Link Download

Sabtu, 29 Desember 2012

Konsep Eksistensi Sebagai Univokal

Eksistensi atau wujud disebut univokal karena dia menjadi pemersatu bagi tiap realitas. Setiap hal (thingness) ketika diabstraksikan kedalam pikiran selalu menimbukan eksistensi disamping quiditasnya. Eksistensi selalu ada pada setiap kuiditas. Dia menjadi pemersatu dari pluralitas konseptual.
Wujud adalah apa yang dipredikatkan pada maujud-maujud Sehingga makna univokalnya tunggal. Dalam hal ini, wujud dianggap sebagai sekedar makna secara bahasa untuk memberi nama pada realitas eksternal yang beragam dalam satu nama. Alasannya adalah, beragam hal pada realitas eksternal yang sekalipun memiliki bentuk atau properti masing-masing, tetapi memiliki satu hal yang dikandung bersama yakni ke'ada'annya atau it's existence. Secara konseptual, dia adalah pemersatu setiap quiditas.
Kita perlu membedakan wujud ke dalam kategori Wujud Wajib atau Necessary Being (Wajibul Wujud) dan wujud yang bergantung/mungkin atau contigent being (mumkinul wujud). Wijud wayang wajib keberadaannya tidak bergantung pada apapn dan malah dia menjadi penyebab bagi wujud-wujud lainnya yang beragam. sementara wujud mumkin adalah keberadaannnya yang bergantung pada wujud wajib. Disebut mungkin karena dia mungkin ada dan juga mungkin tiada. mungkin ada karena dia berasan dari Wujud, dikatakan tiada karena dia tidak memiliki wujudnya sendiri.
Wujud yang mungkin memiliki substansi dan aksiden. Substansi dan aksiden memiliki beberapa elemennya masing-masing. Pada aksiden ('aradh), yang dimiliki maujud, membuatnya menjadi plural karena dapat dibedakan dengan maujud yang lain karena yang lain juga memiliki aksidennya masing-masing.demikian wujuga setiap maujud memiliki substansinya masing-masing.
Persoalan penting di sini adalah kemampuan membedakan wujud yang beragam dengan Wujud Tunggal. Perbedaan antara keduanya bukan sekedar makna secara semantik atau univokal tetapi masing-masing memiliki status ontologis berbeda. Pentingnya menjelaskan konsep wujud utamanya adalah membedakan kedua wujud yang dimaksud. Setelah dapat membedakannya, maka kita perlu menemukan diantara keduanya, manakah yang lebih prinsipil. Yang lebih prinsipil adalah yang lebih utama dan yang utama itulah pemberi eksistensi pada yang tidak utama. Tentunya wajib wujudlah yang lebih utama dan dia sebagai pemberi wujud. Wujud mumkin mendapat wujud dari wujud utama. Wujud mumkin tidak memiliki wujudnya sendiri. Sejatinya dia adalah 'adam atau ketiadaan. Lalu selanjutnya dia diberi eksistensi oleh wajib wujud sehingga menjadi wajib wujud.
Maujud atau wujud mungkin sifatnya pasif sebab dia adalah objek dari wajib wujud. Maujud adalah predikasi kepada wujud wajib. Predikasi ini penting karena dengan itulah objek dapat dijelaskan. Dalam membicarakan masalah subjek dan predikat, kita dianjurkan untuk tidak terjebak pada diskusi kebahasaan secara logis. Hal penting bagi kita adalah diskusi kefilsafatan sebab hanya dalam filsafat kita dapat menentukan status setiap eksistensi.
Pada realitas eksternal, memang kita hanya bisa menemukan satu hal yakni wujud. Namun ketika diabstraksikan ke dalam pikiran, akan menumbulkan dia entitas yakni mahiyah yang merupakan himpunan konsep subjek karena dia dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan 'apa itu' dan konsep predikat karena dia menjadi pembukti bagi keberadaan sesuatu itu. (Misbah Yazdi, Buku Daras filsafat Islam, Bandung: Mizan, 2003, h. 178) Tindakan akal yang mengabstraksikan wujud selain quiditas (mahiyah) sering luput dari perhatian. Padahal wujud lebih mendasar daripada mahiyah. Buktinya bayi yang baru lahir belum punya properti quiditas apapun tetapi sang bagi mampu menyadari akan wujud (eksistensi), selanjutnya susu yang dia minum barulah membentuk quiditas.
Non eksistensi sejatinya hanya univokal.(Thabattaba'i, The Elements of Metaphysics, London: ICAS Press, 2003, h. 4) Dia adalah quiditas yang hanya bentukan konsep pikiran, sebab pada realitas eksternal ditemukan wujud. Fakultas pirirannya yang menciptakan eksistensi baginya. Quiditas adalah abstraksi pikiran dari maujud tertentu atas realitas. Sementara eksistensi hakiki dan pengenalas atasnya tanpa perlu melalui pembuktian inderawi. Kesadaran manusia secara fitrah langsung dapat menyadari eksistensi. Karena itulah dia disebut self-evidence.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar