Link Download

Kamis, 08 Oktober 2015

Cinta itu Indah



Ayah, cinta itu indah, ya.
 Kenapa bertanya begitu?
Bukankah ayah yang pergi ke warung kopi itu. Mematikan televisi dan engkau merangkulku.
 Malam menjelang pernikahanku. Bukankah ayah yang datang menjemputku. Membawaku pergi dari pengantin perempuan. Kita ke suatu tempat yang sangat sunyi.
 Indah sekali.
 Dan ayah menunkukkan padaku sebuah cinta yang sebanarnya. 
 Pada sebuah dusun. Harinya tidak gelap, tidak terang.
 Di sana orang-orang biar saja suka menggunjing dan menggibah.
 Tetapi ternak-ternak, ayam-ayam, bebek-bebek. Mereka menari bersama dengan rapi. Dengan gerakan yang sama secara bersama.
 Aku belum pernah menemukan pria yang lebih tampan daripada ayah.
 Aku belum pernah berjumpa manusia yang wajahnya lebih indah daripada ayah.
 Belum pernah saya melihat insan yang wajahnya memancarkan cayaha lebih indah daripada cahaya yang keluar dari wajah ayah.  Ayah, ananda selalu memenuhi keinginanmu.
 Sekalipun tanpa melalui kata, tetapi melalui cahaya mata dan air wajah Ayah, aku tahu Ayah yang memintaku melompat dari atap kendaraan yang sangat tinggi itu.  Padahal kita sudah susah payah memanjatnya bersama.
 Pada sebuah pantai, saat daratan telah lelah kita tempuh, saat Ayah akan kembali ke laut,- atau akan naik ke langit(?) Saat aku tahu kita akan berpisah, tidak henti-henti kuminta orang memotret kita. Saat kutahu Ayah akan segera pergi. Aku tidak ingin cahaya Ayah itu tidak kupandang lagi.
 Sayangnya kemara-kamera itu tidak ada yang bekerja.
 Akhirnya Ayah mengeluh kesakitan. Sakit sekali. Jelas sekali, aku bisa turut merasa sakitnya. Dan kutahu Ayah harus segera pergi.
 Kukumandangkan zikir ''La ilaha illallah'' berulangkali. Kuharap Ayah mengikuti.
 Tetapi yang keluar dari mulut Ayah adalah salawat Nabi. Berkali-kali Ayah mengulangi. Dari Ayah punya ekspresi, dan selalu dari sana saya menemukan pesan sesungguhnya dari Ayah, salawat yang ayah ulang berkali-kali itu jauh lebih penting daripada kumandangan zikir yang ''kuhantarkan''. Tetapi diujung shalawat itu keluar juga ''lailaha illallah''. Demikian berkali-kali.
 Saat Ayah menunjukkan ekspresi sangat sakit sekali, aku berusaha melalukan sesuatu untuk meringankan Ayah. Karena hampir kehabisan akal, kutunjukkan selembar daun bewarna hijau yang dicari hampir semua manusia tetapi hanya beberapa saja yang berhasil mendapatkannya. 
 Selembar itu juga merupakan tanda pendakian yang telah melalui berjuta tantangan dan rintangan telah berhasil dilalui.  Melihat itu Ayah bangga sekali. Rasa sakit Ayah tidak kurasakan lagi. Ayahpun tertidur di atas pasir pinggir pantai. Tanpa Ayah ucapkan, tapi entah bagaimana kuketahui ucapan itu dari Ayah, penuh kebahagiaan, kebanggaan, puncak tertinggi
 ''Anakku akan ke Amerika.''
 Aku tidak mengerti apa hubungannya daun hijau itu dengan Amerika. Setahuku tidak ada. Tapi bila disambung-sambungkan ya bersambung. Di sambung-sambungkan begitu-begitu, setiap satu hal dengan hal lain juga bisa berhubungan.
 Akan naik ke langit atau ke laut, rupanya keduanya benar. Ruhnya naik ke langit, jasadnya dibawa ke laut. Entah sebaliknya. Entaah. Di sana, langit dan laut adalah sama.
  Aku menyadari bahwa ada ruang di mana kita selalu bisa bertemu bersama. Ada juga ruang di mana aku harus pergi sendiri, tempat di mana aku mewujudkan mimpi-mimpimu, mimpi-mimpi kita. Dan itu adalah alam dunia ini.
 Aku yakin. Dan itu pasti, suatu hari nanti, kita akan berada di sana bersama selamanya.  Mungkin setelah beberapa dari cita-cita kita tertata di alam materi ini.
 Wallahu'alam :)

 Pada suatu pagi, 07-07-2015 Zawiyah


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar