Seorang Pemuda Skeptis
Pemuda yang merasa dirinya self convidence itu menghampiri dua orang gdis yang sedang santai-santai di atas rumput-rumpu di dekat batang pinang. Kepada salah seorang diantaranya dia bertanya.
"Kamu sudah punya pacar belum?"
"Maaf..."
Tidak mengerti.
"Kalau sudah punya pacar tidak baik menghubungi pada waktu-waktu tertentu"
"Maaf, maksudnya?"
Bingung.
"Saya mau meminta nomor HP kamu.
Heran
"Tapi kalau sudah punya pacar, tak usahlah"
Selain over self convidence, dia juga seorang skeptis. Melihat orang-orang bersepeda, senam pagi, berjalan di batu-batu disusun runcing dan joging, dia bernyanyi:
Seribu Terapi
Sejuta pusat kebugaran
Semilyar resep ramuan
Semuanya tidak berharga samasekali dibandingkan dua rakaat shalat .
Dia mengndekati mobil pustaka keliling. Mencari-cari buku yang membuatnya tertarik. Dia menemukan "The Zahir" karya Paulo Coelho, orang Brazil. Dia menjadi bingung. Setahunya buku itu ditulis orang Argentina bernama Bergos.
Sambil membaca "The Zahir" dia mendengar seorang bocah laki-laki merengek pada ibunya. Didepan ibu dan si bocah ayahnya sedang asyik baca buku. Bukan karena tak dengar anaknya merengek sebab bukunya terlalu menarik, tapi memang sang ayah terlalu dewasa menanggapi anaknya menangis.
Menyaksikan itu si pemuda berkata dalam benaknya:
Kalau saja aku punya anak yang merengek akan kubentak dia hingga diam. Aku juga akan marah sebab anakku merengek pada tempatku "merengek" dan merengek.
Lalu akal sehat pemuda itu berkata:
Kalau saja bukan karena seorang ayah menganggap anak laki-lakinya sebagai dirinya sendiri yang terlahirkan kembali, niscaya semua ayah akan membunuh anak laki-lakinya seperti yang dilakukan keluarga kucing.
Mushalla Gunung Agung, 5 Des. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar