Link Download

Selasa, 22 Maret 2011

Kaderisasi Bangsa: Dadan Dania dalam Rapimnas PB PII Periode 2010-2012

Terbukti kaderisasi bangsa masih dipegang oleh organisasi-organisasi (kepemudaan). Ini artinya uang yang digelontorkan pemerintah untuk dunia pendidikan formal mereka tidak ada gunanya dalam upaya kaderisasi pemimpin.Sistem kaderisasi bangsa bisa dipelajari dari pabrik pembuatan dodol di Garut, Jawa Barat. Seorang pekerja pembuat dodol dalam setahun bisa membuka pabrik dodol. Usaha sablon di Cicalengka juga melakukan hal yang sama.

Setelah beberapa bulan menjadi karyawan, mereka mampu membuka usaha sendiri dengan merekrut beberapa karyawan lain, menciptakan orang-orang yang memiliki keahlian manajemen dan pengelolaan badan usaha sablon, demikian seterusnya.Demikianlah karena mereka bekerja untuk dikaderisasikan, bukan dijadikan sebagai budak.

Saya jadi teringat dengan sebuah kisah di kota Banda Aceh. Di Aceh kita mengenal orang Pidie memiliki jiwa heriok sebagai pengembara. Mereka dikenal gesit dalam perantauan. Bahkan ada seorang pemilik usaha foto kopi dari Pidie yang mempekerjakan seorang pemuda dari daerah asalnya. Dia hanya memberi makan dan beberapa keperluan dari pemuda itu. Saat waktu menikahnya tiba, dia dinikahkan dan difasilitasi semua kebutuhannya. Hingga pada suatu waktu tiba, maka ketika gajinya hendak dibayar, setelah dihitung-hitung, ternyata toko dan segala isinya menjadi milik pemuda yang telah bekerja bertahun-tahun untuknya. Hal ini memang rencana orang yang mempekerjakan pemuda itu. Dia tidak mengharapkan terimakasih si pemuda, yang dia inginkan adalah pemuda itu mampu mewarisi tekniknya itu untuk pemuda perantauan yang akan datang. Baginya ini adalah sangat layak.

Bukankah karena kesetiaan dan kejujuran pemuda itu, dia telah berhasil mengumpulkan banyak kekayaan.Mental kaderisasi ini juga sangat ketara terlihat dari perantauan Minang, Batak dan Madura. Amati saja angkutan kota Kopaja dan Metromini di Jakarta bagi orang Batak, Usaha jualan kopi keliling orang Madura dan usaha perdagangan orang Minang. Ini semua bukan chauvanisme, tapi Nabi menyuruh memberi bantuan pada saudara terdekat terlebih dahulu.

Demikian pula kaderisasi di organisasi-organisasi pemuda. Mereka memimpin untuk melepaskan. Sembari memimpin, mereka mempersiapkan generasi sejanjutnya yang lebihtangguh dari dirinya. Uniknya di organisasi pemuda adalah, keberhasilan periodesaat ini adalah keberhasilan periode yang lalu. "Memimpin untuk melepaskan" adalah motto kepemimpinan PII. Bukan: memimpin untuk menguasai, seperti yang diterapkan para penguasa Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar