di ingat darat hanya persinggahan sementara. hakikatnya akan segera berlabuh. 
Anak mu'allim tahu akan jalan
Da'im berlayar di laut nyaman
Markab-mu tiada berpapan
Oleh itu tiada berlawan
Segala panduan mengenai keinsafan diri dan perbekalan yang perlu dipenuhi dapat dirujuk kepada Sang Nabi Saw. Beliau adalah insan yang hidup dan bekehidupan layaknya kita dan manusia lainnya. Tetapi beliau adalah manusia sempurna yang tanpanya takkan ada langit dan bumi.
Hamzah uzlat di dalam tubuh
Romanya habis sekalian luruh
Zahir dan batin menjadi suluh 
Oleh itu tiada bermusuh
Kuala Simpang, 16 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri Puisi: Ketujuhbelas
Hanya orang-orang yang tidak terlena dengan predikasi-predikasi duniawi yang dapat melihat Tuhan dengan jelas. Tuhan itu dilihat pada diri. Kalau ketika memandang diri yang tampak hanya aksiden-aksiden seperti panggilan, gelar, anak siapa, siapa anaknya, bentuk fisiknya, pengalaman hidupnya dan sebagainya yang sebenarnya hanya konstruksi mental manusia. Jadi semua aksiden aksiden itu sebenarnya adalah ketiadaan. Yang sebenarnya nyata hanya eksistensinya. Dan sayangnya yang ini pula yang sering sekali gagal dilihat. 
Membuat penilaian akhir hanya berdasarkan analisa atas aksiden-aksidennya adalah tanda ketertutupan hati. Biasanya hal ini hanya terjadi sepenjang sejarah intelektualitas Barat hingga hari ini. Sementara pengetahuan yang benar adalah mencakup substansi dan ansidennya diamati. Kemampuan melihat substansi biasanya hanya terjadi bila sikap buru-buru dan gegabah telah musnah dari watak sang pengkaji. Bila wataknya telah tidak lagi demikian, maka pikirannya akan tenang dan hatinya akan bersih sehingga pengetahuan itu yang menghampirinya, bukan dia yang mengejar pengetahahuan seperti mengejar ayam liar.
Kenal dirimu hai anak dagang
Menafikan diri jangan kau sayang
Supaya itsbat yogya kau pasang
Supaya dapat mudah kau datang
Bila telah mendapat ilmu yang hakiki, maka sadarlah insan akan wujud diri. Insaflah dia siapa dirinya, siapa Tuhannya. Pada analogi bahwa ombak dan air adalah satu, mengertilah dia, tidak hanya secara konsepsinya saja tetapi paham dia akan realitasnya. Demikian pula pada analogi lain seperti batu dengan manikam. Ini adalah analogi wujud insan dengan Wujud Tuhan. 
Maka bila mendengar firman Allah tentang manusia yang dinyatakan selalu bersama Allah, maka pahamlah insan yang telah memperoleh hakikat illmu bahwa bukan dekat dia dengan Allah tetapi dirinya adalah satu dengan Tuhan. Tetapi diri yang dimaksud bukanlah prediksasi diri atau aksiden-aksidennya tetapi wujud. 
Predikasi-predikasi diri dapat dibuang dengan:
Syariat Muhammad ambilkan suluh
IlmuHaqiqat yigya kau pertubuh
Nafsumu itu yagya kau bunuh
Mangkanya dapat sekaliau dausamu luruh
Supaya mendapat mengetahuan yang 'bertubuh' yakni pengetahuan yang menyati subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui. Menyatu karena yang dikategorikan ini sejatinya adalah wujud. Dengannya segala aksiden atau predikasi-predikasi yang menempel pada wujud dapat luruh sehingga yang dilihat hanyalah wujud. 
Hamzah Fansuri mengengatkan:
Mencari dunya berkawan-kawan
Oleh nafsu kamu tertawan
Nafsu itu yagya kau lawan
Mangkanya supaya engkau bangsawan
Bila nafsu telah dilawan, predikasi dihapuskan, maka terang benderanglah kehadiran Tuhan. Sehingga kemanapun dipandang, yang ada hanya wajah Allah. Sebab yang sejati wujud hanya Dia. Realitas hakiki hanya Dia. Yang nyata dan terang hanya Dia.
Adamu itu yagya kau serang
Supaya dapat negeri yang henang
Seperti 'Ali tatkala berperang
Melepaskan Duldul tiada berkekang
Dia yang maha terang tiada dapat dipandang dengan pikiran. Dia tiada dapat dipandang dengan mata materi.
HamzahMiskin orang 'uryani
Seperti Ismail jadi qurbani
Bukannya Ajami lagi Arabi
Nantiasa washil dengan Yang Baqi
Lhoksukon, 17 Ramadhan 1436


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kedelapanbelas
Barang siapa yang terlena dengan kenikmatan dunia, maka tiada baginya akhirat surga melainkan neraka.
Sayangnya insan terlalu bebal
Disangkanya dunya lagi kan kekal
Nyaman matanya tidur di bantal
Akan salahnya tiada ia menyesal
Hamzah Fansuri mengajak supaya manusia tidak terperdaya dengan dunia. Di dunia, manusia harus seperti ingin, datang sejenak lalu pergi. Manusia haru sadar bahwa destinasinya adalah akhirat yang kekal. Sebab itu dengan dunia jangan dia tertawan. Tempat yang layak intuk insan bukan dunia tetapi adalah akhirat yang kekal.
Lemak manis terlalu nyaman 
Oleh nafsu engkau tertawan
Sakarat al-mawt sulitnya jalan 
Lenyap di sana berkawan-kawan
Bila terlalu tertarik dengan dunia, maka untuk melepaskan diri darinya akan sangat sulit. Makanya orang yang terlalu hasrat akan dunia, sangat susah payah bila sedang sakaratul maut.
Hidup di dalam dunya umpama dagang
Datang mawsim kita kan pulang
La tasta khairuna sa'atan 'kan datang
Mencari ma'rifat Allah jangan alang-alang
Manusia adalah rahasia Tuhan. Yang bisa menyingkapnya hanya mereka yang telah mendapat ilmu yang nyata. Pernyataan bahwa Allah selalu bersama insan memiliki makna yang jelas bagi mereka yang telah menempuh ilmu hakikat. Bila saja insan paham makna ini, sebuah zikir adalah lain makna baginya.
Tiada apapun selain Allah. Dia yang awal dan dia yang akhir, bagaimanamungkin ada sesuatu selainnya dalam rentan waktu. Dia yang zahir dan Dia yang batin. Maka bagaimana mungkin ada selainnya di dalam ruang manapun. Bagi mereka penyembah pikiran dan indra, maka tetap saja mencari cara menseketukan Allah. Sementara mereka para insan pilihan, tiada melihat apapun, kapanpun dan dimanapun selain Tuhan. Tiada mereka berbuat apapun kecuali Allah yang melakukan. Dirinya benar-benar tiada, yang ada hanya Allah. 
Penyaksian dan pengakuan ini adalah bukti insan telah mencapai makrifatullah. Mereka tiada menyembah kecuali mereka telah melihat. Dan mereka tiada melihat apapun kecuali melihat Allah. Karena tiada apapun selain Allah, maka tiada yang melihat kecuali Allah.
Sabda 'Ali yang maha tahu
La 'abudu rabban lam arahu
Wa-ma ra aytu syay'an lama dan baharu
Illa ra'aytu Allah fi-hi aku
Dengan demikian, jelaslah makna pernyataan bahwa Allah menyaksikan segala perbuatan Hamba. Jelas pula dia mengetahui apa yang baru terbetik di hati atau apa yang di bisikkan pikiran. 
Maka perdebatan teologi tiadak akan muncul, bila telah paham makna bahwa Allah yang mengatur segala urusan hamba. Perdebatan kanak-kanak seperti masalah takdir, kehendak bebas atau bahkan kebangkitan jasmani tidak akan muncul. Bila insan telah paham ilmu hakikat.
Sabda Rasul Allah Nabi kamu
Li ma'a Allahi sekali waktu
Hamba dan Tuhan menjadi satu
Inilah 'arif bernama tahu
Dalam hamba dan Tuhan menjadi satu ini pernyataan-pernyataan seperti ''Maha Suci Aku'' sebagaimana diungkapkan Bayazid ataupun ''Akulah Kebenaran'' sebagaimana diucap Al-Hallaj, adalah pernyataan Allah, sekalipun keluar melalui lisan Bayazid maupun Al-Hallaj. Sebab segala perbuatan mereka adalah perbutan Allah.
Ilmu yang benar adalah ilmu yang ditempuh Al-Hallaj maupun Bayazid. Ilmu mereka adalah jalan menafikan diri. Ilmu ini sangat berat sekali, bagi mereka yang sempit pikirannya, yakni mereka yang cinta akan dunia.
Hamzah Fansuri terlalu karam
Ke dalam laut yang maha dalam
Berhenti angin ombaknya padam
Menjadi sultan pada kedua 'alam
Tanah Jambo Aye, 18 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Kesembilanbelas
Ada kekasih di padang ghaib 
Da'im bermain di rumah thalib
Amarnya datang terlalu ghalib
Mencari dia akan kita wajib
Dia yang di cari ada di dalam rumah. Hati adalah maksud rumah dalam terminologi sufi. Karena itulah rumah yang dimaksud ini keberadaannya sangat jelas. Namun untuk menemui kekasih di dalam rumah tidak bisa dengan penalaran. Nalar tidak dapat menjangkau hati. Hanya dengan melepaskan pikiran, sang kekasih baru dapat ditemui.
Padangnya penuh bisa dan tawar 
Tempatnya musykil lengkap berpagar
Dengan hambanya terlalu samar
Manakan dapat lekas kau lamar
Rasul telah diutus dari kalangan kita manusia. Datang dengan ajara-ajaran yang paling mudah dipahami dan diikuti manusia. Segala perintahnya adalah kebaikan bagi kita. Segala yang dilarang adalah buruk bagi kita. Segala kepatuhan akan ajaran Nabi adalah pemudah bagi manusia mempersiapkan jalan kembali kepada Ilahi Rabbi.
Pesuruhnya itu berhulubalang
Berbuat jalan akan pergi datang
Jangan kau sesat ke dalam rawang
Supaya betul ke pintu karang
Insan harus senantiasa sadar bahwa kuasa Tuhannya amatlah tinggi. Dari itu hendaknya ia sadar bahwa tiada tempat berlindung kecuali dengan mengikuti segala perintahNya yang telah jelas tertera di dalam Kitab Suci. Hanya dengan menaati ajaran Al-Qur'an insan akan selamat. 
Kekasih itu hendakkan nyawa 
Itulah haluan yogya kau bawa
Jangan engkau takut akan tombak Jawa
Supaya orang jangan tertawa
Tujuan segala perintah dan larangan itu supaya keakuan insan menjadi hilang. Sehingga tiada yang dilihat kecuali Tuhannya. 
Buangkan tirai berlapis lapis
Hampir-hampir pergi kau jalis
Pakaian mahbub yogya kau labis
Supaya dapat mainmu manis
Jalan menuju pelenyapan diri harus diakui tidaklah mudah. Hanya dengan rahmat Allah insan bisa selamat sampai hingga tujuan. Maka dari itu hendaklah kita selalu meminta pertolongan, petunjuk, hidayah serta ampunan. Semaga kita adalah termasuk insan yang mendapat taufiq.
Langsa, 19 Ramadhan 1436

Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluh
Allah dalam kedirianNya yang primoldial tiada apa atau siapapun yang dapat mengenalNya. Hanya layah disebut 'Dia' (huwa). Hanya Dia saja yang ada sehingga dia adalah Esa (Ahad). Dia adalah tersembunyi. Pada itu, Dzat dengan Sifatnya masih menyatu. Tiada jarak antara keduanya. 
Maka dengan 'kun fa yakun', maka menjadilah segala makhluk. Segala makhluk ini sebelum menjelma, dalam pandangan sufi adalah satu. Hamzah Fansuri menganalogikan kondisi ketersembunyian Tuhan itu sebagai laut yang tenang. Dengan 'kun fa yakun' sebagai topannya, maka bermunculanlah beragam makhluk sebagaimana beranega macam bentuk ombak. Sejatinya ombak itu dari laut. Kerena segala macam makhluk adalah dari Allah, maka keberagaman itu sejatinya adalah satu juga. Dan di dari yang Satu itulah keberagaman muncul. Misalkan angka dua, sejatinya adalah gabungan dua kali satu. Demikian tiga adalah gabungan satu tiga kali. Demikian seterusnya, semuanya adalah berasal dari satu. Dan segala apapun takkan ada tanpa satu.
Sayangnya engkau terlalu lupa
Akan laut yang tiada berupa
Tandamu tuli lagi dan buta
Mabuk dan hijab lain mawta
Manusia yang terhijab dengan Tuhan, seperti ombak yang tidak sadar akan lautan. Dia mengira realitas sejati hanyalah ombak. Padahal ombak itu hanyalah realitas yang tidak pasti. Bahwa sebenarnya yang sejati adalah lautan. kegagalan insan melihat Tuhan adalah karena mata, yang menjadi simbol pengenalan asal mula, yakni 'ayan dan telinga, yang menjadi penangkap sinyal tempat kembali telah tertutup oleh gemerlap mahiyah.
Kunci jalan kembali adalah dengan mengenal hakikat ombak. Bila pandangan dan penglihatan dibersihkan, maka dapat menjadi alat untuk mengetahi bahwa hakikat ombak adalah juga laut.
Jika terkenal dirimu bapai
Engkaulah laut yang tiada berbagai
Ombak dan laut tiada bercerai
Musyahadahmu sana jangan kau lalai
Musyahadah itulah menghilangkan segala predikat yang dengannya individualitas diri dikenal. Sehingga tiada lain pada diri kecuali wujud. Wujud ini adalah bagian dari Wujud Satu yang tanpa batas. Bagian itu bukanlah penggalan tetapi satu kesatuan utuh.
Hamzah Fansuri sampailah kaya
Pada kedua 'alam menjadi raja
Inilah kata penghulu kita
Isyarat ini sedikitpun pada
20 Ramadhan 1436


Pesan Sya'ir Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluhsatu
Setelah maqam Ahadiyah, yang merupakan maqam Dia sebagai Dia yang tak dapat dijangkau, maqam di bawahnya adalah Wahdah. Lalu selanjutnya Wahidiyah. Dalam maqam ini, keesaannya telah mengandung tujuh nama yang siap diaktualisasikan. Tujuh tujuh nama ini adakah Hayy, Ilm, Iradat, Qudrat, Kalam, Sami', Bashir. Ketujuh nama ini sebenarnya adalah satu yakni Wahid.
Setelah pada sebelumnya dijelaskan tentang satu adalah banyak dan banyak adalah satu, maka melalui sistem ini, dijelaskan bahwa tujuh nama itu adalah satu. Selanjutnya diantara tujuh itu masing-masing memiliki nama-nama lainnya.
Ma'lum dan Ilm di dalam Alim
Ketiganya Wahid di laut lazim
Lagi Ia Hikmah lagi Ia Hakim
Lagi Ia Maqsum lagi Ia Qasim
Sesuatu yang diketahui dan pengetahuan adalah satu dengan yang mengetahui. Sebab bila tidak, maka semakin banyak pengetahuan seseorang, makin besar badannya. Objek yang diketahui dengan pengetahuan itu sejatinya adalah satu kesatuan yang berada bersama orang yang mengetahui, bila tidak pengetahuan tidak dapat terjadi. Pengetahuan adalah hadirnya si pengetahu kepada yang di ketahui, di antara keduanya disebutlah pengetahuan. 
Pengetahuan bukanlah tambahan atas objek pengetahuan bagi pengetahu. Pengetahuan adalah tersingkapnya tirai, sehingga yang sebenarnya pengetahu dengan yang diketahui adalah satu menjadi tersadari. Maksudnya, yang diketahui itu sebenarnya telah sedia, namun menjadi pengetahuan ketika pengetahu menyadarinya. Oleh karena itu, kata wujud dalam bahasa Arab itu artinya ditemukan. Maknanya sesuatu itu telah sedia sebelumnya namun belum ditemukan. 
Yang diketahui itu bukan materinya, tetapi gambarnya. Gambar ini adalah citra dari wujud yang diketahui. Jadi sebenarnya yang diketahui itu wujud melalui gambar hasil pencitraan. Demikian juga yang mengetahui bukan menghadirkan materi dirinya saat proses pengetahuan, tetapi memodifikasi wujud yang diketahui itu. Modifikasi ini dilakukan oleh wujud diri sipengetahui. Jadi yang diketahu dan yang mengetahui adalah wujud. Wujud adalah satu, tunggal, mustahil berpisah. 
Sistemi ini berlaku bagi penerangan atas Nama-nama lainnya.
Asyiq dan Ma'syuq dari Isyqi rata
Pada bilangan maklumat ia tiada nyata
Sunggupun emas berbanyak mata
Pada isti'dad asli sekalian esa
Misalnya, yang melihat adalah Dia, karena tiada apapun selain Dia, maka yang dilihat tentunya adalah Dia. Dia disebut ombak, ombak itu adalah air. Jadi, air juga tentu adalah dia.. 
Pernyataan ini dapat dijelaskan dengan sistem kausalitas sebagaimana yang dijelaskan dalam sistem Mulla Sadra. Menurutnya, Predikat itu sepenuhnya bergantung pada subjek. Sebagai contoh dari Hamzah Fansuri yakni ikan dengan anyir (h. 397). Tanpa ikan, anyir sama sekali tiada. Anyir secara mutlak bergantung pada ikan. Demikian juga penjelasan predikasi dalam sistem Mulla Sadra. Menurutnya, subjek mengisi keseluruhan predikat. Jadi pada predikat, seluruhnya adalah subjek. 
Demikian juga status daripada alam kita ini, adalah aktualisasi daripada realitas yang tidak teramati indera. Antara alam jasmani ini dengan alam ruhani, adalah satu kesatuan utuh. Semuanya berada dalam Wujud. Syarat memahami pernyataan ini adalah dengan melihat wujud dari alam ini, bukan mahiyah-mahiyahnya. karena mahiyah ini adalah semu karena dia proyeksi mental dengan indera yang tidak jelas.
Sungguhpun 'alim sekalian washil
Dengan rupa insan terlalu kamil
Jika sungguh kau 'arif lagi 'aqil
Pandang dirimu jangan kau ghafil
Sebagaimana pada manusia tidak dilihat pada aksiden-aksiden atau predikasi-predikasi yang melekat pada dirinya tetapi pada hakikatnya yakni wujudnya, demikian juga cara melihat alam. Demikianlah cara melihat alam kita ini supaya dapat dikatakan dia adalah sejalan dengan alam batin.
Ilmu nin masyhur seperti guruh
Jangan kau gentar takut kan bunuh
Nafikan rupa sekalian tubuh
Mangkanya dapat menjadi suluh
Menafikan rupa ini adalah dua cara yang sebenarnya sejalan. Pertama adalah melalui amalan, mengerjakan amal baik dan meninggalkan maksiat. Kedua adalah dengan mengambil makna, ibrah dan abstraksi nilai tertinggi dari pengetahuan-pengetahuan yang benar. Bukan sembarang pengetahuan dan bukan pula menumpuk teori-teori di dalam kepala.
Hamzah Fansuri terlalu mamang
Dengan nafsu diri lawan berperang
'Aqadkan Manshur yang hulubalang
Membuang nyawa tiada ia sayang
21 Ramadhan 1436 H



Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluhdua
Bahr Al-Haqq terlalu dalam
Ombaknya menjadi alam
Asalnya tiada bersiang malam
Di laut itu alam nin karam
Allah dalam KedirianNya tiada berbatas. Dia meliputi segala sesuatu. Segala yang dianggap makhluk adalah berada di dalam Dia. Dia adalah awal sekaligus akhir. Dia adalah zahir sekaligus batin. Keagungan adalah miliknya sekaligus Keindahan adalah bagiNya.
Awwalnya itu tiada terduga 
Akhirnya berbanyak muka
Dan bathinnya tiada terbuka 
Sungguhpun banyak asman-nya juga
Awalnya segalanya adalah satu. Lalu menjadi beragam. Banyak insan terjebak dalam keberagaman. Tidak tahu lagi jalan pulang, yakni jalan kembali kepada kesatuan. Hamzah Fansuri memiliki cara untuk kembali, yakni:
Syariat akan katamu
Thariqat akan kerjamu
Haqiqat akan anggamu
Mangkanya sampai wahid namamu
Terjebak dalam keberagaman adalah bahaya bagi insan. Kebahagiaan baginya hanya dalam kesatuan. Supaya kembali kepada kesatuan, insan harus meninggalkan segala identitas kediriannya. 
Manusia harus menguasai pikirannya. Pikiran harus dapat dijadikan alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sementara ilmu yang dimiliki adalah berguna sebagai suluh, yakni penerang bagi insan untuk menuju penyatuan. Mengenai rintangan menuju penyatuan. Hamzah Fansuri memperingatkan:
Nafsumu itu terlalu zalim
Pada Anggamu ia akan hakim
Markabmu tiada ber-mu'allim
Dimanakan dapat engkau salim
Sejatinya insan adalah wujud yang satu laksana laut. Luasnya tiada berbatas. Pada manusia terhimpun seluruh kemuliaan. Sehingga insan dikatakan wakil dan cermin Tuhan. Segala sifat Tuhan terwakilkan oleh manusia. Supaya potensi ini dapat teraktualisasi, perlulah membersihkan hati dan menjauhi tipu daya dunia jasmani.
Tuntut lau yang baqi
Tinggalkan wujud yang fani
Sauhmu ikatkan tali
Labuhkan daim di laut shafi
Kalau saja manusia tahu akan ketinggian dan kemuliaan eksistensinya, maka akan menyesal dengan segala amalnya. Bila dia berbuat maksiat, dia menyesal tidak berbuat baik. Bila berbuat baik, maka menyesal tidak berbuat baik lebih banyak lagi.
Hamzah nin jangan kau cari
Bangsanya bukan insani
Rupanya sungguhpun fani
Washilnya da'im dengan Haqqani
22 Ramadhan 1436


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluhtiga
Ruh manusia melalui begbagai proses dan biasanya pada setiap tingkatan Hamzah Fansuri memberi analogi. Dalam proses saat terbang menuju hadrat Ilahi, ruh dianalogikan dengan burung. Selanjutnya setelah ruh itu menyatu atau tenggelan ke dalam samudera ilahi, maka ruh dianalogikan dengan ikan tongkol.
Ikan itu terlalu ali
Bangsanya nur al-rahmani
Angganya rupa insani
Da'im bermain di laut baqi
Hamzah mengatakan, ikan tongkol, atau ruh manusia yang telah menyatu dengan Tuhan itu, nama dirinya telah hilang. Namanya tidak lain adalah isim Allah itu sendiri. Tuh Allah adalah nyawanya. Ini menandakan ikan tongkol itu benar-benar telah kehilangan identitas dirinya. Bahkan Hamzah Fansuri menegaskannya dengan mengatakan wajah Allah sebagai mukanya. Selanjutnya Hamzah Fansuri menyatakan:
Nur Allah nama bapainya
Khalqat Allah akan sakainya
Raja Sulayman akan pawainya
Da'im berbunyi dalam balainya
Pengenalan Allah oleh ruh yang telah tenggelam adalah tidak melalui konsep. Karena dia telah mengenal Allah dengan pengetahuanNya. Ruh demikian benar-benar telah telah dilingkupi kehadiran Ilahi. Dengan demikian, segala perbuatannya adalah perbuatan Ilahi. Demikian pula perkataannya. 
Fana fi Allah akan sunyinya
Inni ana Allah akan bunyinya
Memakai dunya akan ruginya
Radi kan mati da'im pujinya
Bagi ruh yang telah tenggelam ke dalam samudera Ilahi, dunia sama sekali tidak dipedulikannya. Hal ini tampak misalnya dalam kehidupan Al-Hallaj. Sufi Irak itu sama sekali tidak lagi memikirkan dunia. Bahkan jiwanya tidak lagi merasakan segala alam materi sehingga kesakitan fisik tidak ia rasakan lagi. 
Bagi insan yang ruhnya telah menyatu dengan Allah, jiwanya benar-benar telah melepaskan diri dengan segala konsep pengetahuan konfirmatif. Dengan demikian pengetahuannya adalah ilmu yang hadir secara langsung. Dia telah benar-benar kehilangan individualitasnya. Dia tiada mengetahui apapun lagi kecuali Al-Haqq.
Ikan itu terlalu zahir
Diamnya da'im di dalam air
Sungguhpun ia terlalu anyir
Washil-nya da'im dengan laut halir
Hamzah Fansuri menjelaskan bahwa bagi insan yang ruhnya telah tenggelam ke dalam samudera Ilahi, tiada yang diinginkan kecuali benar-benar lepas daripada alam materi. Tiada yang lebih diinginkan mereka daripada dunia ini kecuali mati. Namun bagi insan yang demikian, tidak soal bagi mereka apakah kematian yang sebenarnyakah yang datang kepada mereka ataupun hanya dalam makna saja, yakni lepas daripada keterikatan dunia, pastinya mereka sama sekali tidak membutuhkan dunia ini.
Hamzah Fansuri sungguhpun hina
Tiada ia radi akan Tur Sina
Diamnya da'im di laut Cina
Bermain-main dengan gajahmina
Langsa-Tanah Jambo Aye, 23 Ramadhan 1436


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluhempat
Ajib sekali akan gajahmina
Tempatnya da'im di laut Cina
Mencari air ke Tur Sina
Oleh itu kerjanya hina
Ikan tongkol adalah analogi tenggelamnya jiwa kedalam samudera Ilahi. Namun tenggelamnya ikan tongkol belumlah begitu mendalam: Gajahmina adalah analogi tenggelam yang dibuat oleh Hamzah Fansuri yang kedalamannya melampaui ikan tongkol. Tempat karamnya Gajah Mina adalah di laut Cina. Ini sebagai penegasan akan dalamnya ketenggelaman ruh ke dalam samudera Ilahi. Belakangan sains telah membuktikan bahwa palung laut terdalam adalah di laut Cina. Laut Cina juga dijadikan analogi karena di laut itu banyak sekali rintangan. Rintangan baik berupa manusia maupun rintangan alami.
Karangnya banyak rantaunya panjang 
Teluknya permai seperti kandang 
Ke itu yogya berenang
Mangkanya dapat sekarang memandang
Ruh insan yang tenggelam ke dalam samudera Ilahi sebagaimana dalam gajahmina melampaui proses yang sangat sulit. Tetapi setelah sampai pada kedalaman itu, maka tiada apapun selain kenikmatan.
Dengarkan hai anak pari
Jangan jauh engkau mencari
Dari air itu jangan kau lari
Supaya jadi engkau matahari
Insan yang gagal melihat Allah persis seperti ikan yang gagal melihat air. Tuhan itu amat jelas, tiada yang lebih jelas dari Dia. Namun sayang insan kebanyakannya dibutakan oleh quiditas.
Burukan lasykar dan pawai
Lenyapkan arta dan sakai
Tark al-dunya yogya kau rasai
Mangkanya dapat tiada kau lalai
Supaya mendapat ruh yang tenggelam sangat dalam ke dalam samudera Ilahi, maka hendaknya insan menjaukan diri dari segala ketertarikan dunia.
Hamzah Syahr Nuwi terlalu hapus
Seperti kayu sekalian hangus
Asalnya laut yang tiada berarus
Menjadi kapur di dalam barus
Lhoksukon 24 Ramadhan 1436


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluhlima
Raja Haqq dengan adanya
Da'im bermain dengan hambanya
Olehnya nyata dengan asmanya
Terlalu gha'ib dengan mukanya
Dalam sebagai Wahid, sekalipun ketersembunyian agungnya telah lepas, tetap saja dia adalah ketunggalan. Namun ketunggalan ini telah mengandung keberagaman. Rahasia-rahasiaNya juga belum dapat terungkap kecuali insan sempurna yang menyatu denganNya dengan pengetahuanNya ini insan mengetahui Dia.
Sifat akan katanya
Menjadi padang segala hambanya
Olehnya sangat nyata rupanya
Terlalu ghaib asal mulanya
Dalam kerahasian pengenalan dan pengetahuanNya, insan sempurnya tiada dapat menggambarkan tentang keagunganNya sebab tiada kata dan perumpamaan yang mapan untuk dipakai dalam menggambarkan Dia.
Segala menjadi shafi
Segala menjadi syawqi
Segala menjadi ruhi
Gusar dan masam di atas bumi
Kenikmatan seorang sifi dalam memandang Tuhannya dengan pandangan Tuhan sebenarnya hangalah kenikmatan personal mereka: Segala usaha mereka dalam menjelaskan Dia sekalipun memotivasi dan memberi semangat para komunikannya, tetap saja bukan sedemikian yang mereka konseptualisasi karena Dia inafiblity.
Segala menjadi dagang
Segala kawan berladang
Segala hartanya alang
Da'im berlabuh ke ujung karang
Segala menjadi qurban
Segala menjadi uryan
Segala membawa burhan
Di bumi Makkah dan ayat Al-Qur'an
Segala menjadi thalib
Segala menjadi ghaib
Segala menjadi ta'ib
Di dalam dunya terlalu Ghalib
Demikianlah Dia dengan DiriNya yang tiada tergambarkan dengan lukisan dan tiada terucapkan kata-kata. Dia hanya hadir pada diri insan yang sempurna perjalanan.
Hamzah sesat di dalam hutan
Pergu 'uzlat berbulan-bulan
Akan qiblatnya picik dan jawadan
Itulah lambat mendapat Tuhan
25 Ramadhan 1436


Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluhenam
Syurbat mulia di tangan Khaliq
Akan minuman sekalian asyiq 
Barang meminum dia menjadi nathiq
Mengatakan Anah Al-Haqq terlalu shadiq
Jalan bertemu dengan Allah adalah menghilangkan sistem penalaran yang menjadi perangkat yang dipakai manusia secara umum dalam berkehidupan. Penalaran berarti hijab antara Allah dengan insan. Kemabukan adalah cara menghilangkan penalaran, yang berarti melepaskan hijab.
Minuman itu bukannya cahaya
Menyampaikan kita kepada Mulia Raya
Barang meminum dia terlalu kaya
Dunya akhirat tiada berbahaya
Penalaran adalah cara manusia menyesuaikan diri dengan dunia ini. Dengan menggunakan nalar, manusia dapat hidup dengan menyesuaikan diri dengan alam materi ini. Namun untuk menuju alam yang melampaui materi, manusia perlu meninggalkan sistem penalaran ini. Para Rasul dan orang suci melakukan hal-hal yang diluar sistem penalaran formal sehingga mereka bisa menuju Tuhan.
Yogya kau tuntut pada syaikh Al-Alim
Syurbat yang mulia dari Abu Al-Qasim
Karena ia sempurna hakim
Membawa firman dan ilmu yang salim
Tahap awal, penalaran itu dibutuhkan, perlu dilakukan secara teratur. Penalaran yang benar ini sejalan dengan syariat. Pelaksanaan penalaran atau syariat dengan teratur, disiplin dan berkesinambungan, atau disebut dengan tarikat, akan menghantarkan pada pelepasan penalaran sehingga kesejatian atau hakitat dicapai dan dengannya terhantarlah pada pengetahuan sejati yang lepas dari penalaran. 
Syurbat nin hening takarnya batu
Asma itsnayn bangsanya satu
Yogya kau tahu kan hikmah ratu
Tinggalkan hikmah jua dan ratu
Amalan syariat yang benar dan konsisten itu termasuk dengan meninggalkan sekalian ketertarikan duniawi. Hidup insan mesti dengan wara'.
Hamzah Fansuri anak dagang
Da'im bersuhbat dengan hulubalang 
Penuh dan pepak tahu berperang
Barang kerjanya jangan kau larang
Zawiyah, 26 Ramadhan 1436



Pesan Syair Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluhtujuh
Ahad adalah Zat yang tiada dualitasnya termasuk dengan sifat. Karena itu, Ahad desebut dengan Huwa. Pertama karena Dia adalah Dia yang sama sekali tiada yang serupa dengannya. Dia jga disebut Huw, yang berarti tiada apapun Yang lebih Jelas bagi insan kamil kecuali Dia. Ambiguitas ini hanya bisa dipahami ketika insan sadar bahwa Dia Zahir sekaligus dia Bathin. Dalam aspek selanjutnya, yakni dia sebagai Wahid, dia adalah Satu yang mengandung keragaman.
Tuhan kita empunya Dzat
Awwal Hayy pertama bilang shifat
Kedua 'ilmu akan rupa ma'lumat
Ketiga murid akan sekalian iradat
Keempat Qadir dengan sekalian qudratnya tammam
Kelima Sifat yang bernama Kalam
Keenam Sami' dengan ada-Nya dawan
Ketujuh bashir akan halal dan haram
Sebagaimana terminologi intelektualitas murni manusia sepanjang sejarah, sufisme juga memiliki sistem keserasian dalam nama-nama Tuhan. Dalam sisi KeagunganNya (Jalal), Dia siap mengazap siapa saja yang membangkang perintahNya, tetapi KeindahanNya (Jamal) lebih diutamakan sehingga manusia memperoleh petunjuk jalan dan pengampunan bila tersesat.
Cahaya atharnya tiada kan padam
Memberikan wujud pada sekalian alam
Menjadikan makhluk siang dan malam
Ila 'abad al-'abad tiadakan karam
Segala wujud adalah dari Wajid al-Wujud. Wujud adalah satu, tiada terpisah. Segala fenomena adalah hijab bagi wujud. Mempelajari ilmu wujud sangat penting karena fungsinya umpama mengamati peta sebelum melakukan perjalanan.
Lautnya 'Alim alunnya ma'lum
Keadaannya Qasim ombaknya Maqsum
Twafannya Hakim syu'unnya mahkum
Pada sekalian alam inilah rusum
Wujud secara konseptual sangat terang dan jelas. Dia adalah satu wujud yang diterapkan pada setiap quiditas. Mafhum 'wujud' atau 'ada', bisa dipahami dengan mudah tanpa membutuhkan penjelasan sama-sekali, bahkan wujud konseptual adalah penjelas bagi quiditas-quiditas. Namun pada realitas, wujud menjadi terkaburkan oleh kehadiran quiiditas-quiditas.
Pada Wujud itulah yogya kau qaim
Buangkan rupa dan namamu da'im
Nafikan rasamu dari makhdum dan khadim
Supaya sampai pada 'amal yang khatim
Segala quiditas, secara teori penghalang bagi wujud, demikian juga pada kenyataannya, quiditas, baik seperti menghimpun materi seperti harta, maupun menghimpun konsep-konsep melalui pengetahuan yang tidak bergunan.
Hamzah Fansuri sungguhpun dha'if
Haqiqatnya hampir kepada Dzat al-syarif
Sungguhpun habib rupanya khatif
Washilnya da'im dengan dzat al-Latif
Peureulak, 27 Ramadhan 1436


Pesan Sya'ir Hamzah Fansuri: Puisi Keduapuluhdepalan
Tuhan kita itu terlalu 'Alim
Sulthan al-makhluqat sempurna Hakim
Menjadikan Adam nabi yang salm
Rupanya permai pada 'ilmu fahim
Alah mewujudkan manusia tiada lepas dariNya. Segala Sifat Tuhan tercermin dalam diri insan kamil. Pada insan kamil, segalanya adalah pantulah Tuhan.
Akan Adam itu jangan kau ghafil
Jamal Allah sana sempurna washil 
Jika engkau sampai ashiq dan 'aqil
Pandangmu sana dengan ilmu kamil.
Segala makhluk semuanya sempurna dalam diri Nabi Muhammad. Sebab itu seru sekalian alam bersalawat kepada beliau. Bershalawat itu untuk menjaga eksistensinya. Karena itu insan perlu shalawat. Supaya dia tetap sebagai insan. 
Bagi insan, akal adalah pilar keinsanannya. Tanpa akal, pilar itu hancur dan keinsanannya musnah. Al-Qur'an adalah penjaga supaya pilar itu tetap kukuh. Al-Qur'an dalah kesempurnaan akal.
Milatnya tahqiq terlalu kamil
Afshal al-lisan pada sekalian qa'il
Menyuruhkan sembahyang pada sekalian jahil
Dengan ma'rifat 'ali supaya hashil
Melaksanakan segala anjuran Al-Qur'an beserta penafsirannya berupa tauladan dari Nabi Saw adalah syarat mutlak mempertahankan keinsanan. Kesempurnaan keinsanan tercapai apabila syariatnya dengan baik yakni dengan tarikat hingga menghantar pada hakikat supaya memperoleh makrifat.
'Ilmu ini dari Sayyid Allamah
Dengan rupa diri lawan beramah
Dengan ma'rifat Allah akan sunnat manah
Barang menghadapkan ustadh di manakan salah
Menjaga keinsanan dengan segala amalan memerlukan bimbingan. Karena tanpa itu, akal tiada akan dapat menemukan sendiri sistem perawatan pilar ini, yakni syaria't, tarikat, hakikat dan makrifat. Akal hanya mampu menyadari. Tanpa bimbingan, maka keimanan hanya menjadi pelayan bibir saja.
Segala usaha insan adalah menjaga keinsanannya. Insan itu adalah kesempurnaan alam. Maka dia adalah paling dekat dengan Allah. Pada diri insan Tuhan hadir. Maka usaha adalah untuk mencapai makrifat.
Hamzah Fansuri sedia zahir
Tersuci pulang pada Sayyid Abdul Qadir
Daei sana kesini ter ta'ir-ta'ir
Akhir mendapat pada diri zahir.
28 Ramadhan 1436


Tidak ada komentar:

Posting Komentar