Link Download

Kamis, 31 Mei 2012

Syarifah Mahni


Syarifah Mahni, siswi MIN yang terlalu cantik untuk sekolah di kampus kami. Dia memang tidak layak berada disini, terlalu agung lingkungan ini baginya. Wajahnya sepeti bulan penuh. Pakaiannya selalu indah dan bersih. Temannya hanya beberapa diantaranya. Kami yang udik ini jangankan berfikir untuk menjalin persahabatan, menolek ke wajahnya saja mata kami tidak sanggup. Bahkan pernah sekali aku memberanikan diri melihat dia punya kaus kaki, merah kalau tidak salah, melapisi sepatu warna hitam polos, aku langsung hampir pingsan. Dia yang bidadari itu hanya layak diukir dengan tinta sang dewa, hanya Arjuna saja yang berhak menggambar tentang dirinya, mengenai wajahnya kukira dia juga terpaksa menyerah. Bahkan Tuhan sendiri tampaknya menciptakan dia sambil menutup mata.
    Kerudung putih sedada yang ia kenakan saat kelas empat, bila di arahkan ke langit akan gelap buta seantoro semesta, Bagaimana tidak, matahari lari terbirit birit entah bersembunyi di sudut semesta mana, bintang-bintang pada bertekuk lutut. Kami di bumi serta-merta menunduk sujud. Matanggumpangdua tiba-tiba meleleh menjadi air. Bireuenpun mengalami hal yang sama. Seluruh Aceh dilanda nestapa, maka Indonesia, Asia Tenggara dan seluruh dunia merasa tidak layak bahkan untuk keharibaan kerudungnya saja.
    Duhai ampuni Hamba. Getar, rasa yang mendidih, rasa pperih bahkan untuk membayangkannya saja, hamba telah terlalu angkuh.
    
Aku dapat tahu rumahnya sejak kelas tiga. Sebuah rumah paling mewah di matangglumpang dua. Aku bertanya pada tuhan kecilku saat aku kecil waktu itu: kenapa yang cantik kau beikan harta yang kaya pula. kami di sini sudah jelek melarat pula. Tahun selanjutnya aku mulai merangkai jawaban: inilah keadilan Tuhan: yang kaya harus cantik dan yang cantik harus kaya, demikian pula yang papa musti jelek, yang jelek harus papa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar