Ar-Raniri dalam menghujat
ajaran Hamzah, menurut Al-Attas (1970:35), telah melakukan lompatan. bagaimana
tidak, Raniri menuduh Hamzah menganut ajaran pantheisme sesat hanya dengan
merujuk pada karya Hamzah 'Al-Muntahi' dan syarah rubaiyatnya oleh muridnya,
Syamsuddin Sumatrani berjudul 'Syarah
Rubaiiyah Hamzah Fansuri'.
Kita mengetahui bahwa ajaran wahdatul wujud terbagi dua
yakni muwahhidah dan mulhidah. Ajaran muwahhidah adalah ajaran tasawuf yang
benar karena didapatkan melalui jalur syariat dan semakin teguh dalam syariat.
Sementara yang mulhidah adalah ajaran yang sesat karena serupa dengan ajaran
animisme. Ajaran sesat ini adalah ajaran yang menganggap benda-benda tertentu
sebagai tuhan, misalnya matahari, bulan, gunung, pohon, karena itu mereka
sembah. Raniri datang ke Aceh, meyakinkan penguasa di sana bahwa ajaran Hamzah
adalah ajaran sesat. Raniri diterima, dipercaya, diberi pangkat dan jabatan
sebagai qadhi malikul 'adil, yakni
ulama tertinggi yang pada tangannya keputusan-keputusan hukum terbesar
dipangkukan.
Dengan dukungan penguasa, Raniri membabat habis para
pengikut ajaran Hamzah. Orang-orang yang telah menjadi pengikut Raniri
membunuh, menyiksa dan membakar hidup-hidup pengikut ajaran Hamzah. Kitab-
kitab Hamzah yang banyak disalin dimusnahkan. Dengan keputusan sikapnya ini,
belakangan para sarjana mengambil kesimpulan bahwa modus tindakan Raniri adalah
politik. Dia memprovokasi warga, mempengaruhi penguasa, sehingga memperoleh
pangkat yang tinggi.
Saya sendiri melihat tindakan Raniri dari beberapa sisi.
Pertama dia tidak memahami ajaran Hamzah secara baik dan benar. Dia menganggap
ajaran Hamzah sama seperti ajaran mulhidah yang berkempang di kampungnya,
India. Sekalipun mungkin Raniri tahu bahwa ajaran Hamzah bermazhab Ibn Arabi,
maka dia menganggap ajaran Hamzah sama denga para pengikut Ibn Arabi yang salah
paham di India. Kedua, mungkin saja Raniri paham secara keseluruhan ajaran
Hamzah, dan dia tahu pemikiran Hamzah tidak sesat. Tetapi karena khawatir para
oengikut Hamzah akan salah paham sehingga mereka dapat menjadi para mulhidah
(atau mungkin pada masa Raniri, pengikut Hamzah memang telah sesat). Kalaupun
para pengikut Hamzah belum sesat, maka dia khawatir (menurut saya dia yakin)
pengikut Hamzah kemudian akan menjadi sesat. Kemungkinan karena Raniri telah
melihat sendiri bagaimana para pengukut Ibn Arabi di awal mereka dapat memahami
dengan baik ajaran wahdatul wujud lalu perlahan berubah menjadi kesesatan
karena salah memahami. Atau mungkin juga di India, generasi awalnya sendiri
telah menjadi mullhidah.
Dalam 'Asrar 'Arifin' Hamzah mengatakan Dzat
Allah dengan Sifat-sifatNya adalah Satu. Bila tidak, maka ada dua entitas dalam
Allah, yakni dzat dengan sifat. Tetapi bagi Raniri ini berbahaya karena identik
dengan ajaran Kristen yakni walaupun Roh itu satu, tetapi dia dapat disemat
pada Bapa, Bunda dan Roh Kudus. Tetapi Raniri tidak sadar bahwa bila tidak
mengakui Dzat dengan Sifat adalah Satu, maka pemahamannya sendirilah yang lebih
mirip teologi Kristen (na'udzu billah).
raniri juga menuduh Hamzah termasuk golongan yang percaya
bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Padahal, Hamzah sendiri hanya mengatakan bahwa
teks Al-Qur'an saja yang merupakan karya, tetapi hakikatnya, hanya Allah yang
tahu. (Al-Attas, 1970: 52-53). Bahkan
menurut Al-Attas, Hamzah jelas dengan tegas menyatakan dalam 'Asrar Arifin' bahwa Al-Qur'an bukan
makhluk. Kata Hamzah, Al-Qur'an yang ditu;is sebagai teks jelas adalah makhluk.
tetapi Al-Quran dalam makna sebenarnya, siapa tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar