Terdapat dua bagian kecerdasan manusia yang merupakan sepercik air dari samudra ilmu Tuhan: 'Bahasa' dan 'Produk' saya namai. Tuhan memiliki karya agung dalam bahasa yaitu Al-Qur'an dan karya agung produk yaitu manusia. Kedua karya ini bila digabungkan akan mengsasilkan pengenalan paling baik pada Tuhan.
Bahasa dibagi dua yaitu puisi dan filsafat. Puncak tertinggi berada pada puisi dan paling rendah disebut filsafat. Diantara keduanya ada banyak karya dalam bentuk bahasa seperti prosa, esai, opini dan banyak lainnya. Puisi adalah pelambangan yang luas dan mendalam. Sementara filsafat, merupakan penjabaran paling detil dan jelas-meskipun eksplorasi terhadap bahasa tidak mengenal akhir.
Produk juga terbagi dua yaitu ukiran dan teknologi. Ukiran adalah keahlian memoles suatu benda menjadi bentuk yang lain. Sementara teknologi adalah keahlian mengkombinasikan beberapa benda hingga menjadi sebuah benda yang lain.
Keahlian yang manakah yang paling tinggi antara kedua keahlian manusia ini? Maka saya kira tergantung ruang-waktu tertentu. Sebelum karya bahasa berkembang, ketika karya ukir mendominasi, manusia menafsirkan ide tentang Tuhan dalam bentu ukiran benda-benda seperti batu, kayu dan tanah. Pengabdian pada tuhan saat itu diaplikasikan melalui karya tersebut atau sekarang kita sebut berhala.
Seiring perputaran waktu, bahasa menjadi dominan. Maka manusia lebih suka melambangkan Tuhan dalam bentuk bahasa seperti 'Ishq', 'Dewa' dan 'Yahweh'. Puisi-puisi melambangkan Tuhan sebagai 'Kekasih', 'Pengobat rindu' dan 'Belahan jiwa'. Maka melalui nyanyian manusia menyampaikan puja dan puji pada Tuhan.
Selanjutnya, di bidang bahasa, manusia mencoba menjabarkan Tuhan yang dilambangkan dalam puisi kedalam karya filsafat (Teologi). Misalnya yang dilakukan Annemarie Scimmer terhadap puisi Jalaluddin Rumi dan Syed Muhammad Naquib Al-Attas terhadap puisi Hamzah Fansuri. Bentang ruang-waktu ini tidak tentu, sebab Muhammad Iqbal misalnya, mejabarkan isi puisinya, 'Javid Nama' ke dalam filsafat yang dikodifikasi dalam 'The Reconstruction of Relegious Though in Islam'.
Maka mengenal dan memuja Tuhan melalui Filsafat dan Teologi tidak ada bedanya dengan apa yang dilakukan pendahuli kita yang memuja dan menyembah Tuhan melalui Berhala.
Di samping itu, manusia modern melakukan penyembahan pada berhala baru hasil bidang kecerdasan bidang bahasa dan produk. Melalui bidang bahasa, filsafat merumuskan teori-teori sosial beserta perangkat-perangkatnya dan menjadikannya sebagai pedoman hidup. Komunisme misalnya.
Pada ranah produk, manusia menjadikan teknologi-teknologi sebagai kebutuhan hidup yang tidak boleh tidak ada. Padahal kalau dikaji, sebenarnya yang mereka jadikan kebutuhan itu adalah keinginan-keinginan. Keinginan (nafsu) manusia tidak ada batasnya kecuali mulutnya disumpal tanah (baca: mati). Mazhab ini sebut saja 'Konsumerisme'.
Bila dikendalikan secara bebas dan tidak terikat, maka potensi kedua bagian kecerdasan manusia itu dapat memberikan pengaruh positif bagi kemanusiaan. Bidang bahasa dapat menjadikan filsafatnya mendinamiskan ilmu-ilmu sosial guna analisa serta ekspolorasi terhadap persoalan kemanusiaan sehingga mampu memberi tawaran solusi terhadap persoalan kehidupan manusia tanpa ikut campur dalam pembentukan karakter dan tidak mengatur jalan hidup (way of life). Sebab, Ilmu tidak beda dengan sebuah kebudayaan dalam memainkan perannya terhadap kehidupan manusia. Produk ilmu dapat memberi solusi terhapap persoalan teknis (baca: mu'amalah) manusia dan kemanusiaan. "Engkau lebih tau urusan duniawimu" kata Nabi Besar. Dan pada ranah mua'malahlah ijtihad dibenarkan. Maka tidak pakai helm itu dosa kemanusiaan, dosa sosial, bukan dosa Ketuhanan. Dianya persoalan akhlak, bukan ibadah.
Pada ruang produk, kita harus paling unggul. Sebab, masuk Islam, jizyah atau diperangi hanya bisa ditawarkan bila kita punya material power dan show of force (dengan memproduksi sendiri tentunya, bukan mampu mengkomsumsi saja, karena urusan mengkomsumsi anak-anakpun bisa).Ultimate Material power hingga saat ini adalah Nuklir dan alat jelajah luar angkasa sebagai show of force-nya.
Cabang Filsafat tentang rasionalisasi Tuhan adalah Teologi. Di satu sisi, merasionalisasikan Tuhan juga diperlukan mengingat dakwah paling efesien itu sesuai bahasa kaumnya. Dan dakwah harus i'jaz atau mampu mencengangkan dan menundukkan sasarannya. Tuhan harus dapat diterima akal (masuk akal). Bukankan budaya manusia saat ini adalah rasionalisme. Bukankah budaya Nusantara dulu ketika Islam masuk penuh dengan nuansa kesenian. Kalau Islam mampu diresapkan ke dalam dada seniman, maka pastilah tindakan yang sama dapat dilakukan pada filosof dan ilmuan.
Perlu diingat bahwa meski kita memilah (distingtion) kecerdasan manusia ke dalam dua bagian, bukan berarti menjadikannya berpisah (descrimination). Kita menentang deskriminasi ilmu-ilmu dan mengkritik linearisasi strata pendidikan: Puisi mampu menginspirasikan terciptanya seribu pesawat luar angkasa sekaligus dapat membuatnya musnah. Bom atom juga dapat melenyapkan seribu perpustakaan yang berisi semilyar literatur. Pemilik produk memiliki hak membahasakan (menamakan) produksinya dan mematenkannya. Kemampuan memberi nama pada benda-benda adalah alasan utama mengapa manusia memperoleh posisi lebih unggul dibandingkan malaikat-malaikat Tuhan.
Mentra 58, 13 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar