Link Download

Selasa, 31 Maret 2015

Raudhah I

Proses adalah Hukum Alam. Tidak ada cita-cita dan kesuksesan tanpa melalui proses. Proses adalah hukum alam atau sunnatullah yang merupakan satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh siapapun tanpa kecuali untuk mencapai citanya. 
Tidak hanya presiden atau atau seorang ilmuan besar yang harus berjalan di atas proses secara bertahap. Bahkan seorang penyanyi sekalipun harus melaluinya.
Raudhah adalah salah seorang anak gadis yang dilahirkan oleh sebuah keluarga kecil yang hidupnya serba kekurangan. Ayahnya adalah seorang pegawai di PT Arun. Namun sesuai dengan kualitasnya yang hanya tamatan SMP, ayah Raudhah hanya bekerja sebagai tukang angkat pipa. Sayangnya pada awal 2000-an, terjadi pemberhentian kerja massal karena produksi gas alam menyusut drastis. Karena terlalu pusing memikirkan nasibnya, ayah Raudhah jatuh sakit. Selanjunya giliran ibu Raudhah yang bergerak ke Medan mencari pekerjaan. Pada beberapa bulan awal ibu Raudhah dapat berkirim surat dan mengirim sejumlah uang kepada Raudhah untuk terus sekolah. Namun bulan-bulan berikutnya tidak ada kabar lagi dari sang ibu. Tidak ada lagi juga kiriman uang. Sehingga Raudhah harus berhenti sekolah. Dia bersyukur mendapatkan pekerjaan untuk mencuci pakaian tetangga. Upah ini memang sangat tidak mencukupi untuk makan tiga orang. Raudhah sendiri, adiknya yang perempuan dan ayahnya yang mulai sakit-sakitan.
Karena tidak punya uang berobat akhirnya ayah Raudhah meninggal. Ibunya juga tidak ada kabar. Beberapa bulan setelah ayahnya meninggal, Raudhah kehilangan pekerjaan karena satu-satunya tempat gadis itu memberikan kelanjutan hidup memberhentikannya kerja sebab mereka pindah ke luar kota.
Setelah tidak memiliki pekerjaan lagi, hidup Raudhah dan adik perempuannya yang baru berusia tiga tahun menjadi semakin tidak menentu. Akhirnya Raudhah terpaksa berhenti sekolah. Karena sangat terpaksa dia dan adiknya tinggal bersama adik perempuan ibunya di kota Lhokseumawe.
Adik perempuan ibu Raudhah telah memilki suami dan dua orang anak. Anak tertuanya adalah laki-laki yang hanya setahun lebih muda daripada Raudhah. Sementara satunya lagi setahun lebih tua daripada adik Raudhah.
Kehadiran Raudhah ke dalam keluarga itu semakin menambah masalah mereka. Adik ibu Raudhah hanya bekerja sebagai pedagag sayur di pasan Inpres. Sementara suaminya tukang becak. Hidup dalam keluarga miskin itu benar-benar membuat Raudhah sengsara lahir batin. Semua pekerjaan rumah diserahkan pada Raudhah. Sementara adiknya menjadi santapan anak bungsu yang luar biasa nakal.
Setelah dua tahun tinggal di Lhokseumawe, Raudhah nekat pergi ke Medan.
Raudhah ke Medan berawal dari ketika pada suatu hari dia disuruh ke pasar untuk membantu tantenya jualan. Spesifikasi tugas yang diperintahkan untuk Raudhah adalah mengangkut barang dari lapak dagangan ke becak. Adapun becak tidak diperkenankan masuk karenan lokasi jualan tantenya Raudhah di dalam gang kecil di tengah pasar Inpres.
Pada suatu pagi, setelah lelah menghantar barang ke becak. Raudhah singgah sebentar di sebuah emperan toko. Di muka toko itu ada beberapa lapak milik pedagang salak. Tidak berniat segera pulang karena tahu pasti akan disuruh mengangkat barang lagi sementra dia masih sangat lelah, maka Raudhah memutuskan sejenak lagi tetap duduk di emperan. Tanpa sengaja Raudhah memungut sebuah koran yang tampilannya tentu asing bagi masyarakat Aceh. Kemungkinan koran tersebut berasal dari lapak salak. Diperiksanya koran itu. Salah satu halaman koran kriminal dari Medan itu membuka rubrik sms. Ruang ini bermaksud bagi siapa saja yang ingin menemukan teman ataupun pasangan dapat menyampaikannya pada alamat hape yang dicantumkan. Sms selanjutnya di muat halaman dimaksud.
Melihat banyak sekali alamat pengirim sms dari Medan, Raudhah terkenang ibunya, yang setahu dia berada di Medan. Raudhah befikir, kalau saja dirinya memiliki hape dan mengirim sms ke koran itu, dia dapat punya harapan ibunya membaca dan menghubunginya. Raudhah yang biasanya sangat selektif dalam mengambil barang, kini tidak peduli koran itu milik siapa. Lagi pula telah memeriksa koran itu adalah edisi bulan lalu. Raudhah menyimpan selembar koran itu dengan baik sambil terus berusaha mengumpulkan uang untuk beli hape. Setelah berjuang keras selama tiga bulan, akhirnya raudhah dapat membeli sebuah hape.
Di konter hape dia berkata "Bang, beli hape paling murah. "
Setelah beli hape. Operasi pertama pada benda asing baginya itu adalah mengsms nomor di koran Medan itu. Bunyinya:
"Mak. Ini Raudhah di Aceh. Raudhah dan Adek rindu Mamak. Ayah sudah meninggal beberapa bulan lalu karena sakit. Pulanglah Mak."
Keesokah harinya ada seorang perempuan menelpon Raudhah. Katanya dia adalah teman ibunya Raudhah. Komunikasi dilakukan antara Raudhah dengan teman ibunya itu. Kata orang itu, ibu Raudhah sama sekali tidak mengetahui ayah Raudhah tidak meninggal.
"Kalau saja ibumu tahu Ayahmu telah meninggal, dia pasti diberi izin pulang. Pekerjaan ibumu memang tergolong sangat padat. Namun dia sangat bersemangat. Ibumu sangat mencintai pekerjaannya"
Cerita- cerita yang didengar Raudhah tentang ibunya membuatnya semakin ingin berjumpa dengan Ibunya. Raudhah pernah meminta supaya dapat berbicara dengan ibunya. Namun itu mustahil karena, kata teman ibunya itu, dia dan Ibu Raudhah bekerja di Padang Sidempuan.
"Kebetulan saya sedang mengantar majikan saya berobat di Medan." Raudhah diberi tahu bahwa dia dan ibu Raudhah sama-sama pembantu rumah tangga.
” Rumah majikan ibu Raudhah berdekatan dengan rumah majikan saya.” Kata perempuan itu.
Kata teman Ibu Raudhah itu, dia dapat mengantar Raudhah bertemu ibunya. Sayaratnya dia harus tiba di Medan paling telat tiga hari.
"Sebab sayaakan segera balik Sidempuan" katanya.
Nah, kalau balik Sidempuan, berarti Raudhah dapat lebih cepat jumpa ibunya. Begitu pikir Raudhah.
Masalah yang dihadapi Raudhah sekarang adalah darimana dia dapat uang untuk ke Medan sekaligus ke Sidempuan. Tanpa banyak pilihan, Raudhah memutuskan untuk berani mengeluhkan masalahnya pada bibinya. Setelah menerima cacian dan makian yang mengandung juga peringatan supaya segera mengabarkan dirinya bila telah bertemu ibunya. Akhirnya Raudhah diberi seratus ribu rupiah. Raudhah merasa uang segitu tidaklah cukup. Namun dia memutuskan untuk berangkat. Harapannya supaya teman ibunya itu bersedia membayarkan ongkosnya dari Medan ke Sidempuan. Lagipula ibunya pasti mau membayarkannya nanti. Begitu pikirnya.
Setelah berpamitan pada bibi sekeluarga dan adiknya, Raudhah berangkat menumpang bus. Sebelum berangkat dia berjanji pada adiknya akan segera pulang.
Setiba di Medan, seorang perempuan lima puluhan berbedan gemuk dan giginya tonggos mengaku teman ibuhya Raudhah menjemput dan membawa Raudhah naik becak mesin. Di dalam becak Raudhah mengaku uangnya cuma tinggal sepuluh ribu rupiah.
"Nanti Ibu pasti akan mengganti" pinta Raudhah.
"Bukan gitu masalahnya, Nak-ku. Tante juga hanya tinggal uang pas-pasan ke Sidempuan satu orang."
Raudhah melihat kenalannya itu tampak sedang berfikir mencari solusi.
"Gini aja" si gendut itu setengah berteriak saat perjalanan mereka hampir tiba perempatan Si Kambing.
"Belok kiri. Bang!" teriaknya pada tukang becak.
Tanpa ekspresi apapun si tukang becak mengikuti perintah perempuan tua itu. Tiba di depan Plaza Millenum, Raudhah dan tukang becak diperintahkan menunggu.
"Minta hape kau nak." Raudhah langsung paham. Meski dirasa berat, namun ia merelakan benda kesayangannya itu dijual supaya dapat dibeli tiket ke Sidempuan.
Perempuan gemuk itu menghilang ke dalam gedung bewarna dominan putih itu. Sekalipun belum pernah melihat gedung sebesar itu, Raudhah tahu di dalam gedung itu ada jual hape. Dia lihat banyak gambar promosi hape di dinding gedung.
Setelah lama menuggu, Raudhah menjadi gelisah. Abang becak kesal.
"Macam mana mamak kau tu. Lama kali."
Raudhah semakin gelisah. Ditambah lagi rasa takutnya akibat dimarahi tukang becak.
"Itu bukan ibuku, Bang" suara Raudhah Parau.
"Aaah. Siapapun, lah. Tak peduli nya aku. Sekarang kau pigi masuk" sambil menunjuk gedung besar itu "kau cari kawan kau tu."
Raudhah tidak punya pilihan. Suara keras dan tajam membuat Raudhah tidak bisa berkutik. Dia kecut. Perlahan ia gerakkan kakinya turun dari becak. Raudhah melangkah dengan ragu. Di depan adalah gedung yang sangat asing baginya. Di belakang ada tukang becak ganas yang siap menelannya. Di sekeliling, adalah kota asing yang membuatnya seperti seekor cicak di tengah kerumunan buaya.
Masuk ke dalam gedung, Raudhah menemukan pemandangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Raudhah merasa seperti masuk ke dunia lain. Ia menemukan banyak orang. Tidak seperti di pasar Inpres Lhokseumawe, di gedung itu orang-orang memakai baju cantik semua. Raudhah ragu dapat menemukan perempuan yang ia cari. Lagi pula dia tidak ingat betul wajah perempuan yang mengaku teman ibunya itu.
Sejam lebih Raudhah berkeliling gedung di dalam gedung itu. Nihil. Raudhah tidak berani ambil resiko naik eskalator. Mendekati benda itu saja dia tidak berani. Malah dia hampir tidak tahu jalan untuk keluar.
Saat keluar Raudhah tidak menemukan lagi tukang becak. Mungkil dia pergi karena tidak sabar lagi menunggu. Raudhah semakin kebingungan. Dia menyeberang jalan dan duduk di halte. Dia mulai menangis. Raudhah teringat nasib adiknya. Bagaimanakah nasibnya kini. Di hadapan Raudhah saja bibi dan sepupunya tidak sungkan membentak dan juga memukul adiknya itu. Bahkan Raudhah sendiri juga tidak jarang dipukul. Raudhah juga teringat ibunya yang konon katanya di Sidempuan. Raudhah sendiri tidak tahu kampung itu. Malah dia tidak terlalu yakin ibunya ada di sana.
Raudhah tidak tahu harus berbuat apa. Dia tidak punya uang. Hapenyapun sudah raib. Raudhah mulai yakin bahwa perempuan tadi adalah penipu. Dia juga hampir yakin bahwa dia sebenarnya tidak mengenal ibunya.
Raudhah meresa sangat lelah. Dia melihat ada pombensin sebelah Plaza Millenium. Dia menyeberang jalan dan menuju kesana. Setelah selesai shalat di mushalla pombensing, dia berdoa sambil menangis. Dia sangat kelelahan dan mulai merasa lapar. Ia tertidur.
Saat terbangun Raudhah merasa sangat lelah. Dia tidak tahu sedang berada di mana. Bahkan tidak yakin masih berada di alam dunia. Mungkin dia meresa telah berada di surga atau entah di mana. Tidur siang memang membuat orang menjadi bodoh.
Diliriknya ke samping, ada beberapa orang bertelekung sedang menegakkan shalat. Dia tidak tahu mereka sedang shalat apa. Raudhah mencoba bagun. Dirasa badannya sangat berat. Diliriknya ke luar jendela. Telah gelap. Dia yakin orang-orang di sampingnya itu sedang shalat maghrib. Dia berniat bangun untuk ke toilet. Sempat ia lirik kam di dinding mushalla. Rupanya sudah jam setengah sembilan malam.
Setelah menjamak maghrib dan isya, Raudah duduk. Pastinya ia sedang bingung harus ke mana. Beberapa saat kemudian seorang petugas kebersihan SPBU menyapanya. Rupanya petugas perempuan itu sudah memperhatikannya sejak siang.
"Kakak tau kau lapar kali. Makan lah dulu" kata perempuan itu sambil menyodorkan sebungkus nasi.
Melirik dan senyum ke atas perempuan itu, Raudhah langsusung menerkam makanannya hingga habis tak tersisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar