Asrarul Arifin Hamzah Fansuri (Part II)
Dalam pandangan Hamzah, Allah bukan berada pada tempat tertentu yang dapat kita tunjuk atau kita bayangkan. Semua yang dapat ditinjuk adalah terbatas, yang menunjuk juga terbatas. Demikian juga yang dibayangkan dan yang membayangkan terbatas adanya. Allah sebagaimana Dia menggambarkan dirinya kepada kita: Dia Satu, Dia meliputi semua, tidak ada gradasi bagiDzatnya, tidak ada apapun yang menyerupai apalagi menyamai Dia.
Allah adalah Cahaya, cahayaNya tiada pernah padam. Padam adalah Dia. jadi kalaupun padam, adalah Cahaya juga: Dia juga. Allah Kekal: awal adalah Dia, akhir Dia juga. kalaupun Dia berakhir, maka Dia juga. Dia adalah yang tak terlihat, yang terlihat juga Dia. Bila melihat, maka adalah Dia, kalau tidak melihat, Dia juga.
Allah adalah Wujud, segala wujud adalah pemberianNya. Sesaat saja Dia menghentikan wujud, maka binasa semuanya. hamzah mentamsilkan Wujud seperti tanah, dari tanah itu dibuatkan kendi, dibikinkan piala, diciptakan dan piring. Pada sekalian perabotan tiada wujud, hanya Dia yang ada. Demikian Hamzah menganalogikan Wujud yang Tunggal sekaligus majemuk (plural).
Seperti tanah yang sirami air, maka tumbuhlah aneka tumbuhan. Tanah adalah umpama Wujud, air pula demikian. percampuran Wujud dengan Wujud menumbuhkan aneka jenis tumbuhan dengan aneka bentuk, bermacam corak, beragam rasa. sedianya semua itu adalah Wujud. Wujud hanya Satu. analogi Hamzah tampaknya bertentangan dengan ajaran pada kuliah kamu yang mengatakan aneka maujud becampur dengan ketiadaan ('adam) sehingga dia menjadi tertangkap indera kita. tetapi kata Hamzah sendiri, Wujud yang bercampur Wujudlah yang menghadirkan pluralitas eksistensi (mauju). Waktu mengaji di dayah (pondok), teungku (guru mengaji) mengatakan: karena Wujud terlalu terang sehingga tidak dapat indera menerimanya, maka Wujud mentajallikan diriNya ke dalam bayangan sehingga terciptalah alam materi. Pernyataan teungku otomatis menimbulkan konsekwensi dualitas antara Wujud dengan nonwujud. Demikian juga di tempat kuliah, konsekwensi dualitas juga berlaku. Tetapi Hamzah sendiri mampu menjawabnya dengan argumennya: batasan Wujud adalah Wujud. dosen saya sendiri mengaku 'adam adalah adalah ketiadaan. pernyataan dosen semakin meneguhkan pandangan Hamzah. ''Asalnya daripada Wujud, maka menjadi siang dan malam, langit dan bumi; 'arash dan kursi, surga dan neraka, Islam dan kafir, baik dan jahat---- dengan hukum isti'dad diriNya jua.'' (Al-Attas, 1970: 260).
Karena dunia ini adanya fana, maka terhadapnya jangan kita terpana. Kalau diberi kelebihan harta, jangan kita riya. Bila diberi fakir, jangan mengeluh akan keadaannya. hamzah meminta kita untuk tidak bergantung kepada manusia dan benda. Semua itu adalah fana adanya. Tiada sesuatu apapun memiliki wujud selain Allah. ketergantungan kepada selain Dia adalah ketergantungan kepada ketiadaan. Orang yang menuju Hakikat tiada berharap pada sekalian makhluk. sugra neraka sedianya makhluk jua. ahli suluk kepada surga tiada akan berharap dan kepada negara tidak dia akan takut. Pegangan ini hanya pada orang yang berada pada Jalan.
Ahli Hakikat tiada mencari akan harta kecuali makanan sekedar bertahan dan pakaian sekedar aurat ditutup. bermewah dalam makan dan pakaian bukan hal yang disuka. Tidak boleh bagi kita bermegah-megah dengan dunia. Siapa yang kaya dalam dunia, artinya dia jauh dari kaya yang sebenar,benar kaya. Siapa yang fakit dalam dunia, dengan Allah dia dekat. Bahwa dunia adalah hijab akan kehadiran Wujud Mutlak. Orang yang mabuk dengan dunia sedia mabuk mukumnya, tiada dia sadar akan dirinya. Barang siapa mabuk tidak diterima shalatnya, barang siapa tiada dia akan shalat maka kafir hukumnya. Dia membikin ribuan hijab dengan Allah. itu semua kehendak dirinya.allah tiada akan menzalimi hamba kecuali hamba sendiri menzalimi diri.
Sesiapa yang berahi akan Allah maka hendaklah dengan dunia diputus ikatan. Maka hendaknya dia kurangi maka, sedikitkan tidur dan jangan banyak berhubungan dengan manusia. Yang berahi akan Wujud, hendaklah hilangkan dirimu. Namamu hanya gelar, rupamu cuma bayangan. Dalam mengabdi hilangkan diri, dalam menyembah fanakan wujudmu. Bila masih ada yang menyembah dan yang disembah, berarti percaya akan dua. hamzah mengutip ahli suluk:
''Barang siapa menyembah akan nama, tiada ertinya, maka bahwasanya telah kafir. barang siapa menyembah erti tiadadengan nama, maka itu menduakan. Barang siapa menyembah nama dan erti maka ia munafiq. Barang siapa meninggal nama dan erti, maka ia mu'min yang sebenar-benarnya. (Al-Attas, 1970: 283)
Orang yang fana bila menyadari dirinya masih fana, maka ia belum fana. Sesiapa yang fana berarti hidang dirinya. Ketika Al-Hallaj mengatakan ''Ana Al-Haqq'' itu bukanlah perkataan Al-Hallaj, karena Al-Hallaj telah tiada, dia telah fana , perkataan itu adalah perkataan Tuhan. Demikian juga Junayd, yang mengatakan dibalik sarung hanya ada Allah, karena Junayd memang telah tiada. Mereka yang fana tiada akan fkir, tiada baginya agama, tiada akan ia makrifat ataupun kasyaf, yang Ada hanya Allah saja. Demikian rupanya kata Uways Al-Qarni.
Kita perlu tahu bahwa segenap alam tiada akan memiliki eksistensi. semuanya fakir akan ada. hanya Allah saja yang Ada. semua ada lainnya adalah Ada yang memberi ada terus menerus. demikian faham Mulla Shadra. adapun bagaimana adanya alam yakni adalah dengan zikirnya. Sedikit saja alam berhenti berzikir maka niscaya lenyap dia. Tubuh kita juga sentiasa berzikir. Hanya saja kesadaran kita saja yang jarang melalukannya. Tamsilannya umpama basmalah. Setiap sesuatu memang dibuat dengan nama Dia, tetapi lafadz basmalah bagi kesadaran adalah pintu pembuka dan pengakuan akan keterlibatan kesadaran akannya. Umpama janji akan Allah saat di alam rahim. Semuanya bersaksi setia pada Allah. Dan ikrar ruh adalah penyaksian kesadaran akan Allah saja yang dituju. kalaupun seandainya ruh tidak berikrar, maka tiada lahir ke dunia hukumnya.
Orang suluk ridha akan semua ketetapan Allah. Tiada mereka menyembah dengan kening ataupun ujung hidung. Tiada mereka menyembah dengan darah maupun dengan jantung. Itu semua hakikatnya tiada. ibn Arabi mengatakan bila mih ada antara yang mengenal dengan yang dikenal, maka hijab itu masih ada.Karena itu Nabi Saw. mengatakan ''Kukanal Tuhanku dengan Tuhanku''. hamzah mengatakan kita harus sama-sekali lepas dari dunia untu menyatu. ''... jika belum fana daripada ribu dan ratus, dimanakan dapat adamu hapus''. Islam adalah menyerahkan diri sepenuhnya sehingga diri menjadi tiada sama sekali.
Tiada bosan-bosan Hamzah menyerukan kepada jalan syariat, karena tiada pintu masuk lain tanpa bersyariat. hanya dengan syariat kita tiada akan karam di laut pencarian menuju Allah SWT. ''Syariat seperti kulit, thariqat seperti tempurung hakikat seperti isi (dan) hakikat seperti minyaknya'' (Al-Attas, 1970: 285). Siapa yang bercerai dengan syariat maka dhalalat hukumnya. Siapa yang lepas dari pada jalan syariah maka sesatlah dia, tiada fana kecuali setan adalah sembahannya sekalipun dia bisa berjalan di atas air dan terbang.
islamic Cultural Centre Jakarta, 22 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar