Link Download

Kamis, 08 Oktober 2015

Cak Nun dan Pancasila



 Emha Ainun Najib atau Cak Nun mengatakan sila pertama Pancasila, yang menjadi dasar NKRI tidak layak bagi ummat beragama. Menurutnya, redaksi 'ketuhanan' itu bukanlah ajaran yang mengajarkan untuk taat kepada Tuhan tetapi kepada sifatNya saja.
 Dia menjelaskan, ketuhanan yang diajarkan Pancasila sama seperti sifat kepanasan, tetapi tidak menawarkan api. Dan sama seperti manisnya saja tetapi tidak menawarkan gula. Kesimpulan dia, Pancasila itu bukan menawarkan Tuhan tetapi sifatnya saja.
 Pernyataan Cak Nun ini membingungkan. Sebab pernyataan demikian, secara logika menuntut zat. Jadi kalau zat yang dia tuntut, bagaimana yang seharusnya bila Zat Tuhan yang dituntut?
 Bila menuntut ZatNya, berarti menuntut WujudNya. Bila WujudNya yang diaktualisasikan, maka menuscayakan kesirnaan wujud-wujud lain termasuk wujud manusia. Sebab mustahil Wujud yang tak terbatas bersanding dengan wujud terbatas karena meniscayakan yang tak terbatas menjadi terbatas.
 Pernyataan Cak Nun tentu saja berkonsekuensi pada kehadiran Wujud tak terbatas dan melenyapkan wujud-wujud lainnya. Sehingga manusia tidak memiliki wujud sama sekali. Manusia hanya boleh melaksanakan apapun yang menyatakan eksistensi diri. Hal ini berarti manusia harus mengaktualisasikan segala amal Tuhan. Tidak melempar kecuali Tuhan yang melempar. Tuhan menjadi tangan, kaki dan segala anggotanya sebab kedirian manusia harus lenyap.
 Hanya begini saja cara menafsirkan maksud Cak Nun. Dan cara ini berarti adalah mengaktualisasi segala Sifat Tuhan. Dengan demikian, redaksi 'Ketuhanan' tidak keliru. Karena segala amal yang dilakukan manusia adalah amal Tuhan Yang Maha Esa. Rupanya hanya terjadi perbedaan redaksi saja.
 Jadi kritik Cak Nun adalah kritik sindiran. Dan biasanya beginilah cara dia menggugah orang-orang.
 Wallahu'alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar