Link Download

Minggu, 12 Agustus 2012

Rahasia Diri Iqbal

I
Filsafat setiddaknya punya tiga ''lahan garapan'' subur. Petama Tuhan, kedua manusia dan ketiga alam. Setiap filosof pasti membahas ketiga hal ini. Karena tidak bisa membahas salah satu tanpa melibatkan dua lainnya. Tetapi bila diteliti dari sudut pandang masing-masing, maka setiap filosof bisa disebutkan memberi perhatian yang lebih kepada salah satu dibandingkan dua y
ang lainnya; terlepas si filsuf sendiri menyengajainya atau tidak. Kalau boleh membuat pemisahan sederhana namun tidak serius, Iqbal sendiri lebih berfokus kepada manusia atau ke-manusia-an dalam berfilsafat. Bukti ini tampak sangat kentara pada puisi-puisinya.
Dalam 'Asrar i Khudi' (Rahasia Diri), Iqbal menggambarkan bahwa sekalipun manusia mengambil jasad biologis serupa hewan, tetapi dalam diri manusia terkandung Ruh Ilahi yang dengan itu manusia menjadi sangat dekat dengan Ego Mutlak. Jasmani yang di pakai manusia adalah sebagai sarana yang memungkinkannya menerapkan amanah Ilahiyah pada alam semesta. Dan memang inilah tujuan utama manusia diciptakan yakni untuk mengelola alam semesta sesuai dengan kodrat Ilahiyah.
Manusia yang tinggi adalah mereka yang mampu menyelam makna tertinggi yang dikandung oleh puisi dan kitab suci. Iqbal sendiri mengatakan tidak mudah untuk menemukan makna di balik syair-syairnya. Bahkan dia berkeyakinan masyarakat pada masanya tidak akan mampu menemukan secara utuh makna di balik pesan-pesannya. ''Aku tak menghendaki telinga zaman sekarang; akulah suara penyair dari dunia masa depan''
Memang demikian adanya seorang pembaharu. Di tentang, namun perlahan-lahan diikuti. Orang pada masanya tidak mampu memahami pesannya. Lihat saja Ibn Sina, sudah seribu tahun, belum juga pesannya dipahami betul. Pertanyaannya, apakah sekarang pesan Iqbal telah dipahami oleh semua. Tidak. Baru beberapa kalangan intelektual saja yang dapat mengetahui pesannya. Butuh waktu lama lagi supaya pesan-pesan itu membumi.
Iqbal dalam menggubah puisi-puisinya lebih suka menggunakan bahasa Persia. Mengetahui itu mungkin langsung saja membuat kita mengklaim sebabnya bahwa karena gurunya, Jalaluddin Rumi, menggubah pusi-puisi dalam bahasa Persia. Tetapi saya kira tidak (cuma) karena itu, keindahan dialek dan irama bahasa itu bila dilagukan benar-benar menggugah. Lagi pula (dan ini saya kira paling penting), karena hanya orang Persia yang palng menghargai karya intelektual. Karena itu, bila ingin karya Anda dihargai, tulislah dalam bahasa indah itu.
Tidak henti-henti Iqbal memuji puisi-puisi Rumi. Sangat jarang pemikir yang berani dengan jujur melontarkan pujiannya sevulgar yang dilakukan Iqbal. Kita dapat menemukan dalam 'Rekonstruksi': hampir semua pemikir Barat mendapatKritik darinya, bebarapa pemikir muslim juga ada dan hanya Rumi yang mendapat tempat yang luar biasa. Saya sendiri mengaku sangat kagum dengan Rumi. Sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia saja melalui beberapa bahasa sebelumnya: masih terasa begitu indah.
Selain bahasa Persia, Iqbal juga memakai bahasa Urdu dalam bersyair. Tetapi tampaknya dia hanya menulis syair-syair terbaiknya dalam bahasa Persia. Baginya, sekalipun bahasa Persia bukan bahasa ibunya, bahasa itu lebih baik daripada bahasa Urdu, bahasa ibunya. Sekalipun begitu, Iqbal tetap mengakui keindahan bahasa Urdu.''Meskipun bahasa Urdu semanis madu/ Namun lebih manis bahasa Persia''. Bahasa Persia, pintanya, jangan dilihat dari permukaan, tetapi harus ditemukan keindahan itu dalam cita dan rasanya.

II
Dunia ini semua adalah 'manivestasi', 'ciptaan', 'akibat', dari Dia. Karena itu Iqbal memperingatkan bahwa berlalai-lalai dengan manivestasi, larut dalam ciptaan, sibuk dengan akibat akan melemahkan pribadi. Dia menawarkan kita supaya melampaui itu semua dan bersatu dengan Penyebab, Pencipta, Sumber. Karena dalam keadaan itu, kita dapat melihat semua kesibukan-kesibukan dengan keduniaan adalah kesia-siaan saja.
Bersatu dan mendapat cahaya dari Pencipta membuat kita bersinar, bercahaya. Dengan itu kita dapat menjadi penerus tangan Allah di muka bumi, menerapkan semua yang tercatat dalam Kitab Suci yang terpelihara, dengan tangan kita memberangus semua bentuk-bentuk kejahatan dan kemaksiatan, mewujudkan dunia damai laksana surga.

III
Takkan ada jantung yang berdetak, berhenti pula darah mengalir, kalau saja tidak ada sebuah tujuan. Karena tujuan inilah menggantung harapan, timbullah hasrat, menjelmalah gairah. Karena tujuan muncullah kebudayaan, menjelma pula sebuah peradaban; di susunlah desa-desa, dibangunnya kota-kota. Maka dipahatlah gunung menjadi tembikir, panci dan piala. Dengannya diasahlah batu menjadi permata. Dengan adanya, jadilah beda emas dengan logam besi. Mawar takkan mewangi tanpanya.
Tanpa itu tidak ada yang dapat menghargai puisi, siapa pula yang akan membaca kitab suci. Dengannya, luhurlah akal budi. Jalan kita adalah Akal. Akal adalah petunjuk dan pembimbing. Akal Tertinggi adalah tujuan kita.


IV
''Ciptakan emas dari setumpuk abu'' Iqbal sendiri tetap saja melihat alam materi sebagai sesuatu yang rendah. Abu adalah simbol dari hal yang rendah. Alam materi, utamanya bagi filsafat cahaya, adalah maifestasi terendah; yang paling redup dari cahaya. Tetapi dia memberi apresiasi kepada alam ini karena dia adalah pancaran cita Ilahi. Baginya, segala yang huna di bumi ini menjadi mulia karena kasih sayang Allah.
Maka kemuliaan bagi para wali, meski mengambil jasad debu, mereka adalah kemilau cahaya dari pancaran sinar mulia. Beruntunglah kaum muslim, sebab dalam dada mereka bersemayam sinar cayaha manusia paling mulia. Manusia yang karenanyalah segenap alam semesta ini mengada; kepada baginda bulan, bintang, gunung dan segala hewan bershalawat.
Seni dan pengetahuan adalah isi yang mulia dari butiran debu jasad kita. Tapi kedua itu adalah sebatas jalan dan sarana bagi fakultas kita untuk menuju Cahaya Tinggi. Nabi tidak bisa baca dan menulis. Berpuisi bukanlah pekerjaannya. Beliau hanya bersendiri, di gua hira. Hingga didapatinya suatu cahaya, yang dengan itu diselamatkanlah manusia-manusia. Diangkatnya tahta wanita, dia menghapus perbudakan manusia. Barat baginya penderitaan kita. Siang dan malam Nabi memikirkan nasib ummatnya. Dia berjuang megangkat martabat kita. Namun kita sendiri dengan suka rena tanpa merasa bersalah sedikitpun meletakkan kepala di bawah bangsa-bangsa yang telah di hinakan di bawah pedang Dzulfikar.
Indahnya Nabi kita tiada terkira, sekalipun keindahan tertinggi sudah berada di genggamannya, beliau tidak rela bila kita dilalap api neraka. Nabi menolak segunung emas dan memilih tidur di atasselembar tikar kasar. Air matanya terus jatuh, kakinya sampai bengkak, selalu bersujud dan berdoa, semoga kita beroleh tempat mulia bersamanya.
Ibrahim begitu terkagum dengan cucunya. Ingin dia kembali ketanah Makkah, menjadi ummat mulia. Musa betapa merasa rendah di hadapan budi serorang Rasul mulia. Khidir tampaknya selalu mencuri-curi, untuk belajar darinya. Dia sadar tak untuk mengajari seperti untuk Musa dalam sebuah perjalanan.
Mari lihat kembali alasan kita berdiri di sini. Mari kita melangkah supaya bersatu dengan cahaya tinggi. Mari rajut kembali tujuan yang kemarin mulai rapuh. Hanya dengan iman kita punya alasan bahkan untuk bernafas. Janganlah pandangan mata wan wangi-wangian menjadi pengabur asa kita. Singkirkan semua kabut yang membuat tujuan jadi kabur. Bila tidak maka kita tiada beda sebutir pasir di bawah terompah.

V
Sebuah cita-cita telah dirajut bersama hari kelahiran. Namun dalam perjalanannya kita sering menjadi lupa. Akibat banyak yang dilihat, di dengar, di cium, diraba dan dirasa. Maka kita kita jangan sampai lupa dengan cita-cita yang tinggi itu. Kita tidak diciptakan untuk warna dan rupa. Pemandangan dan wewangian adalah untuk getaran. Getaran yang dengannya semestinya jalam di perjalanan menjadi makin lancar. Seharusnya dengan indera membuat tujuan makin kelihatan.
Dalam menggapai cita janganlah diri sampai digadai. Harga kita adalah tinggi, janganlah ditukar dengan segala jenis materi. Kenapa harus mengemis untuk harga diri. Semua akan diberikan bila mau menjaga keselamatan: Jangan hargi diri mukmin dirampas. Sungguh tercela yang mepaskannha dengan iklash.
Kepada musuh jangan mengharap belas kasih. Kepada musuh jangan mengadai harga diri. Jangan pula suka mengemis. Betapa mulia bekerja dengan tangan sendiri, sungguh terpuji yang berjuang sendiri. Kepala tegak menyongsong mentari. Setiap pagi dengan senang hati: melafadzkan nyayi-nyanyi bersama burung-burung tanpa canggung.
Bagi yang suka mengemis dan meminta, kehinaan adalah sahabat sejatinya. Betapa hinanya mereka yang suka makan suap, laknat Allah menimpa padanya. Mereka yang suka menerima upeti sama hinanya dengan menjual diri. Semua kejahatan meredupkan arah menuju tujuan mulia.

VI
Pangkat-pangkat dunia tidak berarti sama sekali. Dianya begitu hina. Adalah yang mulia derajat di sisi Tuhan yakni ketakwaan dalam beribadah. Harta yang banyak malah menjauhkan dari Tuhan, membuat kita lalai dengan tujuan. Tidaklah mulia mereka yang perpangkat raja, yang terpuji adalah wali Allah.

VII
Kaum muslim adalah ummat yang sangat kuat. Semu bangsa takut pada kit
a, kita pernah menguasai dunia. Tetapi karena fanatisme kita akan peninggalan nenek moyang, melemahkan kita kembali. Egoisme kesukuan telah membuat kita terhina. Begitu mudahnya kita diprovokasi, hanya karena bentuk tulang dan warna darah. Padahal Nabi kita telah menghapuskan persaudaraan darah dan menggantinya dengan sesuatu yang lebih tinggi dari materi manapun.
Jangan pula imajinasi-imajinasi sufi melemparkan kita dari dunia ini. Jangan sampai kita terlarut dalam mimpi dan menemukan kepala sendiri di bawah alas kali manusi-manusia yang pernah dihinakan. Sunggung malang menjadi hina di hadapan makhluk yang dihinakan Tuhan.

VIII
Plato adalah pemikir besar: paling besar. Seseorang Pernah mengatakan semua filsafat setelah Plato adalah cuma catatan kakinya. Dia tida hanya mampu memutar balik isi pikiran tapi bahkan pikiran itu sendiri. Filsafatnya adalah keraguan. Model ini diwariskan hingga zaman modern. Maka jadilah dunia ini adalah sebuah keraguan. Bagaimana bisa membangin asa berlandas keraguan.

IX
Allah melaknat syair dan puisi. Tetapi bagi Iqbal adalah kecuali bagi syair dan puisi yang diberi bara oleh ajaran suci Islam. Pembangkit semangat ini punya arah tujuan yang jelas. Lihatlah sajak-sajak Iqbal sendiri yang mempu membangkitkan persatuan muslim India. Tentunya kita tidak lupa Hikayat Prang Sabi dari Aceh yang mampu menjaga marwah kaum muslim di sana dari terhinanya penjajahan. Demikianlah sastra kaum muslim yang punya arah, punya tujuan, mengandung cita yang jelas dan pasti.
Syair kaum muslim indah dan membuat bahagia. Irama dan isinya menumbuhkan semangat, mengokohkan keyakinan. Syair yang dilaknat seperti duri saja, menusuk jantung, membuat pikiran jadi tidak tenang. Tidak ada kata-kata penyesalan, tidak pernah memancing pesimisme, semuanya adalah semangat dan optimisme. Demikian karakter luhur dalam sastra Islam.
Sayangnya biasa sastra hanya dibaca oleh orang tua-tua sehingga yang dituai hanya penyesalan dan rintihan di hari tua.

X
Dalam karakter unta ada banyak pelajaran yang dapat diambil. Diambil untuk dijadikan pedoman hidup: dijadikan pegangan dengan sekokoh-kokohnya. Dia itu bijak, pekerja keras, sabar, tegar, lembut langkahnya. Unta makannya jarang, tidurnya sedikit, masihkah dia tidak bermanfaat?
Janganlah keras kepala, taat kadang bermanfaat. Syariat adalah kesuburan, lepas dari padanya adalah badai gurun: di mana hendak bersembunyi?

XI
Ali adalah pintu ilmu Nabi. Mecintai beliau dalah mencintai Nabi. Dengan mencintai keluarga Nabi kita beroleh cahaya. Mari kita terus ingat dan kenang semangat perjuangan Ali yang tanpa pamrih. Semua yang beliau lalukan adalah bukti pengabdiannya pada agama. Mari jadikan dirinya sebagai tokoh andalah kita. Melalui Ali kita bangkitkan semangat perjuangan.
Kita telah lalai,
 terlalu larut dengan dunia, terlena dengan lumpur. Cahaya kiya telah sangat redup, kita telah mulai lupa dengan alasan sebenarnya tentang tujuan kita mengada. Mari renungkan kembali riwayat hidup Ali. Dia rela hidup miskin karena terlalu cinta pada Tuhannya. Bila ingin mengenal makna kerendahan hati teladani dirinya. Bila ingin punya semangat cinta yang tinggi, pelajari dari Ali. Kalau ingin tahu harga sebuah persatuan maka tekuni hidup Ali. Kalau ingin tahu arti sejati kedamaian dan perdamaian, tentu melalui Ali.
Dalam medan juang, kita mengenal makna keteguhan, kekuatan dan kesabara melalui Ali. Melalui dirinya kita tahu bahwa cinta itu indah, kesederhanan itu mulia. Setidaknya kita menghormati perjuangan Ali dengan tetap beraja di jalur syariat. Janganlah kita menjadi ummat yang mencibir perjuangannya dengan malah tunduk dan patuh pada musuh-musuh yang telah ia taklukka.
Mari jadikan semangat Ali sebagai semangat kebangkitan kita. Sudah terlalu lama kita terpuruk. Begitu hina sudah derajat kita di hadapan manusia. Kita telah mencampakkan Al-Qur'an dari hati. Rasul mulia tidak kita hormati lagi. Jasa sahabat telah kita lupakan. Mari kembali, mari perteguh iman kita, belum lagi membatu hati kita. Mari ambil setetes dari Ali, dan kembalikan marwah Islam nan jaya.
Bila kita meninggalkan syariat, maka kelak anak takkan mengenal bapak, anak-anak akan menjadi bandit semuanya. Tidak ada lagi gairah orang tua mengajarkan agama pada anaknya. Di beberapa negara muslim, orang tuanya sendiri sama sekali pada agama tidak peduli. Rontok iman kita, hidayah telah pergi entah ke mana. Jadilan yang haram sebagai makanan kesukaan. Daging kita menggelora gairah nafsu. Malah kepada agama sendiri kita alergi.
Orientalisme telah menyesatkan pandangan dunia kita. Sufi dicitrakan sebagai pemalas yang kerjanya cuma duduk malas sambil berzikir. Citra itu sungguh tidak benar. Kenapa kita hanya mengenal Imam Khomaini sebagai wali yang hanya duduk, kita kenapa lupa bahwa dia adalah pelajar yang gigi, pejuang yang tangguh dan dengan muka tegak melawan negara adidaya dunia. Kenapa hanya mengenal Hamzah Fansury sebagai sufi penyair saja, bukankah dia adalah hakim agung, kepala dewan rakyat sekaligus penentu hukum Tuhan di muka bumi untuk sebuah negara besar Aceh Darussalam. Kita hanya mengenal ulama kita dengan kaca mata kuda. Betapa kelirunya kita telah dibodohi oleh tipuan licik musuh agama.
Kita adalah singa, tapi ditulis dalam riwayat sebagai kambing. ''Pandawa palsu merebut kekuasaan dari yang sah. Dan dengan memalsukan hakikat, dia sebut dirinya penuh hakikat'''. Maka yang perlu kita lakukan adalah mempersiapkan potensi sendiri, mari lihat dengan mata sendiri, bagaimana aslinya diri kita. Belum lagi patah taring-taring dan cakar tajam kita. Sekarang saatnya bangun melangkah merebut kembali harkat dan marwah kita. Mari hidupkan kembali nyala api kemenangan khaibar.

XII
Iqbal sering menyentuh tentang bukit Tursina. Para penyair sering menyebutkan bahwa manusia adalah lempung. Lempung itu adalah istimewa karena di dalamnya terkandung ruh yang mulia. Umpamanya seperti bukit Tursina, sebuah tanah yang cahaya Tuhan dalam bentuk api pernah berada di sana.
Keluhuran budi, ibadah yang benar, adalah pembeda manusia dengan makhluk lainnya yang sama-sama dari l
empung. Di samping itu, karya yang bermanfaat, dapat menjadikan manusia menjadi makhluk mulia lagi bermartabat. Karya yang terus bermanfaat sekalipun dia telah lama mati adalah penjadi seorang manusia sebagai tutur yang indah sepanjang masa.

XIII
Kaum muslim harus seperti intan. Intan itu mulia, kokoh dan bercahaya. Inti darinya tidak terpengaruh kondisi sekitar. Dia tidak meresapi suasana sekitarr. Dengan begitu pribadi akan menjadi kokoh.
Kalau dalam berprinsip, jangan seperti air, mudah melarutkan apapun di sekitarnya, bila terik datang, dia merosot dan memuai; yang di cari adalah yang rendah-rendah.

XIV
Arang batu bara dan intan sama dari tanah. Arang rupanya buruk, warnanya pekat. Intan demikian berkilau, indah bercahaya. Arang hanya sekali pakai untuk dibakar lalu menjadi abu. Intan demikian mempesona, setiap sudutnya memancarkan cahaya, keindahan takkan memudar. Arang dibakar oleh para budak, dan intan dijadikan hiasan mahkota diatas kepala raja.
Intan adalah t
anah yang telah matang. Dia telah menempa dirinya dalam waktu yang lama. Tanah yang sebenar-benarnya adalah tanah yang indah, mulia dan mengagumkan. Arang batu bara adalah batu yang lapuk, karena itu mudah terbakar. Jaganlah seperti arang batu bara, begitu rapuh, sekali bakar lalu jadi abu. Pribadi yang tangguh haruslah kokoh seperti intan, supaya kita berharga dan bercahaya.

XV
Bahasa adalah sebuah keindahan paripurna: untaiannya indah laksana lukisan. Makna di baliknya adalah sebuah realitas. Bahasa punya rasa yang syahdu menusuk kalbu. Dia adalah sebuah lambang bagi kehidupan, getarannya adalah sebuah energi yang menggerakkan. Demikian setidaknya syair-syair dalam renungan Iqbal.
*
Jadilah seperti gunung. Dia kokoh dan berwibawa. Jangan menjadi sungai, dia mengalir tanpa kesadaran. Pada tujuan akhir dia menghilang ditelan samudera. Gunung memang tampak diam, tetapi di dalam dia bergerak, bergelora. Api semangat yang dikandungnya tidak pernah padam.
Pada gunung, awal fajar menyemangati. Padanya pula senja akhir menyapa. Dia melihat tarian bintang dengan begitu jelas. Dia menantang rembulan dengan perkasa. Matahari terus menyinari, tetapi pakaian salju kewibaannyanya tidak bisa luntur.

XVI
''Tuangkan cahaya Ilahi di atas gulita amalmu''. Adalah tauhid bekal kita dalam berhidup. Ibadah syariat adalah tiang kehidupan. Jihad adalah semangat. ''Siapa yang menghunus pedang tidak demi Tuhan, pedang itu akan menusuk dadanya sendiri''. 



XVII
''Jika ilmu sebatas kulit, dia jadi ular. Jika ilmu meresap ke hatu, dia jadi sahabat''. Ilmu bila tidak diamalkan akan jadi belati yang menembus daging sendiri. Kalau dia diamalka, maka jadilah pelita penunjuk jalan, menjadi pedoman dalam kehidupan.
Janganlah demi sepetak tanah marwah digadai. Sangat keliru memburu harta itu, tidak pernah sekalipun harta memberi kebahagiaan, namun malah sebaliknya. Demi sebuah kesepakatan manusia tentang pangkat atau jabatan, kenapa pula agama digadai. Islam itu sangat tinggi, jangan kita menodai. Tidak ada keselamatan sedetik dan sejengkalpun di luarnya; kenapa memilih menjerat leher sendiri.

XVIII
Malang orang yang melihat waktu sebagai pergantian sidang dan malam. Padahal matahari mengada sejenak, kemudian musnah. Tetapi waktu kekal abadi; dia awal, dia akhir. Tempaknya memang konsep waktu yang saya pahami kini dengan konsep waktu milik Iqbal sejalan. Bagi saya, waktu adalah Energi yang menggerakkan segalanya.

XIX
Dalam pandangan Iqbal, orang timur punya, cinta sementara Barat kuat dengan nalar. Maka dia berpesan ''Jangan pinta karunia dari si tukan gelas Magribi. Buatlah sendiri piala dan kendimu dari tanah lempungmu''. Dan tampaknya untuk masa kini, hanya bangsa Cina dan Persia saja yang mampu hidup dengan mandiri tanpa berharap belas kasih dari Barat. Dengan berharap belas kasih dari Barat, bangsa-bangsa Timur yang lain jadi budak.
Sebenarnya bekal yang dimiliki Timur jauh lebih banyak. Eropa sepanjang masa adalah kanibal. Saudara sendiri sekalipun dimakan. Dulu melalui militer sekarang dengan ekonomi. Lihatlah si Tumur Persia, sepanjang masa membuat hina si Barat Romawi. Kenapa kita tidak warisi semangat Persia, intelektualitasnya juga kita abaikan. Semangat dan ilmu warisan Persia malah kita jadikan selimut salju supaya badan terus dengin dan tidur selalu.
Kemuliaan bukan seperti apa yang berada dalam ambisi Barat, tetapi pada orientasi kearifan Timur. Dunia hanya akan terbakar dan menjadi tempat yang begitu membuat panik di tangan Barat. Bagi Timur, dunia adalah sebuah surga yang indah dan sejuta dimana semua orang berhak mereguk.

XX
Hanya jadikan panoraman alam dunia yang indah ini sebagai getar dari alam tak berakhir.Hendaklah selalu mengingat bahwa hidup di dunia warna ini tidak kekal abadi. Senantiasa ketahui bahwa di dunia sanalah yang kekal abadi. Kitalah penentu pemberhentian sendiri. Tidak sesiapapun yang salah selain diri sendiri bila buruk pemberhentian akhir nanti.


XXI
Bagi orang sakit gigi, suara biola yang indah baginya adalah sebuah gesekan ngilu yang menyakitkan. Segolongan filsuf mengatakan objekluar sepenuhnya ditentukan oleh psikologis pribadi pengamat. Di beberapa sisi, memang demikian adanya.
Alam semesta ini begitu indah. Dan indahnya itu hanya dapat dilihat dan dirasakan manusia. Bila memposisikan cacing atau makhluk lain
 pada posisi yang sama dengan manusia yang sedang memandang panorama alam, maka tetap saja makhluk apapun itu tidak dapat menemukan panorama itu. Potensi diri makhluk selain manusia tidak ada untuk memandang dan merasakan keindahan alam ini. Maka keindahan alam sebenarnya adalah keindahan pribadi manusi yang dikonformasi di realitas luar.
Orang yang sedang punya masalah keluarga tidak akan dapat menikmati panorama yang sama dengan orang lain yang baru saja dapat bonus. Karena itu, barang siapa yang selalu dapat merasakan indahnya panorama semesta dan menemukan getar-getar substansial melaluinya, maka bagi dirinyalah terkandung potensi menemukan keindahan eden di akhirat kelak.

XXII
''Hari ini kulihat kerajaan dan negara yang bagiku hanya tipu daya kau gereja''. Demikian Iqbal menguntai pendangannya tentang Lenin. Seolah itu adalah buah pikir Lenin sendiri. Dalam 'Javid Nama', Iqbal banyak menguntai seperti ini. Cara seperti ini adalah pandangan seorang penyair dalam membaca buah pikir para pemikir dan menguntainya seolah itu adalah buah pemikir itu sendiri. Iqbal membaca jiwa para pemikir.
Lenin, sebagaimana hampir semua pemikir Barat modern, menyadari pandangan dunia berpondasi pada kejahatan kaum gereja. Gereja mengamini pensejahteraan satu orang dan pemelaratan ribuan lainnya. Buruh adalah budak zaman modern. Berhalanya adalah mesin-masin.

XXIII
Ya, Allah. Karena engkaulah kami hidup. Untukmu setiap hela nafas ini. Peliharalah selalu iman di hati kami. Kami sadar karena berhala-berhala, aqidah kami merapuh. Perteguh tauhid kami. Harcurkan segala patung berhala di hati ini. Bimbing kami selalu di jalan yang Engkau ridhai. Ajari kami mengucap dua kalimah syahadat saat sakaratul maut. Tempatkanlah kami bersama para nabi dan syuhada di akhirat kelak.
Ya, Allah. Banyak dosa yang telah kami perbuat. Ampuni semua dosa kami. Gantilah kegelapan dengan cahaya dalam jiwa kami. Indahkanlah laku kami. Buat perangai kami menjadi laku yang santun. ''ngkaulah rembulan bagi kami, mohon terangi rumah gulita kami, dan jenguklah gundah ini.
''Aku bagai bunga di tengah padang. Di tengah keramaian, aku sendiri''. Maka kami mohon karunia-Mu. Agar kami mendapat cahaya-Mu selalu. Perkenankan kami syafaat Nabi-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar