Link Download

Rabu, 01 Juni 2011

Organisasi

Rakyat Indonesia yang notabenenya adalah ras melayu adalah masyarakat yang sangat toleran dan sangat menyukai silaturrahmi. Semangat kebersamaan dan gotong-royong mereka junjung tinggi. Sifat-sifat positif ini malah menjadi malapataka bagi seluruh rakyat Indonesia ketika diapresiasikan ke dalam ranah politik. Politik negara kita memiliki sifat yang pragmatis. Jadi segala kebijakan dan orientasi diperuntukkan bagi kesejahteraan individu dan kelompok tertentu. Padahal sistem ini mengakibatkan kesengsaraan mayoritas masyarakat yang menjadi tulang punggung bangsa.


Karena karakter politik negeri kita demikian, maka ini menyebabkan Indonesia selalu membiarkan masalah berlarut-larut baru menyikapinya. Penyelesaiannyapun berkarakter sebagaimana budaya politik yang dibangun. Tidak pernah menyelesaikannya secara tuntas dan serius.

Kita tahu bahwa elit politik hari ini adalah aktivis di masa lalu. Karena itu untuk memperbaiki citra politik hari esok, kita harus memperbaiki organisasi pemuda hari ini. Oraganisasi (pemuda) harus digerakkan dengan memperbaiki sistem kaderisasi serta perangkat lainnya guna menghasilkan aktivis yang idealis.

Salah-satu persoalan besar dihadapi organisasi pemuda adalah kegalauan akibat kehilangan prinsip dan nilai yang dianut lembaganya. Nilai-nilai dan prinsip lama yang dibangun sudah tidak relevan lagi dengan gejala sosial hari ini. Sementara itu, kader-kadernya masih belum mampu merumuskan nilai-nilai baru yang tangguh, visioner, realistis dan aplikatif.

Sebuah nilai sulit dibangun ditengah-tengah arus kepentingan politik. Karena itu, segala nilai harus yang dianut harus dipertanyakan kembali. Habib Riziq mengatakan Pancasila sudah final, namun tinggal bagaimana kita mengisinya dengan penerapan nilai-nilai yang dianut masyarakat.  Nilai yang dia maksud adalah nilai-nilai Islam--yang harus diterapkan secara objektif dalam hukum formal negara.

Bila prinsip masyarakat tidak dapat dekspresikan atau malah dihambat, maka jangan salahkan mereka bila kekacauan terjadi. Hukum alam menyatakan manusia itu perlu bergerak. Bila tidak maju, dia mundur. Bila tidak dapat keduanya, maka dia akan membunuh orang lain. Bila tidak, dia bunuh diri. Nilai yang dimiliki hampir semua rakyat Indonesia selalu dibungkam meski rezim berganti rezim.

Pada rezim sebelumnya, masyarakat mengeluh karena banyak kreasi dihambat dan banyak hal yang ingin dimiliki dilarang. Rakyat bermimpi mengganti rezim. Namun setelah rezim berganti ternyata nasib mereka semakin parah. Rezim saat ini membolehkan rakyat membeli apapun namun mereka tidak mampu membeli apapun. Rakyat juga dibenarkan menciptakan apapun namun mereka dikondisikan tidak mampu mengkaryakan apapun.

Bila pada rezim sebelumnya masyarakat dibatasi untuk mengakses informasi, rezim saat ini membiarkan masyarakatnya mengakses segala jenis informasi tanpa mempersiapkan mereka untuk memiliki nalas kritis untuk memferifika segala informasi. Rezim hari ini pantas disebut rezim pembodohan. Masyarakat dipersiapkan untuk terbuka, sementara nilai dan prinsip diri mereka dicabut. Sehingga masyarakat malah semakin merasa kesepian. Perasaan ini memaksa masyarakat untuk membangun komunitas-komunitas mulai dari yang bernama sama hingga warna kesukaan sama. Ini adalah jawaban bahwa manusia memang makhluk yang tidak dapat hidup sendiri bukan karena ketergantungan material, namun adalah fitrah.

Rezim menjadikan rakyat laksana buih. Nilai-nilai yang dimiliki dan prinsip-prinsip mereka dicabut. Jadinya rakyat tidak memiliki rasa kepemilikan kecuali yang berbentuk materi. Jadinya, mengenai nilai dan prinsip, rakyat tidak pernah berfikir tentang kepemilikian jika semua dapat dijual.

Organisasi yang baik dan dapat terus bertahan dari musim ke musim, dari rezim ke rezim adalah organisasi yang selalu mampu memahami keluhan ummat serta tidak pernah berhenti berjuang membela kepentingan mereka. Organisasi ini tidak pernah berfikir untuk menyejahterakan kelompoknya.  Organisasi ini persis seperti penjaga gawang dalam pertandingan sepak bola. Pada saat genting dia tampil sebagai penentu. Namun ketika kondisi sudah membaik dia tidak disorot dan terkesan diabaikan.  Organisasi seperti ini pastilah bukan partai politik yang seperti katak, baru berbunyi bila tiba musim.

Organisasi yang mendapat ruang di hati ummat adalah organisasi yang senantiasa tampil apa adanya dan tidak dirasai aneh oleh ummat. Organisasi ini tidak memamerkan simbol dan lambang serta karakter kader yang aneh bagi masyarakat. Dia mampu larut, mempengaruhi namun tidak menjadi. Bahasa yang disampaikan komunikatif dan tidak berat. Organisasi ini harus ummi, artinya komunikatif bagi masyarakat yang sangat awam sekalipun meski misi yang diusung sangat mendalam dan filosofis.

Kita perlu memahami bahwa kultur masyarakat indonesia tidak dibangun secara retorik dan filosofis. Bangsa ini dibangun berdasarkan kerja praktis dan aksidental dalam artian menyikapi setiap permasalahan secara aksiden. Jadinya cara pandang kita adalah pragmatik. Rakyat jangan dipaksa mengenang sejarah masa lalu dan diajak untuk membangun mimpi secara massal. Rakyat kita dapat mengikuti apa saja dan siapa saja selama tidak rumit dan aneh seta menjanjikan kebaikan temporar, artinya dapat dilihat, diraba dan dirasakan sekarang. Budaya seperti ini memudahkan elit politik memangfaatkan mereka dalam menyusun kepentingan kelompoknya.

Organisasi yang senantiasa diapresiasi ummat meski apapun berubah adalah organisasi yang mampu merepresentasikan diri sebagai perwakilam umat dari berbagai latar belakan meski dianya memiliki jaringan global. Organisasi yang menjadikan anggotanya berubah total dan langsung terlihat perubahan dari segi apapun adalah organisasi yang hanya akan tumbuh untuk beberapa musim saja untuk selanjutnya terkikis karena mereka adalah parasit. Mereka selalu ingin diapresiasi namun selalu menganggap ummat sesat meski dalam hati. Organisasi ini persis seperti Superman, tampil aneh dengan kolor di luar, bukan bagian masyarakat dan masyarakat tidak akan melindungi dan malah membenci karena tidak merasa memiliki.

Dari dalam, organisasi yang baik harus senantiasa mampu menanamkan nilai teguh bagi kadernya sehingga bila mereka melanggap nilai itu mereka akan merasa terluka. Ini persis seperti seorang ibu yang harus mampu menanamkan nilai yang baik pada anaknya sehingga bila kelak sang anak pergi, ibu tidak perlu merasa kawatir. Organisasi yang baik seperti ini persis sebuah lembaga intelijen yang setelah menamamkan sesuatu pada kadernya, dia dilepaskan untuk menemukan persoalan dan sebab persoalan yang dihadapi ummat. Yang membuatnya menjadi sebagai agen dalam arti yang sebenarnya adalah dia berperan mensolusikan persoalan ummat. Organisasi seperti ini tidak akan popular, namun selalu dia akan mempengaruhi. Dan, bukankah popularitas adalah bagian dari kepentingan individu dan kelompok. Bila demikian, apa bedanya ini denga partai politik yang notabenenya itu adalah busuk.

Organisasi yang baik adalah organisasi yang mampu melahirkan kader yang jago dalam retorikan dan sangat mampu mempengaruhi orang. Sehingga orang dan kelompok yang dipengaruhinya tidak lagi mampu membedakan mana pendapat atau pemikiran pribadinya, mana dari hasil pengaruh kader tadi. Kader yang paling berhasil dalam misi ini adalah dia yang sebelumnya telah mampu mempengaruhi semua anggota dalam kelompoknya. Sehingga, ide dan gagasan dari setiap kelompok adalah hasil pengaruh darinya.

Untuk ke dalam, organisasi yang baik harus mampu mendidik kadernya untuk senantiasa mengingat "kampung halaman", organisasi yang membesarkannya dan prisip teguh bernama agama. Ke luar, harus bisa menjadikan kadernya mampu menyadarkan ummat, menjadi inspirator dan fasilitator yang baik. Organisasi seperti ini akan senantiasa dilindungi ummat.

Para kader organisasi seperti di atas akan selalu menjadi manusia terbukan, selalu memahami, tak pernah menghakimi. Begitu gemarnya mereka menerima segala perbedaan sehingga mereka lupa cara membenci, tentunya tidak lupa membenci keburukan.

Organisasi yang baik harus terus mengajarkan kadernya untuk senantiasa terbuka dan selalu memiliki nalar kritis. Ini mutlak diperlukan mengingat tidak ada informasi yang benar-benar absolut. Jadi jangan pernah terburu-buru mengambil kesimpulan. Saya kira kesimpulan terbaik adalah tidak ada kesimpulan. Disamping kritis, kita juga harus selalu berfikir positif. Berfikir positif adalah syarat agar tidak pernah selalu mudah berhenti berfikir tentang sesuatu sehingga nalar kritis terus dapat dibangun.

Kader tangguh tidak pernah berhenti berfikir dan berbuat. Refleksi dan menyendiri hanya boleh dilakukan sebentar:

Sudah cukup pagi yang segar
Udara gunung yang sejuk
Hentikan menikmati merdu kicau burung
Segara tinggalkan pengasingan

Jalanmu adalah jalan perjuangan
Semangatmu adalah semangat perang
Musuhmu adalah segala jerat bagi ummat
Yang kau hadapi adalah zaman laknat

Turunlah dan menguasai
Turunlah namun jangan menjadi
Kuasai dengan cinta
Bunuhlah segala benci walau dengan cara bunuh diri

Kader kadang merasa sistem dari laur telah mengekang dan menjarat. Namun pola pikir seperti ini harus dirubah. Boleh jadi kita memang mencari alasan dari luar karena tidak berani melihat dan menguasai persoalan internal yang ada dalam diri dan dalam organisasi. Cara melawan kebobrokan ini adalah senantiasa berani menerima segala kritik dan menjadikannya umpan balik dalam upaya melahirkan idea of progress dalam diri setiap kader sehingga terbangunlah organisasi yang dimanis dan objektif.

Segala karakter kader yang majemuk harus mampu diakomodir sehingga ini dapat menjadi senjata-senjata canggih dalam menghadapi segala sistem. Kita mesti sadar bahwa kader-kader yang direkrut adalah dari ummat sehingga bila karakter yang beragam itu mampu diakomodir, maka dalam menghadapi menangani persoalan ummat yang juga majemuk juga akan mudah karena kader-kader tadi adalah miniatur ummat.

Kader atau pelaku organisasi yang baik adalah yang berfikir dan berbuat dalam organisasinya sebagai pelaku, bukan pengamat. Hal ini baru dapat dilakukan bila rasa memiliki dapat ditumbuhkan dengan baik dalam diri kader. Sekali lagi, harus mampu menanamkan nilai yang tangguh dalam diri kader sehingga bila hendak ingkar, mereka terluka.

Kadang kita mencari alasan: sistem organisasi tidak mampu mengakomodir potensi dan kreativitas kader. Padahal organisasi dibangun untuk menampung itu. Boleh jadi 'sistem' yang kita maksud adalah 'kepentingan kelompok tertentu'. Sering kita mengaku kita melaksanakan amanah konstitusi namun pada kenyataanya yang kita laksanakan adalah kebiasaan masa lalu, pendahulu yang dicampur asumsi dan spekulasi pribadi. Karena itu segala sistem organisasi harus disesuaikan untuk kepentingan kader karena, sekali lagi, kader adalah representasi ummat. Bila ini dipentingkan, maka sama artinya kita terus menyesuaikan diri dengan perubahan sosial sehingga tidak menjadi organisasi terasing dan terus mendapat tempat di hati ummat.

Mentra 58, 01 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar