Link Download

Rabu, 23 Mei 2012

Antara Materi dan Peristiwa


Sebelumnya manusia menerima bahwa cara memahami manusia itu harus melalui sebab-akibat. Sebab-akibat bisa muncul karena adanya pemisahan antar hal yang dapat menjadi pemahaman. Proses pemahaman bersifat mental atau peristiwa. Abad ke dua puluh, Einstein menunjukkan bahwa di balik materi itu adalah peristiwa. Karena dianya peristiwa, maka dianya bersifat mental. Dengan begitu, pemahaman tidak lagi dapat menyusun pemahamannya melalui sebab-akibat. Pada hal peristiwa, akibat dapat menjadi akibat pada satu sudut pandang dan dapat menjadi sebaliknya pada sudut pandang yang lain. Demikian pula perdebatan mengenai apakah subjek yang mempengahui objek atau objek yang mempengaruhi subjek dapat benar dan dapat pula sebaliknya tergantung sudat pandang. Sebab sejatinya keduanya adalah mental saja. Tapi walau bagaimanapun, hukum akal yang melimitasi dan menganalisis pasti akan selalu mengikuti prinsipnya sebab bila, dan mustahil, ini dilanggar katena bila tidak pikiran tidak akan dapat mengenal apapun. Quiditas sendiri adalah proyesi akal. Saya menduga segala proyeksi akal adalah relatif. Oleh sebab itu tampaknya quiditas itu tidak esensial.
    Russell pada halaman terakhir 'Sejarah Filsafat Barat'nya memberi sinyal bahwa sains lebih terhormat daripada filsafat karena dalam proses pengembangannya selalu mengakomodir dan memberi tambahan pada penemuan sebelumnya. Sementara, kata dia, filsafat hanya melakukan penghantaman pada pemikiran sebelumnya dengan mengingkari sistem logika yang dibangun oleh yang ditentang untuk menghasilkan pemikiran baru. Tampaknya dugaan Russell tidak separah itu. Filosof yang mutakhir tidak akan dapat menyusun pemikiran barunya tanpa diilhami oleh pemikir sebelumnya. Filsafat yang bekerja pada wilayah pemikiran memang harus bekerja demikian sebab  dia tidak berorientasi pada materi. Sains tampaknya memang tidak seterhormat yang dibayangkan. Banyak juga penemuan ilmuan sebelumnya harus dirombak atau malah dibuang sepenuhnya oleh ilmuan mutakhir untuk menghasilkan produk sains yang dianggap lebih layak. Sains yang diakui berorientasi pada data konkrit akan sepenuhnya mandeg bila tidak mengambil tauladan dari sistem filsafat. Filsafat lebih mengedepandah hal anstrak. Sebab itu dia terus dinamis. Bila sains tidak memasikkan asumsi, maka dapat dipastikan akan mandeg. Oleh sebab itu, pikiran-pikiran cemerlang para filosof akan selalu mengilhami penemuan-penemuan mutakhir sains, sekalipun hampir semua saintis mencibiri para folosof, seperti kacang lupa pada kulitnya. Tapi tidak mengapa, filosof adalah orang bang bijaksana, 'terimakasi' bukanlah orientasi mereka. Malah mereka membenci kata itu.
     Ketika Russell mempermasalahkan filsafat mengomentari agama, maka semakin tampak bahwa orang Inggris itu tidak mengenal filsafat dengan baik. Filsafat membahan segala hal, membahas apapu yang telah pernah dan belum difikirkan ummat manusia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar