Ki Ageng monolak arabisasi agama. Dia
menerima Islam karena melihat banyak kesamaannya dengan ajaran prinsipil
masyarakat Jawa. Sosok yang digelar ''Matahari Jawa'' ini berhasil
menyatukan ajaran nenek moyangnya dengan agama terakhir ini.
Ki Ageng Suryomentaran adalah seorang mistikus jawa yang unik. Dia
merasa semua yang dia lihat, dengan, rasa adalah Dia yang dicaci dan
diminta. Hampir seluruh hidupnya dinisbatkan untuk yang ia caci dan ia
puja. Sekalipun sibut bercinta dengan pujaan hatinya, Ki Ageng juga
sangat peka terhadap kondisi lingkungannya. Dia malah mengorganisir
pasukan untuk berperang melawan penjajah dengan membentuk pasukan
Jelata. Ki Ageng juga begitu peduli dengan masa depan bangsa. Kepedulian
itu ia realisasikan dengan membuat perkumpulan pemuda pelajar Taman
Siswa.
Pemikiran Ki Ageng tampak mirip dengan Zarathustra dari
Persia dan Krisnamukti dari India. Ajaran Ki Ageng berfokus pada
penginsafan atau pengenalan diri. Diri dibiarkan menjadi siap untuk
menerima oenyingkapan dari Yang Agung. Di sini diri dipasifkan dengan
beberapa teknik supaya mampu menerima penyingkapan itu. Pengenalan diri
ini merupakan syarat mutlak untuk mengenal Sang Kekasih.
Pada
saat pengalaman mistiknya memuncak, pada suatu malam, Ki Ageng
mengatakan dirinya tidak akan mati. Kalimat ini tampak aneh dalam
pandangan objektif. Tapi bila dipahami lebih jauh, maka kita tahu bahwa
kita mengaku hidup karena berkesadaran adalah prasyarat untuk hidup dan
setelah badan musnah, kesadaran tidak ikut musnah. Maka berhentinya
jantung atau kehancuran tubuh bukanlah petanda kematian. Kesadaran yang
bersifat ruhaniyah malah memproduksi materi (jasad). Maka ketika jasad
tidak lagi diproduksi, ruhani itu tidaklah mati.
Untuk
mengenal dirinya, manusia harus melepaskan dirinya terlebih dahulu. Cara
ini diperlukan agar diri, sang manusia bisa ditinjau tidak lagi secara
subjektif, biar sang diri bisa dilihat apa adanya. Begitulah cara
mengenal yang tepat.
Oleh beberapa kalangan ajaran Ki Ageng,
sebagaimana ajaran mistis lainnya, dituduh sesat. Ia dituduh tidak
percaya pada hari kiamat. Tapi saya kira tuduhan ini dilancarkan para
teolog sebab alir pemikirannya dengan yang tampak dalam gambaran kitab
suci berbeda. Mungkin dia melihat alam akhirat sebagaimana Ibn Rusyd
melihat atau seperti kata Ali bin Abi Thalib: 'Seandainya tabir yang
menutupi alam akhirat telah dibuka, keyakinanku tehadapnya tidak akan
berubah''.
Bagi Ki Ageng, dan hampir semua mistikus, melakukan
ibadah bukan seperi kuda yang menarik andong atau kerbau yang membajak
sawah. Kita harus sadar dari diri dan bahkan ibadah itu menyatu dengan
diri. Kebanyakan manusia memang menjalankan hukum Tuhan tanpa sadar
betul dengan yang ia lakukan, yang dilakukan sebatas pewujudan doktrin
dan rutinitas.
Penulis setidaknya mengamati tiga pokok
bahasan yaitu (1) rasa batin, dari mana dia muncul dan hendak kemana dia
mengarah atau diarahkan. (2) Mengenal diri dengan baik melalui proses
latihan penuh kesabaran yang dijalankan mistikus-mistikus ternama
terutama Ki Ageng Suryomentaran. Dan (3) menentukan keputusan untuk
bertindak melalui kesadaran diri, bukan berdasarkan doktrin teks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar