Kali ini, bila Tuhan ingin bernyanyi, pasti dia akan
menyanyikan lagu ini:
Bagaimana caranya
untuk
agar kau mengerti
bahwa
Aku rindu
bagaimana caranya
untuk
agar kau mengerti
bahwa
Aku cinta
Sebuah hadits qudsi mengatakan Tuhan menciptakan alam supaya
Dia bisa dikenal oleh kita, kekasih tercintanya, manusia. Alam dan segenap
keindahan dan kesembangannya ini adalah kitab yang paling mampu menjelaskan
kepada kita tentang siapa Tuhan kita sebenarnya.
Musa Kazim
menjelaskan dalam kuliah Filsafat Islam bahwa menurut kalangan ashlatul wujud manusia sejak lahir telah membawa potensi badhihi. Potensi ini telah memungkinkan
seorang bayi sebelum mampu mengenal partikular-partikular benda telah mampu
membedakan antara ada dengan tiada; ketika dia menangis bila lapar dan diam
bila kenyang.
Potensi inilah
yang membuat Ibrahim As berangkat mencari dan menemukan sesuatu yang tidak
dapat diragukan. Ibrahim dan beberapa manusia yang beruntung lainnya mampu
mendengar nyayian Tuhan melalui alam.
Alam materi
yang sejatinya sebagai persepsi kita, dapat menggerakkan diri untuk menangkap
getaran-getaran yang memicu aliran sinergitas sehingga perlahan menyingkap
pemahaman dan pencerahan melalui partikular-partikularnya. Alam materi adalah
aksiden-aksiden dari esensi. Menurut paham Plato, segala jenis partikular
memiliki induknya dalam potensi yang kita bawa sejak lahir. Kursi-kursi yang
dipersepsi indera telah ada dalam potensi kita, pengamatan indera hanya sebagai
pengkonfirmasian dari Kursi yang telah ada dalam diri kita.
Menurut satu
pendapat, orang yang buta seumur hidup tidak memiliki potensi tertentu dalam
bawaannya. Tapi saya kira mereka punya, cuma saja mereka kurang beruntung
ketika tidak dapat mengkonfirmasikannya di alam materi. Tapi mungkin juga
tidak, karena itu mereka tidak dapat melihat.
Umumnya kita
menjelaskan sesuatu pada seseorang menggunakan sesuatu yang telah dikenal
bersama. Definisi hanya dibutuhkan pada sesuatu yang belum kita kenal. Ketika
saya menyebutkan kata 'kursi', maka saya dan Anda langsung memahami makna kata
tersebut tanpa perlu saya jelaskan lagi. Tapi bagi orang yang belum pernah
mengenal kursi seumur hidupnya, saya perlu menjelaskannya dengan menggunakan
hal-hal yang saya dan dia telah mengenalnya. Bagi orang yang buta dan tuli,
saya perlu menghadirkan kursi dan menyuruhnya meraba benda itu sehingga potensi
Kursi bawaannya dapat menerima konformasi dengan kursi yang ia raba. Karena
kursi yang dilihat dan kursi yang diraba saja berbeda, maka Kursi pada alam ide
pastilah berbeda. Bila Konsep pada alam ide berbeda-beda, maka diragukan Idea Plato itu. Peliknya pesoalan ini
membuat Hume tidak percaya bahwa konsep bawaan itu sejatinya tidak ada.
Setiap objek yang dipersepsi harus punya simbol dalam kata
supaya saya cukup menyebuk kata 'kursi', tidak perlu membawa benda berkaki
empat tempat menyandarkan punggung saat duduk kepada orang yang ingin saya
jelaskan. Informasi tentang suatu peristiwa disebut 'ilmu'. Ilmu yang dimaksud ini terbagi dua. Pertama tashawur , adalah sebuah pengetahuan
yang tidak memerlukan konfirmasi sebab dia sudah dapat dipahami dengan
sendirinya. Misal, 'sandal, 'kambing', dan sebagainya. Kedua tashdiq,
yaitu suatu pengetahuan yang baru dipahami bila terdapat konfirmasi
antara satu pernyataan dengan pernyataan lainnya. Misal, 'sandal putus' atau
'kambing bau'. Bila cuma 'sandal' itu tasawwur, 'sandal putus' barulah tashdiq.
Tashawur terbagi dua. Pertama adalah badhihi,
yaitu suatu pemahaman yang langsung diyakini tanpa membutuhkan pikiran.
Misal, 'Dua lebih banyak daripada satu' atau 'Kursi bukan meja'. Sementara
kedua adalah nadhari, yaitu suatu
pemahaman yang membutuhkan pemikiran atau konfirmasi. Misalnya hipotesis atau
asumsi saintifik.
Setiap kata tampak
seperti benda karena dia meniscayakan tempat, dia juga seperti waktu yang
meniscayakan kondisi; sebab ada satu kata yang punya makna berbeda. Misal,
'bisa'. dan ada kata yang bukan memaksudkan makna sebenarnya. Misal,' wajahnya
seperti 'rembulan'.
Dalam tertib
semantik, setiap kesimpulan kata harus punya kontradiksi. Bila kontradiksi
tidak ada maka pengenalan tiada. Sebab, akal kita mengenal sesuatu karena dia
punya perbedaan dengan yang lainnya.
Dalam kacamata
epistemologi Illuminasi, terdapat orang yang punya intuisi yang baik tapi
kurang mampu melakukan epistemologi terhadap intuisinya, mereka ini biasanya
adah kaum sufi atau biksu. Terdapat pula orang yang baik logika dan
epistemologinya tapi hampir tidak pernah memperoleh intuisi, mereka biasanya adalah
para filosof. Tapi Suhrawardi sendiri sebagai sosok yang memiliki keduanya,
mengaku bahwa intuisi ini diperoleh melalui observasi yang atas alam materi.
Intuisi atau wahyu personal ini berbeda dengan empirik, intuisi adalah
pengetahuan yang tidak dapat disanggah.
Di dalam akal
terdapat tiga wujud mental yakni 'genus', 'differensia' dan 'spesies'. Di ruang
eksternal terdapat lima substansi yaitu 'materi' yang mewakili 'genus', bentuk
yang mewakili 'differensia', 'jasad' yang mewakili 'spesies', 'jiwa' (nafs) dan 'akal'. Dalam cakupan Wujud,
wujud mental yang immaterial dan wujud eksternal dunia material keduanya
tergolong wujud eksternal. Para
filosof membagi alam kepada tiga tingkatan. Dimulai dari ''yang paling rendah''
yaitu alam materi, alam mitsal dan alam akal (ruh). Pada alam materi terdapat
alat indera seperti telinga, di alam mitsal ada pendengaran dan pada alam akal
ada potensi menginderai. Pada alam materi (kuiditas eksistensi) terdapat efek,
api misalnya memberi efek panas. Karena memberi efek maka mungkin dianya
disebut juga aksiden. Sementara pada tataran Quiditas esensi 'api' tidak
memiliki efek. Setiap partikular di alam materi memiliki Induknya masing-masing
di di alam esensi. Misalnya kursu-kursi di alam materi mempunya induk Kursi di
alam esensi.
Ilmu logika
menetapkan sembilan aksiden yakni kualitas, kuantitas, aksi, passi, relasi,
tempat, waktu, keadaan dan kedudukan. Setiap aksiden bergantung pada
substansinya. Penggerakan oleh akal
dari kuiditas eksistensi ke kuiditas esensi disebut abstraksi. Misal, 'Kuda
yang berjalan', 'Manusia yang berjalan' diabstraksikan kepada 'Yang berjalan'.
Tuhan kita ingin
kita tidak terlena dengan aksiden tapi mengabstraksi aksiden-aksiden kepada
alam yang mampu menggerakkan segenap kedirian kita supaya kita sadar bahwa alam
materi semata alat yang harus mengantarkan kita pada Esensi. Usaha ini hanya
mampu oleh dia yang senantiasa merenung, bertafakkur. Orang seperti ini, dalam
perenungannya senantiasa menundukkan diri dan tidak pernah angkuh dengan
mengaku telah memahami segala sesuatu, sebaliknya dia senantiasa sadar bahwa
Dia yang Agung itu tidak semudah itu untuk dikenal. Hamba seperti ini
senantiasa bernyanyi:
Ampuni kami
maafkan kami
mampukan kami
untuk mengerti
Mentra 58, 16,04,2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar