Kalau dia mau, pemuda itu bisa menjadi dosen di sebuah
universitas di kotanya. Dia benci setiap hari melewati orang-orang yang sedang
minum kopi di warung-warung di kampungnya.
Dengan mobil mewah melewati mereka dia tidak mau. Dia tidak suka menjadi
sombong.
Ada yang
mengatakan ''Tinggal tegur sapa saja setiap melewati mereka. Angkat tangan dan
lemparkan sebuah senyum''.
''Tidak,'' dia
membalas '' mobil itu sendiri adalah lambang kesombongan. Mana mungkin anjing
melahirkan kambing''
Maka setiap pagi
bersama rumput dan sungai dia
bercengkerama bersama menikmati sinar matahari. Siang tiba bersama sebuah
sebuah balai sederhana dia melantunkan tembang untuk Sang Pencipta. Lalu
kembali ke gubuknya yang sederhana untuk beristirahat. Sore hari dia kembali ke
alam dan bercanda bersama air, rumput dan pepohonan.
Ketika malam dia
menyempatkan diri selalu menikmati wajah lelah warga. Di warung kopi dia ikut
bercerita dan tertawa dengan mereka. Malam larut dia kembali ke gubuknya untuk
merencanakan subuah daulah yang mulia untuk ummat manusia di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar