Link Download

Minggu, 05 Agustus 2012

Kenapa Orang Aceh Utara Cantik-cantik

''Kenapa orang Aceh Utara Cantik-cantik?'' Pertanyaan ini pernah aku ajukan pada orang lain. Pernah juga pertanyaan ini orang ajukan padaku. Pernah juga pertanyaan ini orang ajukan pada orang lain. Pernah, pertanyaan ini aku ajukan pada diriku sendiri. Singkatnya, pertanyaan ini pernah diajukan orang pada siapa saja bahkan termasuk dirinya sendiri.
Kono
n katanya kecantikan bidadari itu tujuh-puluh-tujuh kali dibanding kacantikan gadis Persia yang paling cantik. Seseorang pernah mengatakan, baru ada yang dapat menyaingi kecantikan gadis Persia adalah peranakan Persia-Pasai.
Nah, seorang pria bernama Syahdan berbapak Persia dan beribu orang Pasai. Syahdan adalah pria tertampan yang pernah dilihat orang. Ayah Syahdan datang dari Tanah Persia untuk menjual minyak wangi dan permadani. Dari Pasai dia biasanya membawa pulang rempah-rempah termasuk kelapa dan tali serabut kelapa.
Pada suatu waktu saat ayah Syahdan turun ke sebuah dusun ikut mencari kelapa. Dalam hajatan itu dia berjumpa Putroe Keumala. Putroe Keumala adalah putri seorang ulama di kampungnya. Ayah Putroe Keumala adalah keturunan Alul Bayt. Putroe Keumala adalah ibunya Syahdan. Setelah menikahi ibu Syahdan, tercatat ayah Syahdan hanya beberapa kali melakukan pelayaran dan menerap di Pasai.
Umur Syahdan 19 ibunya meninggal. Dua tahun kemudian ayahnya yang menghadap Allah. Sejak kecil Syahdan sudah sering diajak wayahnya berburu di hutan. Buruan mereka beraneka ragam. Rusa, kijang, kancil, kelinci hutan dan banyak lagi. Setelah ayahnya meninggal, Pawang Ali, teman dekat ayah Syahdan yang memimpin kelompok pemburu. Tapi enam bulan kemudia Pawang Ali tewas terjatuh dari pohon sangat besar dan begitu tinggi. Selanjutnya Syahdan memegang kendali.
Sebuah berita yang beredar di kalangan masyarakat kampung Diwa akhirnya sampai juga ke telinga Syahdan. Cerita itu adalah mengenai sekelompok bidadari yang suka turun ke bumi untuk mandi di sebuah mata air di gunung Gayo. Di Gunung Gayo terdapat sebuah mata air yang airnya paling jernih.
Syahdan mendengar cerita itu dari murid-muridnya. Syahdan memang punya rutinitas mengajar Al-Qur'an dan berbagai ilmu lain kepada masyarakat. Di kanpung, Syahdan dikenal sebagai mu'allim yang berari pengajar. Syahdan yang jago dalam beretorika juga sering berdakwah melalui podium di kampung-kampung jauh dari Diwa.
Di luar kampungnya, Syahdan dikenal dengan Malem Diwa. Nama depannya adalah penuturan yang mudah pada bibir masyarakat untuk menyebut kata 'mu'allim'. Nama belakang tentunya diambil dari nama kampungnya.
Syahdan adalah tipe pemuda yang tidak mudah percaya pada cerita-cerita yang tidak jelas asal-usulnya. Demi membuktikan benar tidaknya cerita itu, dia memberanikan diri ke tempat yang diisukan dijadikan pemandian para bidadari. Ternyata yang berita yang beredar di tengah masyaraat itu benar adanya. Terdapat sebuah mata air di pegunungan yang agak jauh dari kawasan Syahdan berburu. Setiap tiga hari dalam seminggu, saat matari berganti tugas dengan bulan dan bintang-bintang, sembilan bidadari turun dari langit untuk mandi.
Kesembilan bidadari itu mengenakan pakaian berbada-beda. Setiap mereka mengenakan selendang dengan warna yang sama dengan pakaian masing-masing. Mereka semua adalah kakak beradik. Yang paling cantik diantara bidadari-bidadari yang cantik-cantik itu adalah yang paling bungsu. Si bungsu mengenakan pakaian bewarna ungu.
Saat terjun ke air, mereka semua melepaskan selendangnya dan meletakkan diatas sebuah batu. Syahdan yang sudah beberapa kali mengintai para bidadari pada kali itu diam-diam mengambil selendang si bungsu bewarna ungu.
Setelah selesai mandi si bungsu bingung selendangnya hilang. Saudara-saudaranya tidak dapat membantu. Mereka harus segera kembali tepat waktu. Maka dengan berat hati kaka-kakaknya terpaksa meninggalkan si bungsu sendiri yang sedang bersedih.
Maka tiba-tiba muncullah Malem Diwa di hadapan Bungsu. Dia mengaku bersalah telah menyembunyikan selendang bidadari itu. Tetapi si bungsu tidak dapat kembali lagi ke langit karena waktunya telah habis. Maka ikutlah bidari ke rumah Syahdan. Singkat cerita merekapun menikah dan hidup dengan bahagia. Malem Diwa dan Putroe bungsu memiliki sembilan anak. Delapan putri dan satu putra.
Anak keturunan Putroe Bungsu dan Malem Diwa sekarang adalah orang Aceh Utara yang cantik-cantik.

1 komentar:

  1. mana ada cantik,sama jg kek aceh lain..yg hancur jg ada yg cantik jg ada...

    BalasHapus