Pelajaran penting
yang diambil dari pemikikan Thales bukanlah mengenai akurasi air sebagai sumber
segala sesuatu, sekalipun secara realitas dalam pandangan tertentu itu Dapat
dibenarkan. Yang penting adalah, Thales telah meretas jalan baru dalam upaya
perolehan pengetahuan dengan menentang mitologi. Dia mengajarkan bahwa
substansi itu harus ril. Thales mengambil inspirasi air sebagai substansi alam
kemungkinan karena pengalamannya yang tidak pernah jauh dari air. Dia adalah
saudagar yang membawa barang dagangan dari Yunani ke Mesir, demikian
sebaliknya. Sehingga banyak hidupnya dihabiskan di tengah laut. Saat menunggu
angin baik untuk melaut, Thales tingga di sungai dekat sungai npNil. Dia
melihat air sungai itu menghidupi seluruh makhluk hidup di negeri Mesir.
Thales menguasai ilmu
navigasi dengan baik sehingga dia dapat menjadi pelayar yang ulung. Dia juga
belajar matematika dan geometri dengan baik sehingga mampu membuat pengukuran
waktu terjadinya banjir Nil dan gerhana.
Para peneliti
mengatakan Thales seorang animistis karena mempercayai eksistensi jiwa oleh
setiap entitas. Padahal para filosof setelahnya hingga kini banyak juga yang
mengakui eksistensi jiwa oleh setiap entitas, tetapi tidak disebut sebagai
animistis. Bahkan Aristoteles sendiri memasukkan jiwa sebagai bagian dari
substansi atas entitas tertentu. Mungkin alasannya karena para filosof setelah
Aristoteles memiliki kodifikasi yang baik atas filsafatnya sehingga argumen
eksistensi jiwa atas entitas dapat dijelaskan dengan baik. Berbeda dengan
Thales yang ajarannya secarra lisan. Lalu diajarkan turun-temurun secara lisan
hingga dihumpun oleh Aristoteles dalam bentuk tulisan.
Sebagai seorang
guru, Thales sangat berhasil ketika muridnya bernama Anaximandros yang lahir pada
610 SM dan meninggal pada 547 SM berhasil merumuskan sistem filsafat yang
sangat cemerlang. Gagasan Thales bahwa semesta terbentuk dari substansi tunggul
tidak hanya diikuti oleh Anaxamandros tetapi juga oleh para filosof Yunani
zaman kosmosentris lainnya.
Tetapi murid Thales
yang lebih muda limabelas tahun darinya ini memiliki pandangan lain tentang
substansi tunggal. Anaxamandros mengkritik gurunya dengan mengatakan bahwa
penyebab utama setiap entitas alam mustahil adalah bagian dari alam. Alasannya
karena setiap entitas di alam itu terbatas. Cair-beku, panas-dingin,
gelap-terang, dan sebagainya. Mana mungkin yang sama-sama terbatas menjadi
penyebab utama. Karena itu dia menawarkan Apeiron sebagai penyebab segala
entitas di alam. Apeiron menurutnya adalah eksistensi yang tidak berasal dari
bagian manapun dari entitas alam. Apeiron melampaui apapun dan tidak terbatas.
Dia juga tidak berawal dan tidak berakhir.
Menurut folosof yang
meninggal dua tahun lebih cepat dari Thales ini, semesta awalnya terjadi dari
uap yang beputas. Lalu perlahan menjadi bumi. Manusia awalnya dari ikan. Karena
manusia pertama takkan bisa besar tanpa perawatan kecuali dia seperti ikan.
Teori-teori ini tidak
perlu dipertimbangkan akurasinya dalam kacamata sains mutakhir. Dia hanya perlu
diapresiasi atas pandangan yang sangat cemerlang dan sistematis tentang alam.
Model argumentasi yang realistis dan sistematis seperti ini menjadi inspirasi
bagi filosof setelahnya, termasuk Muridnya Anaximenes (585-524 SM).
Anaximenes sepakat
dengan gurunya bahwa asal muasal segala entitas itu tidak terbatas. Tetapi dia
tidak sepakat sala muasal itu bukan bagian dari entitas alam. Karena itu
pilihannya jatuh pada udara. Diinspirasikan gurnya, ia menyusun argumen yang
sangat sistematis tentang pandangannya ini. Udara terdapat di mana-mana, selalu
bergerak dan menjadi unsur terpenting untuk hidup. Udara juga menurutnya adalah
asal kejadian segala entitas. (Atang Abdul Hakim & Beni Ahmad Saebeni,
Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2008, h. 155) Dengan fondasi ini,
Anaximenes dapat menyusun teori-teori kejadian alam secara sistematis.
Untuk Pythagoras
Sekalipun berasal
dari Italia, tetapi karena monisme yunani telah berhasil menyebarkan ajaran
monisme hingga bersentuhan dengan tempat Pythagoras (antara 580-570
SM)berdomisili. Karena alasan alur periode dan persinggungannya, maka
Pythagoras dibahas bersama kaum monis Yunani.
Dia mengatakan segala
entitas konkrit di alam adalah manifestasi dari angka yang abstrak.
Idealismenya tampaknya dipengaruhi oleh Anaximandros sementara realismenya oleh
Anaximenes. Tetapi melampaui itu, ajaran Pythagoras sangat spiritualis.
******
Meskipun dikenal luas
dan pengaruhnya sangat mendalam bagi masyarakat Italia dan Yunani setelahnya,
tetapi tidak bagi Herakleitos (540-480 SM). Dia sangat kritis. Ia dianggap
menolak semua tradisi filsafat sebelumnya. Tetapi tidak sepenuhnya demikian.
Dia tetap menerima asal usul segala sesuatu adalah dari satu. Jadi, dia juga
mengambil inspirasi dari filosof sebelumnya, dan dia dapat digolongkan monis
juga.
Menurut Herakleitos,
asal usul segala sesuatu itu adalah suatu yang aktif secara mutlak. Sehingga
efeknya adalah, pada alam tidak ada yang pasif, segalanya bergerak. Tidak
pernah setiap entitas itu sama setiap momennya. Karena itu ia mengatakan bahwa
tidak mungkin seseorang melewati sungai yang sama pada momen yang berbeda.
Sebab bila bisa melewati sungai yang sama pada momen yang berbeda, berarti
setiap momen, matahari adalah matahari yang baru.
Sekalipun banyak perbedaan
dengan filosof sebelumnya, tetapi dari ajaran-ajarannya tetap saja tampak
indikasi pengaruh filosof sebelumnya pada ajaran Herakleitos. Sebab sebelumnya
Anaximenes telah menerangkan bahwa asal usul segala sesuaitu itu harus sesuatu
yang aktif, bergerak terus-menerus.
Progresivitas substansi yang menyebabkan bergeraknya segala entitas
alam, dalam prinsip logika: hanya yang memiliki yang dapat memberikan, sejalan
dengan prinsip ajaran Anaximenes. Tetapi memiliki masalah lain. Misalnya
seperti yang dapat dipertanyakan dalam filsafat Perminides (540 SM). Bila
substansi segala entitas itu terus bergerak, maka konsekuensinya adalah
perpindahan dari ada menuju tiada dan juga dari tiada menuju ada. Karena itu,
Perminides menolak argumentasi substansi Anaximenes. Menurutnya sebstansi
segala entitas itu haruslah tetap. Dia itu adalah keberadaan mutlak yang tidak
bergerak. Pandangan Perminides ini mirip dengan Apeironnya Anaximandros.
Perminides adalah
filosof yang sangat mengutamakan sistem penalaran logis. Sistem ini banyak
menginspirasi Plato dalam menulis tentang dialog Sokrates. Sistem eksistensi
yang tetap inilah yang tampaknya menginspirasi Leukippos. Filosof yang lahir
sekitar 540SM inilah yang pertama kali mencetus teori atom. Tetapi teori atom ini
adalah sebuah sintesa dari filsafat Herakleitos dan perminides. Atom menurut
Leukippos adalah tetap tetapi terus bergerak. (Hakim, Saebani, h. 168)
Teori atom Leukippon
dikembangan secara lebih sistematis oleh muridnya, Demokritos. Filosof ini
banyak melakukan perjalanan ke Timur termasuk Persia. Menurutnya atom adalah
unsur terkecil yang tidak dapat dibagi yang menyebar di seluruh alam.
Disemangati oleh Zoroaster dan menyerap teori Herakleitos, ia menyatakan bahwa
atom api adalah atom paling halus yang disebutnya sebagai jiwa yang terkandung
dalam setiap entitas materi. Sehingga api ini berada di seluruh alam sekalipun
tidak dapat diinderai. Bila
Demokritos melakukan upaya semacam sebuah sintesa dalam menjembatani dia sistem
pemikiran yang bertentangan, maka Zeno punya cara lain dalam menanggapi suatu
pertentangan. Filosof kelahiran Elia ini menyatakan bahwa antar pemikiran yang
bertolak belakang bisa benar keduanya tergantung sudut pandang. Misalnya ketika
filosof kelahiran 490 ini menanggapi penentangan terhadap pemikiran gurunya,
Perminides.
Sistem berfikir
demikian membuat Zeno dapat dianggap sebagai pemikir pertama yang menggagas
sistem relativitas berfikir. Bila dilihat sepintas, sistem pemikiran Zeno mirip
semacam sebuah lelucan atau olok-olok. Tetapi bila ditinjau secara mendalam,
maka keterangan-keterangannya masuk akal dan menunjukkan kelemahan-kelemahan
mutlak logika.
Misalnya, Zeno
menyatakan gerak itu memang ada, tetapi untuk bergerak, sebuah anak panah harus
berhenti di dalam sebuah titik. Untuk mencapai sebuat titik, maka anak panah
harus mencapai setengah titik. Demikian seterusnya tak terhingga, sehingga
gerak itu mustahil karena mustahil satu benda berada di dua tempat dalam waktu
bersamaan sebab gerak itu pastilah bersama waktu. Sehingga, gerak itu hanya
perspektif, citra atau sensasi saja.
Zeno tampaknya banyak
menyerap sistem berlogika dari gurunya. Sehingga zamannya dapat disebut sebagai
zaman kematangan logika. Tetapi tenyata dalam kematangannya, logika menjadi
semakin sulit untuk mencapai kebenaran. Sebab, ternyata menjawab realitas itu
subjektif. Keruwetan logika inilah yang tampaknya membuat Georgias melahirkan
ambiguitas dalam setiap penyimpulan argumentasinya. Filosof kelahiran 420 SM
ini menyatakan realitas itu ada sekalogus tiada. Realitas juga tunggal
sekaligus plural. Pandangan yang mirim pandangan kaum mistis ini tampak
memiliki akar yang sama yakni betapa logika tidak mapan dijadikan sebagai
andalan untuk memastikan kebenaran. Konsekuansi pasti dari keterbatasan logika
adalah tidak mapannya kata-kata sebagai sarana transformasi. Lagi, lagi
pandangan ini mirip dengan kaum mistik. Titik temu antar subjek akhirnya harus
kembali kepada kepercayaan, bukan argumentasi. Mungkin inilah yang dimaksud
Imam Ali ''Yang menyukaimu tidak butuh argumentasimu. Yang membencimu tidak
akan percaya argumentasimu.''
Kematangan logika
menjadi titik awal bencana. Alasannya orang-orang menjadi pesimis bahwa
kebenaran itu mustahil dapat ditemukan. Akhir dari kosmosentrisme atau Monisme
Yunani yang berlanjut ke zaman Sofis membuat sebagian orang yang menguasai
logika menjadi apatis sehingga mereka begitu mudah membuat orang yang rendah
pemahamannya tentang logika menjadi bulan-bulanan.
Sebabnya, prinsip
sofis adalah hanya subjektivitas manusia saja kutub kebenaran, kebenaran
objektif itu tidak ada, kebenaran itu sifatnya temporar dan kebenaran itu tidak
berada pada diri sendiri sebab akan dengan mudah digugat oleh subjek lain.
Permainan melalui retorika bukanlah niat buruk sofis untuk mempermainkan
orang-orang, tetapi karena demikianlah hakikat yang mereka pahami.
Hippias, seorang ahli
pikir zaman sofis akahirnya mengeluarkan pernyataan bahwa budaya itu menentang
hukum alam. Alasan pandangan ini jelas. Sebab instrumen manusia untuk mengetahui
realitas tidak mapan.
Pandangan yang
memiliki basis serupa juga dilontarkan oleh Georgias. Dia mengatakan realitas
itu tiada, kalaupun ada tak dapat diketahui, kalaupun diketahui takkan dapat
disampaikan pada orang lain.
Dalam perkembangan
selanjutnya, kaum sofis menjadi semakin tak beres. Mereka memanfaatkan orang
umum untuk memperkaya diri dan mencari popularitas. Dominasi sofisme terus
berlanjut hingga datangnya Plato melalui Sokrates.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar