Para pelajar dan pengajar bidang Sastra di Nusantara mengenal Hamzah
Fansuri sebagai penyair. Puisi Hamzah adalah puisi pertama dalam bahasa Melayu
yang bersifat empat baris dan berrima aaaa1.
Karakter puisi seperti ini adalah kobinasi rubaiyat Persia dengan pantun
Melayu. Kekayaan estetika puisi Hamzah
mempengaruhi penyair sesudahnya hingga masa kini. Karakter puisi Ali Hasjmy dan
Amir Hamzah2 jelas menunjukkan pengaruh tersebut.
Di mata kalangan ahli Bahasa, Hamzah diakui memberi banyak sentuhan
terhadap bahasa Melayu. Dia menyerap banyak kata dari bahasa Arab dan Persia ke
dalam bahasa Melayu. Serapan ini bukan semata untuk memperkaya nuansa estetika
dalam karyanya, tetapi juga karena banyak kata yang dimiliki bahasa Melayu tidak
mapan untuk mewakilkan maksud yang ingin disampaikan. Berkat sentuhan Hamzah,
bahasa Melayu telah berubah5 dari sekedar bahasa puitik menjadi
bahasa ilmiah. Ini menjadi salah satu alasan bahasa Melayu dijadikan bahasa
resmi negara seperti Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.
Di kalangan tradisionalis Muslim, tokoh kita ini dikenal sebagai seorang
sufi. Sufi adalah ajaran yang diakui berasal dari Rasulullah Saw3.Sufi
adalah mereka yang menempuh jalan untuk mendekatkan diri Allah4.
Aliran sufi ajaran Hamzah dianggap sesat karena sulitnya masyarakat memahami
ajaran metafisikanya sehingga ajaran-ajarannya diamalkan secara sulitnya keliru5.
Tuduhan sesat secara tegas dilontarkan oleh Nuruddin Ar-Raniri dengan banyak
argumen6.
Sekalipun dilihat sebagai
ajaran seorang sufi, namun karya-karya Hamzah disadari bahwa seluruh konten
pemikirannya mengandung nuansa filsafat yang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan
dengan dua karya Syed Muhammad Naquib Al-Attas yakni Commentary of Hujjatul Shiddiq li Daf'il Zindiq on Nuruddin Ar-Raniri dan The Mysticism of Hamzah Fansuri yang
mengkaji persoalan ontologi dengan mendalam. Melalui dua karya ini kita dapat
menemukan bukti bahwa konsep ontologi Hamzah sangat sensitif. Sensitivitas
ontologi tidak hanya terjadi pada pemikiran Hamzah tetapi juga pada banyak
sufi-filosof lainnya seperti Syihabuddin Suhrawardi, Muhyiddin Ibn Arabi dan
Mulla Shadra.
Keseluruhan pemikiran Hamzah dapat digolongkan ke dalam tiga tema yakni
ketuhanan, kemanusiaan dan kosmologi. Ketiga tema ini memang menjadi tritunggal
pemikiran semua filosof. Sekalipun pada tokoh kita ini tidak ditemukan
karya-karyanya yang membahas logika dan epistemologi secara eksplisit seperti
pada karya-karya Ibn Sina dan Suhrawardi, namun dalam keseluruhan karya Hamzah
yang berbentuk puisi dan prosa, mengandung informasi tentang ontologi yang
sangat mendalam. Lagi pula, para sebagian sarjana filsafat Islam menolak logika
dan epistemologi adalah bagian dari filsafat Islam. Menurut mereka,
konsenterasi filsafat Islam adalah ontologi. Logika dan Epistemilogi hanya
dianggap sebagai pintu masuk dan analogi penjelas bagi ontologi. Karena itu,
Hamzah lebih suka menjelaskan Realitas Wujud melalui puisi karena “Puisi
memiliki banyak keunggulan sebagai media ekspresi pengalaman rohani karena
kepersonalan, keunikan dan keuniversalannya dapat terpelihara dengan baik”7.
Gerak jiwa manusia bila dapat disadari dan dipahami dengan baik dapat
dijadikan pedoman dan inspirasi untuk penerapan sistem pendidikan. Pendidikan
yang benar adalah pendidikan yang melihat manusia makhluk yang terus bergerak8
menuju kesempurnaan13. Hamzah sendiri mentamsilkan manusia seperti
anak dagang, yakni mereka yang menuntut ilmu sebagai proses penyucian diri.
Hamzah juga mengibaratkan manusia seperti perahu yang bergerak menuju sebuah
pantai. Pada karya lainnya dia mengumpamakan manusia seperti seekor burung yang
dari tempat rendah menuju tempat paling tinggi.
Tamsilan-tamsilan Hamzah cukup penting dan menarik untuk dikaji. Kita
juga akan berusaha menemukan konsep gerak jiwa manusia sebagai kontribusi bagi
sistem pendidikan. Di zaman ini, kita melihat para penyelenggara pendidikan
terlalu sibuk mencari pedoman penyelenggaraan pendidikan dari Barat yang telah
terbukti gagal memberi makna terhadap hakikat manusia. Dengan karya ini,
diharapkan kita dapat menemukan sebuah pedoman penyelenggaraan pendidikan yang
utuh dan matang.
Note:
1.
Abdul Hadi W.M., Tasawuf Yang Tertindas: Kajian Hermeunetik Terhadap Karya-karya
Hamah Fansuri, (Jakarta: Paramadina, 2001, h. 206)
2.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu,
(Bandung: Mizan 1990, h.69)
3.
Martin Lings, Ada Apa dengan Sufi, (Yogyakrta: Pustaka Sufi, 2004 h.134)
4.
Mawlana Abd ar-Rahman Jami, Pancaran Ilahi Kaum Sufi, (Yogyakrta:
Pustaka Sufi, 2003, h.xxv)
5.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, A
Commentary on the Hujjat Al-Siddiq of Nur Al-Din Al-Raniri, (Kuala Lumpur;
Ministry of Culture, 1986: 232)
6.
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Mysticism of Hamzah Fansuri, (Kuala
Lumpur: University of Malaya Press: 1970: 31)
7.
Abdul Hadi W.M., Rumi: Sufi dan Penyair, (Bandung: Pustaka, 1985: h. viii)
8.
Syed Muhammad Naquib Al-8ttas, Prolegomen to the Metaphysics of Islam (Kuala Lumpur: ISTAC,2001, h.143)
9.
Wan Mohammad Nor Wan Daud, Konsep Pengetahuan dalam Islam,
(Bandung: Pustaka, 1997, h.18)
10.
Ibn Sina melihat jiwa sebagai entitas yang
menjadi modal pergerakan manusia menuju kesempurnaan. Lihat: Dr. Muhammad
'Utsman Najatii, Jiwa dalaPandangan Para
Filosof Muslim, (Bandung: Pustaka Hidayah: 2002 h.144)
11.
Sa'id Hawwa, Tazkiyatun Nafs, (Jakarta: 2005, h. 418)
12.
Jiwa takkan mati bila jasad hancur . Lihat:
Fazlur Rahman, Avicenna's Psychology,
Oxford: Oxford University Press, 1952, h.58)
13.
Murtadha Mutahhari, Manusia Seutuhnya, (Jakarta:
Shadra Press, 2012, h.8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar