Link Download

Minggu, 04 November 2012

Shadra Dalam Rahman

Fazlur Rahman ('Filsafat Shadra', Bandung: Pustaka, 2000 h.5) mengatakan, bagi Mulla Shadra, Wujud sebagai Wujud oleh manusia hanya dapat dialami (pengalaman spiritual, intuisi), sekali dia dicoba pahami ,enjadi konsep, dikonseptualisasikan, maka dia berhenti menjadi wujud dan menjadi esensi. Sekalipun mengutamakaan intuisi sebagai yang paling utama untuk menemukan pengetahuan, pemikiran Shadra sa
ngat berbeda dengan sufi. Sufi tidak mempedulikan rasio sebagai basis pengatahuan. Tetapi Shadra menerima intuisi untuk memberikan kualitas pada pengalaman, yang menurut saya tafsirkan, yang telah didapatkan dari empirik dan rasio. Dengan begitu intuisi yang didapatkan juga tidak statis sebab empirik dan rasio terus berkembang. Jujur, saya sendiri lebih sepakat dengan cara pamdamg intuisi demikian.
Shadra menilai Ibn Sina yang terlalu sibuk melibatkan diri dalam urusan-urusan yang lebih rendah dari filsafat. Sehingga filsafat Ibn Sina menjadi ''... Terpisah-pisah, penuh keraguan dan ketidakpastian'' (Ibid, h.7). Ibn Sina menjangkau metafisika dengan memposisikan diri tidak di dalamnya. sementara Shadra juga menila gaya Ibn Arabi dalam mengemukakan pengalaman spiritualnya banyak menggunakan simbol-simbol. Karena Ibn Arabi memposisikan diri pada wilayah metafisika saat membahas hal metafisik sehingga dia kurang dapat mengemukakan pandangannya secara epistemologis yang jelas.
Selaku pelajar Filsafat Islam, saya sangat terganggu dengan dugaan-dugaan yang mengira pro-kontra pemikiran filsafat dari para filosof sebelum kami adalah karena beda mazhab (sunni-syi'ah). Dari sejarah filsafat kita lihat bahwa sering filosof sunni mengkritik sesama sunni dan syiah mengkritik syiah. Bahkan perbedaan atribut ini (sunni-syiah) baru populer beberapa abad belakangan. Perdebatan mereka semata karena persoalan filsafat. Jujur, bahkan saya sendiri merasa geli membicarakan hal ini. Saya sendiri sebelumnya hampir percaya bahwa karya-karya Shadra adalah plagiasi. Tetapi belakangan saya mulai yakin bahwa orisinilitasnya sangat terbukti. Terutama saat saya mempelajari konsep gerak substansinya. Gaya menulis Shadra memang sagat unik. Dia mengemukakan dengan rinci thesis-thesis filosof sebelumnya, mengemukakan kritik dan argumen setelahnya dan menguraikan pandangan pribadinya dengan sangat hati-hati. Kita harus meneliti dengan seksama baru menemukan yang mana argumen pribadi Shadra. Sebab antara pandangan pribadinya dengan komentar-komentar sebelumnya tampak sangat mirip. Saya kira ini adalah cara terbaik sebab pro-kontra tentang inti filsafat Islam adalah kajian tentang tema-tema yang sangat sensitif: begitu mudahnya disalah pahami kecuali mempelajarinya dengan sangat hati-hati. Semua pemikir sebelumnya ia kritik, yang paling jarang adalah Ibn Arabi dan yang paling sering adalah Fakhruddin Ar-Razi. Kritik Shadra hanya terhenti pada Al-Qur'an, Hadits dan Imam yang terpelihara. (ibid, h.12).
Sistem konsep wujud Shadra banyak berhutang pada Suhrawardi. Syaikhul Isyraq mengatakan semuanya adalah cahaya kecuali realitas eksternal. Baginya esensi adalah cahaya yang lebih redup. Shadra mengganti konsep cahaya dengan konsep wujud dan menyatakan esensi bukanlah wujud, tetapi realitas eksternallah yang wujud. Bagi Shadra, esensi sifatnya tetap, jadi tidak mungkin adalah dari gradasi wujud.
Pada masa kehidupannya, Shadra tidaklah memiliki banyak pengikut. Adalah Mullah Adbul Razzaq Lahiji yang hidup bersama Shadra selama dua puluh satu tahun. Selanjutnya Shadra menjadi dukenal oleh para pengikut Masyaiyyah dan Illuminasionis arena komentar-komentarnya terhadap Ibn Sina dan Suhrawardi dalam 'Asfar'. Mullah Ali Nuri telah menulis komentar sistematis terhadap 'Asfar'. Selanjutnya Sabzawari diakui sebagai pengiku setiap Shadra yang menulis komentar bagus tentang 'Asfar'. Rahman (2000:28) mengatakan kajian petama tentang Shadra di Barat ditulis oleh Max Horten. Sekalipun dia dianggap banyak mengalami kekeliruan dalam memahami Shadra, namun diapresiasi sebagai pionir. Untuk masa Mutkhir, Thabattaba'i adalah komentator populer bagi siswa filsafat Islam sebagai pintu masuk mendalami pikiran Shadra melalui karya 'Bidayatul Hikmah'. Kitab tipis ini menjadi pegangan wajib bagi kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar