Umumnya orang Barat Modern tidak peduli dengan unsur-unsur penting manusia yaitu jiwa, relasi jiwa dengan badan, apalagi dengan Tuhan. Mereka memulai pembahasan pendidikan pada ranah praktis atau ranah material.
Menurut mereka, pendidikan progresif adalah reaksi terhadap kemandegan pendidikan tradisional. Pernyataannya ini akurat untuk setiap negara dan kebudayaan. Setiap bangsa menerapkan pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Karena kebudayaan adalah hal yang bergerak, maka sudah barang tentu kebutuhannya juga berubah. Perubahan kebutuhan meniscayakan perubahan pendidikan. Dengan demikian, hadirnya pendidikan progresif adalah suatu keharusan.
Pendidikan dalam pandangan orang materialis adalah mengasah skil dan kemampuan analisa. karena itu, wilayah tertinggi dari pendidikan yang mereka amati adalah psikologi. Bahkan pengamatan atas psikologi juga orientasinya adalah kemaslahatan skil, yang semuanya ,aterialistik. Karena itu, perlu sekali bagi kita untuk memaklumi landasan, prinsip dan sistem pendidikan yang dirumuskan kaum mataerialis.
Bagi kita, aspek utama pendidikan adalah perkembangan jiwa. Tujuan utamanya adalah penyatuan dengan Allah. Selanjutnya memperindah akhlak yang merupakan fondasi penting dalam berinteraksi sesama makhluk. selanjutnya barulah melatih skil. Pemikir pendidikan di Barat Modern hanya mementingkan aspek terakhir. Sekalipun tidak mengabaikan aspek kedua. Tetapi aspek kedua ini tampaknya tetap diorientasikan untuk aspek ketiga.
Dalam sistem pendidikan tradisional, agama dan tata krama adalah aspek mendasar. Sebagian mereka juga mengakui muatan tradisional sangat dibutuhkan. Tetapi menurut mereka pendidikan progresif lebih penting karena manusia membutuhkan keahlian teknis supaya dapat perperan serta dalam menyikapi tuntutan zaman. Satu dua dari mereka sadar pengembangan pendidikan progresif akan menuai banyak penentangan. Dia menawarkan solusi yang menurutnya jitu yakni dengan hadirnya orang-orang yang berasal dari lingkungan tradisional, telah menguasai segala aspek pendidikan prograsif serta memahami filosofi pendidikan yang meluputi makna sebenarnya dari pendidikan, hubungannya dengan manusia dan budaya serta tujuan pendidikan. Mereka ini juga perlu menguasai sejarah perkembangan pendidikan. Tujuannya adalah supaya semua menyadari dan menerima bahwa pendidikan progresif adalah tuntutan zaman yang berbahaya bila ditolak apalagi dilawan.
Para pemikir Barat Modern diakui sebagai orang-orang yang sangat cerdas sehingga buah pikir merekalah yang dipakai dalam membangun dunia hari ini. Tetapi kecerdasan yang diakui ini, bila ditimbang-timbang, menjadi tidak banar. Salah satu prasyarat seseorang dianggap cerdas adalah kemampuannya membuat kategorisasi.
Para pemikir Barat Modern memang pandai membuat kategori-kategori, tetapi hanya pada tataran aksidental. Mereka abai dalam urusan-urusan substansial. Hal ini yang terjadi saat mereka menyusun prinsip awal pengetahuan. Mereka abai dalam membuat kategori pikiran dengan realitas eksternal. sehingga mereka tidak pernah mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi dengan tuntas.
Mereka menganggap pendidikan progresif hanya dapat diterapkan dengan menghapus pendidikan tradisional. Padalah kedua bagian itu merupakan hal penting yang tidak hanya dapat berpadu tetapi juga integral. Pendidikan tradisional mengajarkan hal-hal yang tetap seperti percaya pada Tuhan, Nabi, kitab suci, kebangkitan dan sebagainya. Hal ini adalah substansi yang harus diketahui semua manusia. Selanjutnya pendidikan progresif adalah pendidikan yang bergerak, berubah sesuai zaman. Pendidikan tradisional yang statis itu sebenarnya adalah bagian penting ketika melakukan pendidikan progresif.
Pendidikan progresif diorientasikan kepada kehidupan praktis. Kehidupan praktis itu, apapun ranahnya, tetap membutuhkan hal-hal mendasar seperti perjuangan, pengorbanan kesetiaan dan sebagainya. Kesemua hal ini adalah elemen yang senyawa dengan jiwa manusia. Pendidikannya hanya dapat terlaksana melalui sarana yang bebas tanpa terpenjara pada objek tertentu yang terbatas pada ranah-ranah tertentu. Dan pendidikan ini memang dan harus oleh sistem tradisional.
Pendidikan progresif hanyalah bersifat pengasahan kemampuan teknis tertentu. Dan itu adalah semacam kursus atau pelatihan. Dan itu selalu bisa dijalankan bersama dengan pendidikan jiwa atau yang mereka sebut pendidikan tradisional. Kalaupun mereka tidak sepakat pendidikan statis adalah demikian, tetapi itulah maksud saya.
*
Ketika mengatakan akan membangun fondasi pendidikan berdasarkan pengalaman, John Dewey (Experience and Edicaqetuion: Pendidikan Zvnerzvnasis Penadgjalaman, Jakarta, 2004, h. 19) mengatakan dia terlibat ke dalam filsafat karena pengalaman yang ia maksud, sebagaimana dijelaskan oleh Sudarminta dalam kata pengantarnya, adalah melibatkan subjek yang meluputi keinginan, kepentingan, perasaan, sejarah, budaya dan latar belakang pengetahuannya dan melibatkan objek dengan segala kompleksitasnya. Maka dalam hal ini, perlulah menggunakan pendekatan filsafat.
Pembahasan mengenai pendidikan progresif oleh John Dewey memang merupakan sebuah tawaran paradigma pendidikan yang ingin menyuguhkan sebuah sistem pendidikan yang melampaui sekat tradisional dan progresif. Ia menawarkan sebuah pendekatan pengajaran yang memberikan perhatian mendalam kepada murid. Pengajar harus mampu menyuguhkan buku-buku pelajaran yang asing itu kepada murid dengan memperhatikan pengalaman murid. Sebab baginya pengalaman adalah pintu masuk pelajaran-pelajaran.
*
Salah satu asas penting yang dapat dianggap sebagai suatu kesusesan sebuah sistem pendidikan adalah terbntuknya pribadi-pribadi yang sopan, memiliki tata krama atau berbudi pekerti luhur. Studi tentang hal ini semua adalah etika. Kita ketahui bahwa moral dalam setiap zaman dan lingkungan yang berbeda memiliki perbedaan. Memahami semua perbedaan ini mungkin dapat membuat seseorang malah tidak mengindahkan tindakan moral yang berlaku dalam masyarakat zamannya. Tindakan ini biasanya muncul akibat penolakannya terhadap sistem moral yang berlaku dalam masyarakatnya setelah dia membandingkan dengan sistem-sistem moral lainnya. Sebab itu John Dewey menganggap moral hanyalah sebuah prilaku yang tidak terlalu penting mengingat relativitasnya. Sekalipun dia tetap menganjurkan pentingnya seseorang mengikuti sistem moral yang berlaku di masyarakatnya. Tetapi terkesan ini bukanlah sebuah pengharusan.
Bagi kita orang Muslim, tentu saja akan menawarkan sebuah sistem etika yang memiliki basis eksistensi yang amat jelas. Islam telah memperlihatkan sebuat prilaku moral yang sangat indah dalam diri Nabi Saw. Moral beliaulah yang idealnya dijadikan rujukan oleh seluruh manusia terutama kaum Muslim. Murid harus diajarkan dan dibiasakan dengan sistem etika Islam.
Pendidikan yang terlalu mengkampanyekan kebebasan kepada murid tampaknya bukanlah cara yang benar. Seorang anak itu adalah lembaran putih. Orangtua, Guru dan masyarakat harus mengajarkan dan mencontohkan sistem moral Islam. Dalam menurut sistem sistem inilah semua elemen masyarakat memberikan kontrol terhadap murid-murid dan semua anak.
Tawaran ini saya kira lebih baik daripada penjelasan John Dewey yang tidak tentu arah.
*
Tetapi tidak sepenuhnya demikian. John Dewey punya arah. Arah yang dia inginkan adalah kebebasan. Tujuan utama dia adalah kebebasan berpikir, berhasrat dan bercita-cita. Sementara kebebasan yang diekspresikan dalam tindakan menurutnya hanyalah sarana. Dia menerangkan, dengan memberikan kebebasan pada murid, maka pendidik dapat melihat jati diri mereka. Identitas asli murid tidak perlu disembunyikan dengan peraturan-peraturan karena hanya akan menghambat pengenalan pendidik pada muridnya. Hal ini merupakan masalah karena dapat membuat pendidik menjadi tidak mengenal muridnya. Padahal pengenalan merupakan dasar mendidik.
Bagi kita, hal ini tentu merupakan masalah, sebab sebagaimana telah kita terangkan tadi bahwa murid itu perlu diarahkan. Bagi kita, pembebasan perilaku merupakan pembiaran dan pembebasan pemikiran merupakan penyesatan. Sebab kita sudah punya arah ideal dan praktis ke mana dan bagaimana seorang manusia di arahkan. Sementara orang Barat selalu dalam pencarian entah sampai kiamat. Pembiaran tindakan untuk melihat jatidiri murid secara pikiran sederhana juga telah keliru. Karena setiap dibiarkan, secara umum tindakan murid juga telah diketahui sebab kebiasaan-kebiasaan setiap murid relatif sama. Karena itu, tanpa pembiaran, atau dalam bahasa John Dewey, pembebasan hanyalah penundaan pengajaran dan parahnya lagi adalah tindakan merusak pendidikan itu sendiri.
Pembiaran-pembiaran tindakan itu hanya akan melahirkan pemikiran, hasrat dan cita-cita yang tumpul. Sebab semua itu adalah stimulus dari luar. Murid membangun keyakinan, motivasi dan harapan-harapan dengan melihat dan mengamati tindakan-tindakan dari luar.
*
Segala sistem sains yang diterapkan untuk mengamati perilaku manusia terutama murid-murid memang tidak mutlak harus diabaikan. Tetapi segala masukan-masukan perlu disaring dengan sangat ketat sebab akan sedikitt berguna untuk pendidikan yang berorientasi pengasahan keahlian tertentu. Namun untuk pendidikan-pendidikan dasar seperti keyakinan, tindakan pengabdian kepada Tuhan dan perilaku yang telah memiliki arah dalam Islam tidak memerlukan pengamatan-pengamatan ini sebab sendi-sendi dasar ttentang manusia telah ada dalam Islam.
Pendidikan dalam pandangan orang materialis adalah mengasah skil dan kemampuan analisa. karena itu, wilayah tertinggi dari pendidikan yang mereka amati adalah psikologi. Bahkan pengamatan atas psikologi juga orientasinya adalah kemaslahatan skil, yang semuanya ,aterialistik. Karena itu, perlu sekali bagi kita untuk memaklumi landasan, prinsip dan sistem pendidikan yang dirumuskan kaum mataerialis.
Bagi kita, aspek utama pendidikan adalah perkembangan jiwa. Tujuan utamanya adalah penyatuan dengan Allah. Selanjutnya memperindah akhlak yang merupakan fondasi penting dalam berinteraksi sesama makhluk. selanjutnya barulah melatih skil. Pemikir pendidikan di Barat Modern hanya mementingkan aspek terakhir. Sekalipun tidak mengabaikan aspek kedua. Tetapi aspek kedua ini tampaknya tetap diorientasikan untuk aspek ketiga.
Dalam sistem pendidikan tradisional, agama dan tata krama adalah aspek mendasar. Sebagian mereka juga mengakui muatan tradisional sangat dibutuhkan. Tetapi menurut mereka pendidikan progresif lebih penting karena manusia membutuhkan keahlian teknis supaya dapat perperan serta dalam menyikapi tuntutan zaman. Satu dua dari mereka sadar pengembangan pendidikan progresif akan menuai banyak penentangan. Dia menawarkan solusi yang menurutnya jitu yakni dengan hadirnya orang-orang yang berasal dari lingkungan tradisional, telah menguasai segala aspek pendidikan prograsif serta memahami filosofi pendidikan yang meluputi makna sebenarnya dari pendidikan, hubungannya dengan manusia dan budaya serta tujuan pendidikan. Mereka ini juga perlu menguasai sejarah perkembangan pendidikan. Tujuannya adalah supaya semua menyadari dan menerima bahwa pendidikan progresif adalah tuntutan zaman yang berbahaya bila ditolak apalagi dilawan.
Para pemikir Barat Modern diakui sebagai orang-orang yang sangat cerdas sehingga buah pikir merekalah yang dipakai dalam membangun dunia hari ini. Tetapi kecerdasan yang diakui ini, bila ditimbang-timbang, menjadi tidak banar. Salah satu prasyarat seseorang dianggap cerdas adalah kemampuannya membuat kategorisasi.
Para pemikir Barat Modern memang pandai membuat kategori-kategori, tetapi hanya pada tataran aksidental. Mereka abai dalam urusan-urusan substansial. Hal ini yang terjadi saat mereka menyusun prinsip awal pengetahuan. Mereka abai dalam membuat kategori pikiran dengan realitas eksternal. sehingga mereka tidak pernah mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi dengan tuntas.
Mereka menganggap pendidikan progresif hanya dapat diterapkan dengan menghapus pendidikan tradisional. Padalah kedua bagian itu merupakan hal penting yang tidak hanya dapat berpadu tetapi juga integral. Pendidikan tradisional mengajarkan hal-hal yang tetap seperti percaya pada Tuhan, Nabi, kitab suci, kebangkitan dan sebagainya. Hal ini adalah substansi yang harus diketahui semua manusia. Selanjutnya pendidikan progresif adalah pendidikan yang bergerak, berubah sesuai zaman. Pendidikan tradisional yang statis itu sebenarnya adalah bagian penting ketika melakukan pendidikan progresif.
Pendidikan progresif diorientasikan kepada kehidupan praktis. Kehidupan praktis itu, apapun ranahnya, tetap membutuhkan hal-hal mendasar seperti perjuangan, pengorbanan kesetiaan dan sebagainya. Kesemua hal ini adalah elemen yang senyawa dengan jiwa manusia. Pendidikannya hanya dapat terlaksana melalui sarana yang bebas tanpa terpenjara pada objek tertentu yang terbatas pada ranah-ranah tertentu. Dan pendidikan ini memang dan harus oleh sistem tradisional.
Pendidikan progresif hanyalah bersifat pengasahan kemampuan teknis tertentu. Dan itu adalah semacam kursus atau pelatihan. Dan itu selalu bisa dijalankan bersama dengan pendidikan jiwa atau yang mereka sebut pendidikan tradisional. Kalaupun mereka tidak sepakat pendidikan statis adalah demikian, tetapi itulah maksud saya.
*
Ketika mengatakan akan membangun fondasi pendidikan berdasarkan pengalaman, John Dewey (Experience and Edicaqetuion: Pendidikan Zvnerzvnasis Penadgjalaman, Jakarta, 2004, h. 19) mengatakan dia terlibat ke dalam filsafat karena pengalaman yang ia maksud, sebagaimana dijelaskan oleh Sudarminta dalam kata pengantarnya, adalah melibatkan subjek yang meluputi keinginan, kepentingan, perasaan, sejarah, budaya dan latar belakang pengetahuannya dan melibatkan objek dengan segala kompleksitasnya. Maka dalam hal ini, perlulah menggunakan pendekatan filsafat.
Pembahasan mengenai pendidikan progresif oleh John Dewey memang merupakan sebuah tawaran paradigma pendidikan yang ingin menyuguhkan sebuah sistem pendidikan yang melampaui sekat tradisional dan progresif. Ia menawarkan sebuah pendekatan pengajaran yang memberikan perhatian mendalam kepada murid. Pengajar harus mampu menyuguhkan buku-buku pelajaran yang asing itu kepada murid dengan memperhatikan pengalaman murid. Sebab baginya pengalaman adalah pintu masuk pelajaran-pelajaran.
*
Salah satu asas penting yang dapat dianggap sebagai suatu kesusesan sebuah sistem pendidikan adalah terbntuknya pribadi-pribadi yang sopan, memiliki tata krama atau berbudi pekerti luhur. Studi tentang hal ini semua adalah etika. Kita ketahui bahwa moral dalam setiap zaman dan lingkungan yang berbeda memiliki perbedaan. Memahami semua perbedaan ini mungkin dapat membuat seseorang malah tidak mengindahkan tindakan moral yang berlaku dalam masyarakat zamannya. Tindakan ini biasanya muncul akibat penolakannya terhadap sistem moral yang berlaku dalam masyarakatnya setelah dia membandingkan dengan sistem-sistem moral lainnya. Sebab itu John Dewey menganggap moral hanyalah sebuah prilaku yang tidak terlalu penting mengingat relativitasnya. Sekalipun dia tetap menganjurkan pentingnya seseorang mengikuti sistem moral yang berlaku di masyarakatnya. Tetapi terkesan ini bukanlah sebuah pengharusan.
Bagi kita orang Muslim, tentu saja akan menawarkan sebuah sistem etika yang memiliki basis eksistensi yang amat jelas. Islam telah memperlihatkan sebuat prilaku moral yang sangat indah dalam diri Nabi Saw. Moral beliaulah yang idealnya dijadikan rujukan oleh seluruh manusia terutama kaum Muslim. Murid harus diajarkan dan dibiasakan dengan sistem etika Islam.
Pendidikan yang terlalu mengkampanyekan kebebasan kepada murid tampaknya bukanlah cara yang benar. Seorang anak itu adalah lembaran putih. Orangtua, Guru dan masyarakat harus mengajarkan dan mencontohkan sistem moral Islam. Dalam menurut sistem sistem inilah semua elemen masyarakat memberikan kontrol terhadap murid-murid dan semua anak.
Tawaran ini saya kira lebih baik daripada penjelasan John Dewey yang tidak tentu arah.
*
Tetapi tidak sepenuhnya demikian. John Dewey punya arah. Arah yang dia inginkan adalah kebebasan. Tujuan utama dia adalah kebebasan berpikir, berhasrat dan bercita-cita. Sementara kebebasan yang diekspresikan dalam tindakan menurutnya hanyalah sarana. Dia menerangkan, dengan memberikan kebebasan pada murid, maka pendidik dapat melihat jati diri mereka. Identitas asli murid tidak perlu disembunyikan dengan peraturan-peraturan karena hanya akan menghambat pengenalan pendidik pada muridnya. Hal ini merupakan masalah karena dapat membuat pendidik menjadi tidak mengenal muridnya. Padahal pengenalan merupakan dasar mendidik.
Bagi kita, hal ini tentu merupakan masalah, sebab sebagaimana telah kita terangkan tadi bahwa murid itu perlu diarahkan. Bagi kita, pembebasan perilaku merupakan pembiaran dan pembebasan pemikiran merupakan penyesatan. Sebab kita sudah punya arah ideal dan praktis ke mana dan bagaimana seorang manusia di arahkan. Sementara orang Barat selalu dalam pencarian entah sampai kiamat. Pembiaran tindakan untuk melihat jatidiri murid secara pikiran sederhana juga telah keliru. Karena setiap dibiarkan, secara umum tindakan murid juga telah diketahui sebab kebiasaan-kebiasaan setiap murid relatif sama. Karena itu, tanpa pembiaran, atau dalam bahasa John Dewey, pembebasan hanyalah penundaan pengajaran dan parahnya lagi adalah tindakan merusak pendidikan itu sendiri.
Pembiaran-pembiaran tindakan itu hanya akan melahirkan pemikiran, hasrat dan cita-cita yang tumpul. Sebab semua itu adalah stimulus dari luar. Murid membangun keyakinan, motivasi dan harapan-harapan dengan melihat dan mengamati tindakan-tindakan dari luar.
*
Segala sistem sains yang diterapkan untuk mengamati perilaku manusia terutama murid-murid memang tidak mutlak harus diabaikan. Tetapi segala masukan-masukan perlu disaring dengan sangat ketat sebab akan sedikitt berguna untuk pendidikan yang berorientasi pengasahan keahlian tertentu. Namun untuk pendidikan-pendidikan dasar seperti keyakinan, tindakan pengabdian kepada Tuhan dan perilaku yang telah memiliki arah dalam Islam tidak memerlukan pengamatan-pengamatan ini sebab sendi-sendi dasar ttentang manusia telah ada dalam Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar