Aktif Akal
Hal di hadapan kita memiliki aksiden. Itu pasti. Tetapi apakah dia
memiliki substansi? Dia memiliki bentuk, jasad dan materi. Itu pasti.
Tetapi orang berbeda pendapat apakah dia memiliki jiwa. Mungkin pada
manusia dan hewan semua pemikir menerimanya. Banyak juga pemikir
menerima tumbuhan juga memiliki jiwa. Tetapi pemikir menolak hewan
memiliki akal. Masalah kita jadinya adalah tentang kesepakatan 'apa itu
akal'. Umumnya pemikir menyepakati akal adalah khas milik manusia.
Bahkan mereka menilai akal adalah pembeda utama antara manusia dengan
hewan. Dengan menganut kesepakatan ini, jadinya kita tidak dapat
menyatakan bahwa hewan memiliki akal. Kepada manusia, dalam pandangan
saya, akal adalah khas milik manusia akibat himpunan materi yang khusus
membentuk manusia dengan bentuk khasnya. Akal yang saya maksudkan bukan
fakultas yang memberi defenisi bagi quiditas. Kalau fakultas defenisi
saya kira hewan juga memilikinya. Tetapi akal yang saya maksudkan, yang
hanya dimiliki manusia adalah akal yang menjadi sarana naik kembali
manusia dari alam materi ke alam Ilahiyah. Akal ini sendiri adalah
tajalliyat Tuhan. Akal ini sering disebut Ruh.
Ruh bergradasi
ketika mengurus persoalan bawah seperti persepsi, imajinasi dan
konsepsi. Bagi mereka yang konsisten dengan ajaran
Aristotelian-Peripatetik, pandangan Sadra yang menyatakan ketika
mengetahui seseorang, maka itu adalah penyatuan antara subjek dan objek,
dilihat sebagai penyatuan bentuk benda dengan fakultas tertentu dari
jiwa. Padahal, maksud terdalam dari ajaran Sadra adalah ingn membuktikan
bahwa realitas eksternal memiliki eksistensi yang sama seperti jiwa.
Bahkan ketika kata 'menyatu' kita pakai tetap saja tidak cocok sebab
mengindikasikan adalnya dua hal yang selanjutnya bersatu. Pandangan
Sadra tentang kesatuan subjek dan objek syaratnya adalah pada objek
bukan tiga dimensi dan bukan quiditasnya yang dilihat tetapi
eksistensinya. Demikian juga subjek, bukan pengandalan pesepsi, bukan
imajinasi dan bukan konsepsi, tetapi eksistensinya. Eksistensialisme
Shadra hanya dapat dipahami dengan baik bila kita pahan dengan benar
maksud sebenarnya dari Shadra. lebih penting dari itu adalah Kurinia dan
Taufiq dari Allah.
Memahami Sadra tidak bisa seperti
mengikuti Ibn Sina. Bila modal yang dibawa untuk emahami Sdra adalah
epistemologi peripatetik, maka nasib kita akan seperti Fazlur Rahman.
Instrumen-instrumen atau kaidah-kaidah logika adalah kaidah untuk
memahami realitas yang terbatas yang masing-masingnya memiliki quiditas.
Untuk membuktikan Eksistens, instrumen konsepsi akal tidak akan mapan.
Hal ini pernah ditegaskan oleh Suhrawardi. Filsafat adalah jalan berisik
menuju Kesunyian. Menjadi berisik karena kesimpang-siuran instrumen
defenisi untuk menjelaskan hal yang tidak pernah dilihat. Filsafat Barat
menjadi kacau karena seseorang yang belum melihat menginformasikan
seseuatu kepada yang juga belum melihat. Dalam filsafat Islam juga
terdapat masalah; ketika orang yang sudah melihat harus menginformasikan
kepada orang yang belum melihat. Ketika melihat, Shadra tidak
mengatakan kita telah meninggalkan fakultas-fakultas lain seperti
imajinasi dan konsepsi sebagaimana pandanga Ibn Sina, karena dalam
pandangan Sadra, jiwa meliputi fakultas-fakultasnya. Bila mengikuti
teori Ibn Sina, konsekuensinya adalah jiwa itu parsial bagi
fakultas-fakultasnya, dan ini dirolak Sadra.
Prinsi pandangan Sadra
berasal dari pandangannya bahwa sesuatu itu tidak berubah tetapi
berevolusi. Ketika A menjadi B, maka pada B tetap mengandung A. Tetapi
pada Ibn Sina, ketika A menjadi B, maka A telah musnah dan digantikan
oleh B. Sadra membuktikan teorinya dengan pernyataannya tentang
keniscayaan gerak substantif.
Terakhir yang ingin ditegaskan
adalah, filsafat Sadra sama sekali tidak sama dengan aliran, ajaran dan
pendekatan apalagi orientasi apapun dari semua filsafat Barat tanpa
kecuali. saya nyatakan di sini bahwa semua filsafat Barat adalah zulmah,
kegelapan. Mereka tidak punya orientasi apapun dan mereka tidak pernah
mempu menerawang apalagi melihat kecuali apa yang dapat mereka inderai.
Kualitas mereka tidak beda dengan bicah umur empat tahun yang telah
memiliki kesempurnaan indera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar