Link Download

Selasa, 17 April 2012

Logika Filsafat Illuminasi (Isyraqi)


Kali ini, bila Tuhan ingin bernyanyi, pasti dia akan menyanyikan lagu ini:

Bagaimana caranya untuk
agar kau mengerti bahwa
Aku rindu
bagaimana caranya untuk
agar kau mengerti bahwa
Aku cinta

Sebuah hadits qudsi mengatakan Tuhan menciptakan alam supaya Dia bisa dikenal oleh kita, kekasih tercintanya, manusia. Alam dan segenap keindahan dan kesembangannya ini adalah kitab yang paling mampu menjelaskan kepada kita tentang siapa Tuhan kita sebenarnya.
    Musa Kazim menjelaskan dalam kuliah Filsafat Islam bahwa menurut kalangan ashlatul wujud  manusia sejak lahir telah membawa potensi badhihi. Potensi ini telah memungkinkan seorang bayi sebelum mampu mengenal partikular-partikular benda telah mampu membedakan antara ada dengan tiada; ketika dia menangis bila lapar dan diam bila kenyang.
     Potensi inilah yang membuat Ibrahim As berangkat mencari dan menemukan sesuatu yang tidak dapat diragukan. Ibrahim dan beberapa manusia yang beruntung lainnya mampu mendengar nyayian Tuhan melalui alam.   
       Alam materi yang sejatinya sebagai persepsi kita, dapat menggerakkan diri untuk menangkap getaran-getaran yang memicu aliran sinergitas sehingga perlahan menyingkap pemahaman dan pencerahan melalui partikular-partikularnya. Alam materi adalah aksiden-aksiden dari esensi. Menurut paham Plato, segala jenis partikular memiliki induknya dalam potensi yang kita bawa sejak lahir. Kursi-kursi yang dipersepsi indera telah ada dalam potensi kita, pengamatan indera hanya sebagai pengkonfirmasian dari Kursi yang telah ada dalam diri kita.
    Menurut satu pendapat, orang yang buta seumur hidup tidak memiliki potensi tertentu dalam bawaannya. Tapi saya kira mereka punya, cuma saja mereka kurang beruntung ketika tidak dapat mengkonfirmasikannya di alam materi. Tapi mungkin juga tidak, karena itu mereka tidak dapat melihat.
    Umumnya kita menjelaskan sesuatu pada seseorang menggunakan sesuatu yang telah dikenal bersama. Definisi hanya dibutuhkan pada sesuatu yang belum kita kenal. Ketika saya menyebutkan kata 'kursi', maka saya dan Anda langsung memahami makna kata tersebut tanpa perlu saya jelaskan lagi. Tapi bagi orang yang belum pernah mengenal kursi seumur hidupnya, saya perlu menjelaskannya dengan menggunakan hal-hal yang saya dan dia telah mengenalnya. Bagi orang yang buta dan tuli, saya perlu menghadirkan kursi dan menyuruhnya meraba benda itu sehingga potensi Kursi bawaannya dapat menerima konformasi dengan kursi yang ia raba. Karena kursi yang dilihat dan kursi yang diraba saja berbeda, maka Kursi pada alam ide pastilah berbeda. Bila Konsep pada alam ide berbeda-beda, maka diragukan Idea Plato itu. Peliknya pesoalan ini membuat Hume tidak percaya bahwa konsep bawaan itu sejatinya tidak ada.     
Setiap objek yang dipersepsi harus punya simbol dalam kata supaya saya cukup menyebuk kata 'kursi', tidak perlu membawa benda berkaki empat tempat menyandarkan punggung saat duduk kepada orang yang ingin saya jelaskan. Informasi tentang suatu peristiwa disebut 'ilmu'. Ilmu yang dimaksud ini terbagi dua. Pertama tashawur , adalah sebuah pengetahuan yang tidak memerlukan konfirmasi sebab dia sudah dapat dipahami dengan sendirinya. Misal, 'sandal, 'kambing', dan sebagainya. Kedua tashdiq,  yaitu suatu pengetahuan yang baru dipahami bila terdapat konfirmasi antara satu pernyataan dengan pernyataan lainnya. Misal, 'sandal putus' atau 'kambing bau'. Bila cuma 'sandal' itu tasawwur, 'sandal putus' barulah tashdiq. Tashawur terbagi dua. Pertama adalah badhihi, yaitu suatu pemahaman yang langsung diyakini tanpa membutuhkan pikiran. Misal, 'Dua lebih banyak daripada satu' atau 'Kursi bukan meja'. Sementara kedua adalah nadhari, yaitu suatu pemahaman yang membutuhkan pemikiran atau konfirmasi. Misalnya hipotesis atau asumsi saintifik.
    Setiap kata tampak seperti benda karena dia meniscayakan tempat, dia juga seperti waktu yang meniscayakan kondisi; sebab ada satu kata yang punya makna berbeda. Misal, 'bisa'. dan ada kata yang bukan memaksudkan makna sebenarnya. Misal,' wajahnya seperti 'rembulan'.
      Dalam tertib semantik, setiap kesimpulan kata harus punya kontradiksi. Bila kontradiksi tidak ada maka pengenalan tiada. Sebab, akal kita mengenal sesuatu karena dia punya perbedaan dengan yang lainnya.
      Dalam kacamata epistemologi Illuminasi, terdapat orang yang punya intuisi yang baik tapi kurang mampu melakukan epistemologi terhadap intuisinya, mereka ini biasanya adah kaum sufi atau biksu. Terdapat pula orang yang baik logika dan epistemologinya tapi hampir tidak pernah memperoleh intuisi, mereka biasanya adalah para filosof. Tapi Suhrawardi sendiri sebagai sosok yang memiliki keduanya, mengaku bahwa intuisi ini diperoleh melalui observasi yang atas alam materi. Intuisi atau wahyu personal ini berbeda dengan empirik, intuisi adalah pengetahuan yang tidak dapat disanggah.
    Di dalam akal terdapat tiga wujud mental yakni 'genus', 'differensia' dan 'spesies'. Di ruang eksternal terdapat lima substansi yaitu 'materi' yang mewakili 'genus', bentuk yang mewakili 'differensia', 'jasad' yang mewakili 'spesies', 'jiwa' (nafs) dan 'akal'. Dalam cakupan Wujud, wujud mental yang immaterial dan wujud eksternal dunia material keduanya tergolong wujud eksternal.       Para filosof membagi alam kepada tiga tingkatan. Dimulai dari ''yang paling rendah'' yaitu alam materi, alam mitsal dan alam akal (ruh). Pada alam materi terdapat alat indera seperti telinga, di alam mitsal ada pendengaran dan pada alam akal ada potensi menginderai. Pada alam materi (kuiditas eksistensi) terdapat efek, api misalnya memberi efek panas. Karena memberi efek maka mungkin dianya disebut juga aksiden. Sementara pada tataran Quiditas esensi 'api' tidak memiliki efek. Setiap partikular di alam materi memiliki Induknya masing-masing di di alam esensi. Misalnya kursu-kursi di alam materi mempunya induk Kursi di alam esensi.
     Ilmu logika menetapkan sembilan aksiden yakni kualitas, kuantitas, aksi, passi, relasi, tempat, waktu, keadaan dan kedudukan. Setiap aksiden bergantung pada substansinya.       Penggerakan oleh akal dari kuiditas eksistensi ke kuiditas esensi disebut abstraksi. Misal, 'Kuda yang berjalan', 'Manusia yang berjalan' diabstraksikan kepada 'Yang berjalan'.
      Tuhan kita ingin kita tidak terlena dengan aksiden tapi mengabstraksi aksiden-aksiden kepada alam yang mampu menggerakkan segenap kedirian kita supaya kita sadar bahwa alam materi semata alat yang harus mengantarkan kita pada Esensi. Usaha ini hanya mampu oleh dia yang senantiasa merenung, bertafakkur. Orang seperti ini, dalam perenungannya senantiasa menundukkan diri dan tidak pernah angkuh dengan mengaku telah memahami segala sesuatu, sebaliknya dia senantiasa sadar bahwa Dia yang Agung itu tidak semudah itu untuk dikenal. Hamba seperti ini senantiasa bernyanyi:

Ampuni kami
maafkan kami
mampukan kami
untuk mengerti


Mentra 58, 16,04,2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar