Sebelumnya manusia menerima bahwa cara memahami manusia itu
harus melalui sebab-akibat. Sebab-akibat bisa muncul karena adanya pemisahan
antar hal yang dapat menjadi pemahaman. Proses pemahaman bersifat mental atau
peristiwa. Abad ke dua puluh, Einstein menunjukkan bahwa di balik materi itu
adalah peristiwa. Karena dianya peristiwa, maka dianya bersifat mental. Dengan
begitu, pemahaman tidak lagi dapat menyusun pemahamannya melalui sebab-akibat.
Pada hal peristiwa, akibat dapat menjadi akibat pada satu sudut pandang dan
dapat menjadi sebaliknya pada sudut pandang yang lain. Demikian pula perdebatan
mengenai apakah subjek yang mempengahui objek atau objek yang mempengaruhi
subjek dapat benar dan dapat pula sebaliknya tergantung sudat pandang. Sebab
sejatinya keduanya adalah mental saja. Tapi walau bagaimanapun, hukum akal yang
melimitasi dan menganalisis pasti akan selalu mengikuti prinsipnya sebab bila,
dan mustahil, ini dilanggar katena bila tidak pikiran tidak akan dapat mengenal
apapun. Quiditas sendiri adalah proyesi akal. Saya menduga segala proyeksi akal
adalah relatif. Oleh sebab itu tampaknya quiditas itu tidak esensial.
Russell pada
halaman terakhir 'Sejarah Filsafat Barat'nya
memberi sinyal bahwa sains lebih terhormat daripada filsafat karena dalam
proses pengembangannya selalu mengakomodir dan memberi tambahan pada penemuan
sebelumnya. Sementara, kata dia, filsafat hanya melakukan penghantaman pada
pemikiran sebelumnya dengan mengingkari sistem logika yang dibangun oleh yang
ditentang untuk menghasilkan pemikiran baru. Tampaknya dugaan Russell tidak
separah itu. Filosof yang mutakhir tidak akan dapat menyusun pemikiran barunya
tanpa diilhami oleh pemikir sebelumnya. Filsafat yang bekerja pada wilayah pemikiran
memang harus bekerja demikian sebab dia
tidak berorientasi pada materi. Sains tampaknya memang tidak seterhormat yang
dibayangkan. Banyak juga penemuan ilmuan sebelumnya harus dirombak atau malah
dibuang sepenuhnya oleh ilmuan mutakhir untuk menghasilkan produk sains yang
dianggap lebih layak. Sains yang diakui berorientasi pada data konkrit akan
sepenuhnya mandeg bila tidak mengambil tauladan dari sistem filsafat. Filsafat
lebih mengedepandah hal anstrak. Sebab itu dia terus dinamis. Bila sains tidak
memasikkan asumsi, maka dapat dipastikan akan mandeg. Oleh sebab itu,
pikiran-pikiran cemerlang para filosof akan selalu mengilhami penemuan-penemuan
mutakhir sains, sekalipun hampir semua saintis mencibiri para folosof, seperti
kacang lupa pada kulitnya. Tapi tidak mengapa, filosof adalah orang bang
bijaksana, 'terimakasi' bukanlah orientasi mereka. Malah mereka membenci kata
itu.
Ketika Russell
mempermasalahkan filsafat mengomentari agama, maka semakin tampak bahwa orang
Inggris itu tidak mengenal filsafat dengan baik. Filsafat membahan segala hal,
membahas apapu yang telah pernah dan belum difikirkan ummat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar