Link Download

Rabu, 01 Desember 2010

Cinta

Kahlil Gibran dari Lebanon bersenandung dalam Sang Nabi, cinta itu datangnya saat pandangan pertama, bila cinta tidak hadir saat itu maka dia tidak akan pernah datang sampai kapanpun. Artinya, bila anda berjumpa pada waktu pertama kali dengan lawan jenis dan saat itu tidak segera muncul sebuah getaran yang sulit diterangkan, maka artinya anda tidak mencintainya, dia bukan cinta anda. Sering karena akrabnya hubungan dengan seorang lawan jenis sehingga secara perlahan hubungan emosional muncul, maka itu bukan cinta. Sama seperti seekor hewan piaraan, kalau telah terlalu dekat dengan anda, maka akan timbul juga sebuah rasa. Sama seperti lawan jenis, bila hewan piaraan itu berpisah dengan anda, akan timbul rasa kehilangan yang disebut rindu (missing, Ing.).

Adapula jenis perasaan (emosi) yang disebut 'iba'. Perasaan ini bahkan bisa timbul pada siapa saja, sesama jenis, orang jompo, korban bencana atau bahkan orang tua sendiri saat menemukan orang-orang itu dalam keadaan tertentu dalam keadaan yang patut dikasihani dan memberikan kesan yang mendalam saat peristiwa. Perasaan itu mengandung rasa salut saat satu titik momen itu berlangsung. Itu bukan cinta.

Gairah, Unik, lucu, kagum, dan perasaan-perasaan positif lainnya itu bukanlah cinta. Cinta itu bukan emosi dan bukan pula rasa. Dia muncul tanpa alasan. Sementara, semua rasa dan emosi kedatangannya membutuhkan proses. Cinta dapat memunculkan semua perasaan positif dan menghilangkan semua perasaan negatif secara total. Tapi semua perasaan positif itu tidak dapat melahirkan cinta. Orang-orang selalu sering salah dalam mengenal cinta, mereka mengatakan perasaan-perasaan positif dalam komposisi tinggi dan mendalam sebagai cinta. Itu tidak benar.

Cinta itu tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata sebaba cinta tidak tersentuh akal, tidak terjangkau nalar. Berbicara ini saya jadi teringat penjelasan Iqbal dalam menerangkan hubungan pengalaman spiritual dengan penalaran. Setiap pengalaman itu subjektif saja sifatnya. Jangankan untuk memahami bagaimana orang lain merasakan cinta, mengatahui bagaimana sakit teriris pisau saja kita hanya mampu menilainya menurut pengalaman ketika kita telah pernah mengalaminya sendiri. Bila kita sendiri belum mengalamu sakitnya tangan terputus akibat sebetan benda tajam, bila menemukan seseorang sedang mengalaminya, maka kita tidak tahu bagaimana sakitnya kecual simpatik padanya dan menduga-duga sakitnya dengan melipat-lipat gandakan pengalaman teriris pisau yang pernah kita alami.

Teman-teman, baik laki-laki maupun perempuan, sepakat kita tidak akan mengerti apa itu cinta sebelum meresakannya sendiri. 'Merasakan sendiri' berarti subjektif. Artinya, cinta yang saya rasakan berbeda dengan yang anda rasakan.

Kita dapat dengan mudah mengatakan 'sakit' dan semua orang mengerti kata itu sebab semuanya pernah merasakan. Dengan mudah pula orang mengaku mengerti 'cinta' sebab mereka semua pernah mengalami emosi-emosi positif yang mendalam. Mereka mengaku kesan-kesan dan emosi-emosi positif itu sebagai cinta.

Aa mengatakan bahwa cinta itu fanatik sekaligus rasional. Pengakuan Aa mengenai cinta bertolak belakang dengan cinta di mata Gibran. Ketika Gibran mengatakan cinta sebagai tunas pesona jiwa dan muncul dalam sesaat (atau bila dia muncul dalam waktu yang lama maka itu bukanlah cinta namanya) maka terkesan pragmatis. Bertolak belakang dengan pragmatis, maka cinta yang membutuhkan proses, pendekatan dan pertimbangan (baca:rasionalisasi) disebut idealis. Disini ditemukan makna cinta Gibran mengarha pada konotasi kontra produktuf.

Namun saya kira idealitas dalam perspektif cinta mengandung makna yang lebih mendalam. Cinta akan mengorbankan dirinya tanpa batas hanya untuk menyelamatkan cinta itu sendiri. Mungkin sebab itulah banyak orang yang tidak menikah dengancinta pertamanya. Banyak jalan terjal menuju kepemilikan atas cinta. Dan banyak orang yang terjatuh ke dalam jurang. Demi menjaga keutuhan cinta itu sendiri tentunya.Karena itu sesungguhnya banyak manusia yang melewatkan malam-malamnya bersama orang yang bukan cintanya dan menjadikan anak sebagai pengobat duka kehilangan cinta. Sekali lagi, itu semua dilakukan demi menjaga cintanya.

"Cinta baru menyadari kedalamannya setelah tiba perpisahan," kata Gibran dan ini dapat menjadi alasan pengatur takdir kenapa banyak manusia yang tidak ditakdirkan hidup bersama cintanya. Dalam keterpisahan cinta menjadi lebih terlihat baginya, dia lebih mampu merasakan kehadirannya. Kala sunya cinta itu benar-benar hadir dihadapannya dan menampakkan dirinya dalam wujud yang lebih nyata dari yang nyata. Kala malam mulai larut saat bulan tenggelam kedalam wan pekat maka cinta hadir menyapanya, menyantuhnya dengan lembut dan bercumbu rayu dengannya. Saat itu cinta memberinya semangat untuk terus tetap hidup, meyakinkannya bahwa dia tetap utuh baginya meski tidur bersama istrinya. Kalau istri hanya mampu menyeka keringat karena lelah bekerja, maka cinta dapat menyeka duka dan lara karena mengorbankan hidup demi keutuhan cinta. Kalau istri mampu mengetahui jumlah uang dalam sakunya maka Cinta mampu memahami kepedihan jiwanya, luka di dalam dadanya, Dan cinta, paling tau cara mengobati semua perasaan itu. Kala malam tiba, cinta menyusup ke dalam jiwa, mengajaknya ke luar, bermain-main di taman, berbagi tawa ceria bersama cinta. Kala rindu mendekam, cinta datang mendekat menyandarkan kepalanya dan merasalah dia penyatuan total dengan cinta. Perasaan itu adalah perasaan yang hanya didapatkan apabila telah dilakukan pengorbanan yang besar dan kepasrahan total akan kehancuran diri dalam getirnya kehidupan.

"Betapa beruntungnya dia yang hidup tinggal besama cintanya" kata seorang penyair. "Mereka yang berhasil membina rumah tangga bersama cintanya adalah dia yang terlahir kembali" kata Gibran. Betapa tidak, cinta adalah teman jiwa sekaligus teman raga. Kala jiwa ditimang cinta, bersamanya raga ditimang cinta.

Edward Cullen mampu membaca pikiran setiap orang. Bahkan dia mampu membaca pikirang semua orang dalam sebuah ruangan secara sekaligus. Anehnya, dia tidak mampu membaca pikiran Bella. Awalnya aku menduga karena Bella tidak punya orientasi hidup. Dugaan ini diperkuat karena memang latar-belakang Bella penuh frustasi.

Tapi ternyata aku meralat kembali asumsiku. Edward tidak mampu membaca pikiran Bella karena dirinya sendirinya yang ada dalam pikiran Bella. Cinta Bella pada Edward begitu besar, begitu tulus. Hal ini persis seperti manusia yang tidak mampu membaca pikiran Tuhan, karena manusialah dalam pikiran-Nya. Mungkin begitu. Manusia juga selalu gagal memahami apa itu "cinta" karena dia sendiri adalah cinta.

Seorang pemuda begitu terpikat dengan keindahan dirinya melalui sebuah danau. Setiap harinya di berlutut di tepi danau dan mengagumi dirinya melalui pantulan air danau. Danau itupun begitu mengagumi dirinya sendiri melalui pemuda itu. Setiap pemuda itu berlutut dan mengamati dirinya melalui danau, maka danau itu menikmati keindahan dirinya melalui pantulan yang dimunculkan mata pemuda tersebut.

Pasanganmu adalah satu-satunya cermin yang memantulkan bayangn dirimu sendiri. Jika cermin memperlihatkan bayanganmu mengandung sebercak noda, maka bukan cermin yang harus dibersihkan, tapi dirimu sendiri. Apabila ada sesuatu yang miring kau temukan pada pasanganmu, maka dirimulah yang harus kau luruskan.

Ketika kasih sayang yang melimpah kau curahkan sepenuhnya pada pasanganmu, maka sejatinya kau sedang menyiran kebun mawarmu sendiri. Dan kau adalah bunganya.

Laila dan Juliet bukanlah cinta, tapi dia-dia adalah fasilitas yang tepat dimana cinta Majnun dan Romeo terekspresikan. Ketika Zamzami telah tiada, maka cinta Syalimah menjadi galau, kehilangan tempat. Ketika cinta telah pernah keluar dari rumah hati, maka dia akan membuatnya pedih saat kembali. Tapi Gibran mengekspresikannya pda tempat yang lain, melalui tinta cintanya mengalir. Duhai jangan sampai cinta itu liar saat kehilangan wadah ekspresi. Kalau itu terjadi maka kamu akan jatuh ketempat terendah ketika kau berada di tempat yang tinggi. Jadilah seperti Habibi yang kehilangan Ainun, jangan menjadi Soeharto yang kehilangan ibu Tien.

Kutanyakan pada Profesor Habibie apa itu Cinta. Dijawabnya singkat: Allah. "Cinta yang ada pada manusia adalah sepercik cinta Ilahi yang di titipkan pada manusia." Kata Profesor Engineering, yang kata Najwa Shihab juga layak disebut Profesor cinta.

"Suara punya kesepatan seribu km/detik. Cahaya punya kesepatan satu milyar km/detik. Dalam satu detik telinga mampu menerima seribu informasi. Sementara mata mampu menerima satu milyar informasi dalam waktu yang sama." kata tokoh yang masuk sepuluh besar intelektual nusantara versiku.

Maka berarti pula suara hanya mampu menyampaikan seribu pesan dalam satu detik, namun tatapan mata mampu memberikan satu milyar pesan dalam sedetik. Meskipun pencipta kalimat: "Cinta datangnya dari mata turun ke hati" belum mengetahui kecepan cahaya maupun suara menurut hukum fisika, namun ungkapannya semakin benar saja. Satu tatapan matamu sering lebih mampu meyakinkan pasanganmu darpada raruan bibir manismu sejuta kata.

Bayangkan yang sepercik itu getarannya luarbiasa. Aku membayangkan lagi begitu besarnya cinta yang dimiliki Sang pemilik cinta.

Kalau Tantowi Yahya di utus sebagai duta baca Indonesia, maka "Profesor Habibi sangat tepat bila dinobatkan sebagai duta cinta." Kata komandan Pikar.

Nanti kalau rasa itu datang kembali menghampiriku, kuceritakan lagi tentang cinta, hanya padamu, kawan.

Mentra 58, 1 Des. 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar