Link Download

Jumat, 01 Oktober 2010

St. Paul dalam Masalah Besar

Kalau Muhammad karena dari bangsa Arab tidak pantas, dan memang didak boleh selain Bani Israil menjadi Nasrani. Agama Nasrani hanya diperuntukkan bagi Bani Israil. Semua nabi sebelum Muhammad hanya diperuntukkan bagi satu bangsa saja. Semuannya berasal dari orang dalam bangsa itu. Tidak boleh ada 'tamu' daru luar.
Sebagaimana diungkapkan Saddam Hussain secara metafor melalui novelnya 'Devil's Dance', Bani Israil mengambil kesempatan akan Isa dan kitab injilnya, serta agama Nasraninya untuk dijadikan senjata sebagai persiapan memerangi juru selamat beserta agama Islamnya.
St. Paul memodifikasi Injil sebagai jembatan menuju lahirnya Islam menjadi senjata untuk memerangi Islam dengan cara merubah prinsip dasar dari agama Nasrani. Isa, dari sebagai nabi utusan dengan amanah Injil, dari kalangan Bani Israil, selaku manusia biasa sama seperti nabi-nabi sebelumnya, menjadi tuhan yang berubah bentuk menjadi manusia untuk menanggung dosa semua orang Kristen. Paul membuat konsep Isa sebagai tuhan agar, kelak ketika Muhammad lahir, Isa tetap lebih unggul dari Muhammad. Bila Isa tidak 'disulap' menjadi tuhan, maka pastilah Muhammad akan lebih superior dibandingkan Isa.
Isa, seorang pemuda paling miskin dengan pakaian sepasang yang hanya melekat di badan saja, hanyalah seorang nabi utusan untuk segelintir orang (diitus untuk Bani Israil saja) dengan misi yang gagal (ditolak habis-habisan oleh ummatnya). Bandingkan dengan Muhammad seorang pemuda keturunan golongan terpandang (baik dari keturunan ayah maupun ibunya), menikahi saudagar kaya (Khatijah) dengan misi agama yang gemilang (Islam mencapai 2per3 belahan bumi dalam waktu singkat) serta menjadi pemimpin tidak hanya dari kabilah-kabilah suku bangsa Arab saja melainkan juga hampir seluruh bangsa.
Selain itu Bani Israil yang menjadi langganan Tuhan dalam pengutusan rasul-rasul. Tidak mudah menerima rasul yang paling hebat dari kaum yang menjadi musuh sepanjang sejarah (baca: Arab). St. Paul khususnya dan Bani Israil khususnya harus cepat mencari cara agar kehebatan Musa dan nabi-nabi Bani Israil lainnya selaku utusan Tuhan tidak tenggelam oleh kemashuran Muhammad. Kehadiran Isa bersama Injilnya segera dimanfaatkan untuk menjadi senjata melawan Muhammad dan keutamaannya. Peenggagas Ide Isa selaku pemberi kabar gembira dengan akan datangnya juru selamat bernama Ahmad(*) dari saudara mereka(*) menjadi Muhammad sebagai rival dari Muhammad adalah St. Paul, seorang Bani Israil ahli Yudaisme dan ahli Injil dari Turki.
Konsep trinitas Kristem telah mengalami masalah sejak awal perumusannya oleh St. Paul. Di zaman modern serba rasional konsep kerancuan trinitas mencapai titik klimaks. Penerimaan konsep sekularisme oleh Kristen memang karena mereka tidak punya cara lain menghindarinya sebagaimana dikemukakan Al-Attas(*). Tapi saya kira penerimaan sekularisme oleh Kristen sebab mereka mengharap agar pengkajian ilmu-ilmu tidak melibatkan atau tidak menghubung-hubungkannya dengan teori-teori pokok agama. Bila ilmu-ilmu mengkaji pokok agama maka Injil akan menghadapi masalah besar. Bagaimana mereka bisa menjawab doktrin-doktrin keliru dalam di dalam Injil. Lebih dari itu intelektual Yahudi juga khawatir ilmu-ilmu akan mengalami banyak pembenaran-pembenaran terhadap kitab suci Islam((*Iqbal h2).
semboyan 'sekularismen adalah sumbangan agung Kristen bagi dunia modern' hanyalah sebuah tirai untuk bersembunyi dari kebenaran sejarah bahwa kristem telah sekuat tenaga memebendung sekularisme, namun gagal.
Injil selalu mengalami pertentangan dengan pertembangan teori-teori dan ilmu-ilmu baru sebab kitab ini dipaksakan terus bertahan melewati tempo pasca Muhammad. Padahal Injil dipersiapkan bagi Isa sebagai pedoman hingga turunya Al-qur'an. namun sebab utama Injil menjadi kitab yang ditolak oleh intelaktual-ntelektual mereka adalah karena hukum alam yang berlaku bahwa setiap teori yang dikembangkan manuasi pastinya akan mengalami absurditasi seiring pertgantian waktu. Sebab karena St. Paul mengotak-atik Injil dengan isi kepalanya maka injil pasca Paul bukanlah kalam Tuhan lagi melainkan teori Paul. Selanjutnya ketika Kristen hendak didakwahkan ke Barat, Yunani sebagai gerbang menuju Barat ketika itu masih gila filsafat. Masyarakat Yunani memfirter isi kandungan Injil, mensensornya hingga semua isinya hingga semua kandungan Injil bersesuaian dengan filsafat Yunani saat itu.
Karena filsafat juga hasil buah pikir manusia, maka pastinya mengalami absurditas seiring berkembangnya pemikiran manusia. Sebab itulah Injil mengalami penolakan oleh hampir semua intelaktual pasca pencerahan ilmu seperti Karl Marx, Friedrick Nietzsche dan Kahlil Gibran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar