George Berkeley (1685-1753) mengatakan materi sebenarnya
tidak ada, dianya baru ada hanya karena adanya penglihatan oleh kita. Katanya
semua sensasi eksternal hanyalah bentukan pikiran. Jadi menurutnya sensasi
eksternal itu semuanya bentukan mental sehingga pandangan terhadap materi murni
subjektif. Kita hanya menangkap sifat dari pada benda, maka hal-hal partikular
di dunia eksternal itu subjektif adanya. Bagi Berkeley materi eksternal yang
diamati dan potensi pengamatan yang berada dalam diri adalah satuhal, tidak
terpisahkan.
Gerak yang juga
adalah sensasi di alam eksternal sehingga tampak berbeda bagi setiap pemersepsi
tergantung posisi si pemersepsi. ''Selain ruh, semua yang kita ketahui dan
bayangkan merupakan gagasan-gagasan kita sendiri'' kata Berkeley (Russel, 856).
Kutipan ini membuktikan bahwa Berkeley sebenarnya percaya pada metafisika atau
hal yang tak terinderakan seperti ruh. Menurut dia, perbedaan antara hal yang
terinderakan dengan yang tidak adalah yang pertama bisa diingat sementara yang
kedua tidak. Hal yang telah terinderakan katanya memberikan pengaruh tertentu.
Tapi saya kira yang tidak terinderakan juga memberi banyak pengaruh: baik bagi
objek yang dipersepsikan maupun sensasi yang terbentuk.
Bahwa saya kira tidak
ada peristiwa yang berdiri sendiri. Setiap objek yang diamati meniscayakan
aksiden (yang dalam pandangan umum logika ada sembilan). Jadi setiap objek yang
diamati tentunya meniscayakan penghubungannya dengan materi atau peristiwa lain
di sekitarnnya supaya objek itu dapat dibedakan dengan objek lain. Hanya dengan
pembedaanlah suatu objek dikenal dan selanjutnya baru menjadi persepsi.
Benarkan roda
kereta api tidak ada ketika saya sudah berada di delam kereka? Alasan kaum
empirisme adalah karena tidak ada yang menjamin bahwa roda kereta api masih ada
bila tidak seorangpun mengamati. Saya kira ini mudah saja sebab roda kereta
bisa menjamin dirinya sendiri dengan bukti bahwa dialah yang bergerak sehingga
membuat kita tiba di stasiun berikutnya.
Tapi mana bukti
seonggah batu di hutan masih terus ada bila tidak satu makhlukpun mengamatinya?
Kalau bagi saya jaminannya adalah ketika langit masih tampak, kita masih ada
berarti batu itu masih ada. Karena, seperti semua hal termasuk batu itu mewujud
sebab adanya Energi yang menjadi pewujud daripada segala hal. Ilmu fisika
modern akan menertawakan empirisme.
Walaupun ada yang
menyangkal, di sini katakan saja pikiran adalah substansi. Karena pemahaman
dibentuk oleh akal secara murni. Tanpa pemahaman, mustahil memunculkan kesan.
Kesan itu adalah pengenalan terhadap suatu objek. Suatu objek baru dapat
dikenali setelah adanya pembedaannya dengan objek lain. Setelah sembilan
aksiden masuk ke dalam sesasi barulah suatu objek dapat dikenali. Dalam proses aksiden membutuhkan pemahaman
terhadap masing-masing poin aksiden. Jadi kesan tidak hanya muncul pada saat
pengenalan objek tapi sudah dari pengenalan setiap poin aksiden. Bila
pengenalan poin aksiden itu tidak ada, mustahil bisa dibedakan dengan poin
aksiden lainnya. Demikian seterusnya sampai kesembilan aksiden terkontruksi
barulah sebuah pengenalan atas suatu objek bisa terjadi. Setiap proses
pengenalan tiap poin aksiden adalah juga abstraksi dari pengenalan subpoinnya
sub poin lagi. Demikian seterusnya. Karena itu, yang real adalah mental kita.
Filsafat Islam
yang mengakui adanya 'perkara sederhana' (basith
atau simple) yang disebut sebagai
''sesuatu yang tak terdiri dari dan tak dapat diuraikan ke dalam bagian-bagian
yang lebih kecil (lihat, Misbah Yazdi
'Buku Daras Filsafat Islam' Jakarta: Shadra Press, 2010, h. 205). Kalaupun harus diakui, maka 'basith' ini harus adalah mental itu
sendiri.
Pada suatu
peristiwa bangun logikanya juga tidak jauh berbeda. Untuk mengenal suatu
peritiwa kita harus mampu membedakannya dengan peristiwa lain. Dalam peristiwa
hal ini jadi agak rumit sebab semua peristiwa meniscayakan gerak atau bila
tidak, kausalitas. Bila menolak kausalitas maka kita harus menolak peristiwa.
Bila Berkeley tidak menerima sesuatu yang tidak teramati, maka bila seseorang
kemarin melihat sebatang pohon berdiri kokoh, lalu dia pulang dan kembali
melihat pohon itu telah tumbang, maka angin kencang tadi malam tidak boleh
dilibatkan sama sekali. Bila begini, maka tidak ada pemahaman apapun, yang ada hanya
pengetahuan pada setiap peristiwa partikular, setiap peristiwa patiklar, adalah
gabungan mental-mental. Mental ini adalah energi yang berasal dari Energi
Universal. Maka di mana materinya, atau peristiwanya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar