Sejarah adalah disiplin yang paling rumit.
Semua teori sejarah yang telah ada dan diyakini mutkah hari ini, setidaknya
hanya lima belas persen yang yang benar-benar sebagai fenomena. Sementara
kebenarannya sedikit kurang dari satu persen.
Sejarah sebagai disiplin ilmu adalah pekerjaan seperti bupati: jujur
disingkirkan, tidak jujur masuk neraka. Sarjana sejarah bekerja mengutip
satu-persatu dari barang bukti yang dapat didemonstrasi. Sering antara satu
barang bukti dengan barang bukti lain sebenarnya tidak berhubungan sama sekali
dan sering satu dengan bukti lain berjarak ratusan bahkan ribuan tatun dikemas
menjadi satu teori. Bayangkan betapa besar lompatan yang dilakukan. Bagaimana
bisa Sejarah dianggap sebagai disiplin yang ebjektif? Patutkah ini disebut
sebagai sains?
Betapa bebasnya sejarah ketika dia berada di tangan sastrawan yang
imajinasinya berasal dari bimbingan Allah. Dia akan menghadirkan kebenaran
kepada pembaca di mana tidak seorangpun tahu akan kebenaran itu sebab bukti-bukti
sudah tidak bisa lagi ditemukan pada masa kini. Mereka bukan berimajinasi,
laporan mereka adalah dari intuisi. Hampir seperti Nabi yang tidak melihat
peristiwa tetapi mampu menceritakannya sebagai wahyu.
Mereka tidak seperti tukang khayal yang mengkontruksi sejarah dengan
cara yang berlebihan dan menggelikan. Mereka menyampaikannya supaya kita
mendapatkan pelajaran, bukan sibuk berkutat dengan data dan tahun. Sejarawan
yang diberi pentunjuk adalah sama dengan wali Allah. Mereka tidak sekedar
menghadirkan masa lalu kepada kita tetapi mereka menghadirkan sebuah pelajaran.
Menghadirkan barang bukti memang penting, supaya orang tidak menganggap
mereka sebagai pembohong besar. Mereka yang menghadirkan sejarah atas perintah
Allah pasti tidak akan bertentangan dengan barang bukti yang masih ada. Tetapi
syaratnya adalah kita tidak boleh memaknai barang bukti yang ada sebagaimana
kepercayaan umumnya yang telah berlaku sebab biasanya penafsiran umum yang
telah ada itu adalah berasal dari mitos.
Disiplin Sejarah jantungnya adalah sebuah barang bukti; bisa bangunan,
pakaian dan perkakas, manuskrip dan fosil. Tetapi barang-barang itu sama sekali
tidak berguna bila tidak mampu dikonstruksi dengan baik. Antara satu barang
bukti dengan barang bukti lainnya adalah imajinasi penulis sejarah. Sebuah
peristiwa yang merupakan kombinasi barang bukti dengan imajinasi juga sama
sekali tidak berguna. Bahkan melihat peristiwa dengan mata kepala juga tidak
berguna: kecuali sejarah dan fakta mampu menyentuh perasaan pembaca dan pengamatnya
untuk melihat bertindak di masa kini dan membentuk para digma di masa depan.
Karena itu dikatakan sejarah adalah: exprlosing the past, searching for the
future.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar