Minggu, 27 November 2011
Filsafat Barat Klasik
Sofis
Situasi sosial dan politik di Yunani beberapa abad sebelum Masehi sama seperti Indonesia
saat ini yang penuh dengan pejabat yang pandai bersilat lidah, membohongi rakyat,
mengesankan yang salah menjadi benar dan menjadikan yang benar sebagai pesakitan.
Keahlian membodohi rakyat ini terus saja dikembangkan bahkan disusun sistem
kaderisasi yang matang dalam hal ini. Partai politik adalah lembaga yang didirikan untuk
menyaring orang-orang yang pandai menciptakan kesan yang salah menjadi benar.
Di Yunani, kalangan Sofis terkesan persis seperti para Tuan Kelabu dalam buku cerita
Momo karya Michael Ende. Keahlian mereka beretorika diawali dengan kepentingan
upaya mengesankan segala sesuatu pada masyarakat sesuai perspektif tertentu supaya
pemahaman masyarakat terkaburkan. Dengan begitu kebobrokan mereka menjadi
tertutupi, tidak terekspos.
Kala itu di pengadilan yang diputuskan menang adalah siapa yang pandai beretorika
dan mempengaruhi opini para hakim. Jadi kebenaran ditentukan pada
keahlian beretorika, bukan fakta yang sebenarnya terjadi.
Kaum Sofis menjadikan keahlian ini sebagai profesi untuk bertahan hidup. Mereka suka
dibayar untuk membenarkan kepentingan tertentu di pengadilan. Keahlian ini juga
diajarkan pada anak-anak pejabat sebagai bekal menguasai rakyat di kemudian hari.
Sokrates datang dan menyadari Sofisme adalah paham yang keliru. Dia melawan kaum
sofis dengan cara yang unik. Dia hanya mengajukan pertanyaan atas setiap argumen kaum
sofis. Pertanyaan-pertanyaan Sokrates ternyata cukup mampu menguak argumentasiargumentasi
kaum sofis bahwa fondasinya sangat rapuh persis seperti istana pasir.
Sokrates bukanlah filsuf yang gemar menulis sebagaimana filsuf lainnya. Ajarannya
menyangkut etika, seperti yang dia katakan sendiri, dia tidak punya urusan dengan ilmu
alam. Dia menyindir kaum sofis dengan mengatakan satu-satunya pengetahuan yang ia
miliki hanyalah menyampaikan kebenaran.
Lembaga semacam otoritas Paus menyatakan tidak ada yang lebih bijaksana dari pada
Sokrates. Sokreates merasa bingung dan pergi mengatakan mungkin dewa keliru. Sekali
lagi ini adalah bentuk sindirannya. Carita ini semakin mengesankan bahwa Sokrates
hanyalah tokoh imajiner ciptaan Plato yang sebenarnya tidak perna ada aecara nyata. Lagi
pula, hanya lisan Platolah yang mampu menyampaikan sesuatu cerita secara sangat hidup
dan betul-betul mencengkeram imajinasi pembacanya. Bahkan saya masih yakin Atlantis
yang dia kisahkan itu hanyalah sebuat setting bangsa imajiner sebagai setting gagasannya
mengenai sosiologi dan politik yang ia rumuskan. Sokrates sendiri mungkin persis seperti
'Zarathustra' dalam imajinasi Nietzsce dan 'Al-Mustafa' dalam karya Kahlil Gibran.
Sokrates diceritakan mengguncang iman orang Yunani waktu itu yang mendewakan
matahari dan bulan dengan mengatakan matahari hanyalah batu dan bulan adalah pasir.
Tapi ternyata kini telah terbukti pernyataannya itu benar.
Sokrates memiliki konsistensi tinggi, keyakinan teguh. Dia menyentil kaum sofis dengan
mengatakan bahwa selaku mantan serdadu, dia harus senantiasa sigap. Ketika Dewa
memerintahkannya mencari dan menyampaikan kebenaran, maka dia tidak mungkin
mengingkarinya dengan mengikuti manusia (kaum sofis). Karena kaum sofis yang penipu
itu sudah banyak dirugikan maka kaum sofis yang dekat dengan penguasa berhasil dalam
konspirasinya menyeret Sokrates ke pengadilan dengan tuduhan telah mempengaruhi anak
muda, menyesatkan mereka dari kebenaran.
Di pengadilah Sokrates mengatakan dia tidak berhak membela dirinya. Cara itu adalah
mengemis meminta belas kasihan, sementara pengadilan harus memutuskan sesuatu
berdasarkan kebenaran. Di sini Sokrates meyindir lambaga peradilan yang telah
terbudayakan memberikan keputusan berdasarkan argumentasi yang paling fasih.
Dalam pandangan Socrates kematian adalah semacam tidur yang panjang atau
pespisahan jiwa dengan raja dan jiwa itu akan abadi setelah mati. Jadi, kalau di dunia ini
mengajukan pertanyaan dapat membuat seseorang dibunuh, maka di alam setelah mati
orang akan kekal maka dia berencana mengajukan banyak pertannya di alam kekal nanti
(Bertnard Russel, 2004:120). Sebab itulah dia tidak takut mati, bahkan dia meminum
racun sebelum eksekusi atas dirinya dilaksanakan. Cara ini adalah pembuktian pada
manusia bahwa kebenaran itu harganya adalah nyawa. Dia mati karena mempertahankan
keyakinan kukuh yang ia miliki.
Sokrates juga dikenal sebagai individu yang sederhana dan militan. Dia hanya
bertelanjang kaki ke mana-mana. Ketika menjadi militer, dia dapat bertahan di tengah
cuaca seekstrim apapun dan dalam kondisi seperti apapun ketika teman-temannya yang
lain telah tumbang.
Kehadiran Sokrates sebagai masa awal tumbangnya pemikiran kaum sofis. Sokrates
berhasil mengarahkan pemikiran kapada jalan yang rasional, terbukti, teruji dan dapat
diterima akal sehat. Pemikiran filsafat sepeti ini setidaknya baru matang setelah
Aristoteles menyusunnya secara sistematis.
Epicurus dan Kaum Stois
Ketika melahirkan banyak filsuf, Yunani sedang berada dalam sistem demokrasi. Praktik
demokrasi yang memberikan kebebasan besar bagi setiap individu memungkan setiap
individu mengutarakan gagasan-gagasannya secara lebih bebas dan terbuka. Kebebasankebebasa-kebebasan
itulah yang membuat pemikiran-pemikiran orang Yunani semakin
berkembang.
Kebebasan juga telah membuat anak-anak buda semakin termotifasi dan punya semangat
tinggi untuk terus belajar. Epikurus adalah salahsatunya. Dia berangkat ke Athena dari
kampung halamannya saat berusia 18 tahun untuk mencari pengalaman yang lebih luas.
Karir keilmuannya dimulai dari menjadi prajurit militer.
Sekembali dari Turki, Epikurus mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama The
Taman. The Taman adalah tempat bagi anak muda belajar dan berdiskusi tentang filsafat.
Epikurus adalalah orang pertama yang menolak mitos. Dia dapat dikatakan tokoh kunci
sistem ilmiah. Epikurus menolak gagasan-gagasan kecuali yang telah diuji melalui
pengalaman serta telah menempuh analisa deduksi logis.
Epikurus mempunyai pemikiran cemerlang yang melampaui masanya. Pokok
pemikirannya adalah manusia dalam hidupnya mencari kebahagiaan dan menghindari
ketakutan. Gagasan ini sangat diterima masyarakatnya ketika itu sebab masyarakat Yunani
ketika itu mengalami tramatik akibat perang Pellopenesia.
Masyarakat Yunani kala itu membutuhkat filsafat praktis yang bisa langsung dapat
mereka rasakan manfaatnya. Di sana Epicurus engemukakan gagasan bahwa kesenangan
jasmani terletak pada kesehatan dan kesenangan rohani terletak pada jiwa. Menurutnya,
filsafat adalah obat bagi jiwa. Jadi dengan itu masyarakat dapat mudah memahami dan
menerima pemikirannya. Namun sayang, gagasan-gagasan Epicurus sering disalah
gunakan orang untuk kepentingan pribadi.
Bagi masyarakat diamenawarkan empat jenis kebahagiaan: (1) kesenangan sementara;
(2) kesenangan jangka panjang; (3) painful dan (4) ket nnenangan bagi masyarakat.
Karena itu menurutnya kalaupun ada orang yang menempuh alan kesusahan dengan suka
rela maka itu adalah caranya mendapatkan kebahagiaan yang lebih besar.
Epikurus membagi tiga jenis kesenangan yang diinginkan manusia. Pertama adalah
natural and necessary, yaitu fakultas dan penunjang kenikmatannya dapat dilihat,
contohnya perut dan makanan. Kedua natural but not necessary yakni
fukultas kenikmatannya tidak dapat dilihat sementara sarana penunjangnya dapat. Ketiga
adalah not natural and not necessary yaitu fakultas dan sarana penunjangnya sama-sama
tidak dapat dilihat misalnya popularitas dan pangkat.
Eepicurus menerangkan, hal-hal yang menghilangkan kesenangan manusia antara lain
ketakutan akan Tuhan dan kematian. Jadi agar manusia dapat kembali senang, manusia
jangan takut pada Tuhan dan kematian. Dia menjelaskan, karena rasa tidak ada lagi setelah
kematian, maka manusia tidak perlu takut mati sebab kesusahan, kesedihan dan rasa sakit
tidak akan ada lagi.
Ada sebuah pertanyaan yang diajukan: apakah Epicurus adalah seorang atheis. Jawaban
yang muncul beragam. Ada yang terlebih dahulu mengajukan kesepakatan pendefinisian
terhadat kata 'ateis'. Selanjutnya bila semua sepakat aiteis itu artinya orang yang tidak
percaya pada Tuhan. Terakhir defenisi 'Tuhan' itu sendiri yang perlu disepakati.
Saya berpendapat, dari segi pemikirannya Epicurus itu ateis atau setidaknya
gagasannya mengarahkan ke sana. Namun saya tidak sepakat dia sebagai eteis dari segi
personanya. Pendapat yang sama juga sama oleh saya bagi Kant dan banyak filsof lainnya.
Sebab, dalam cara pandangan filsafat, tuhan itu ada atau tidak bukan masalah. Kalaupun
ada penemuan para filsuf tentang hal-hal yang oleh kaum agamais mengidentikkan atau
menyamakannya dengan 'Tuhan', dengan nama-nama seperti: 'Prima Cuasa', 'Wujud
Absolut' dan sebagainya tidaklah sama atau bahkan tidak punya kaitan sama sekali.
Epicurus adalah orang yang sangat berpengaruh dalah lahirnya mazhab Stois atau
Stoicism. Mazhab ini diberinama 'Stois' karena anggotanya suka belajar di serambi rumah
yang lebar, terbuka diantara tiang-tiang penyangga atap. Rumah-rumah orang Yunani
banyak yang besar-besar. Lesehan diantara tiang-tiang penyangga atap yang tinggi-tinggi
dan besar-besar itu disebut 'Stoa'. Epicurus suka mengajar di tempat seperti itu.
Pemikiran Stois banyak digagasi pemikiran Epicurus. Stois menilai manusia adalah
makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sementara alam menurut mereka
adalah berasal dari benih atau mereka sebut 'logos spermaticos'.
Menurut Stois, kewajiban manusia adalah melakukan segala sesuatu yang rasional dan
meninggalkan segalahal yang irrasional. Segala yang rasional adalah baik, segala yang
irrasional adalah yang buruk.
Manusia memerlukan filsafat supaya memiliki wisdom. Wisdom itu gunanya supaya
manusia dapat mengendalikan keinginannya supaya tidak keluar dari jalur yang
rasional. Stois juga mengadopsi pemikiran Epicurus mengenai sebab kegelisahan
manusia adalah ketakutan. Ketakutan manusia adalah persepsi yang timbul dari sesnsai
manusia, bukan dari karena peristiwa tertentu. Kerena itu, menurut mereka, yang ditakuti
manusia sebenarnya ahanya satu yaitu ketakutan itu sendiri.
Tidak menerima apa yang telah dan resah pada apa yang akan terjadi adalah penyebab
keresahan manusia, jadi supaya manusia bahagia, mereka harus menerima segala yang
telah terjadi dan tidak khawatir atas apa yang akan terjadi.
Dalam pandangan Stois, materi adalah pusat dari segala realitas. Materi itu dinamis,
tidak statis seperti keyakinan sebelumnya. Inti materi atau atom selalu berubah
sebagaimana fisika modern telah membuktikannya.
Ideas, kata-kata, pikiran, sensasi, pemaknaan dan perasaan adalah adalah jalan dan
sarana memperoleh pengetahuan menurut mazhab yang hidup pada 334-262 SM ini.
Sinisme dan Skeptisme
Pera pemikir yang datang ditanggapi beragam oleh masyarakatnya. Kadang mereka
diterima dengan baik karena mampu memberikan alternatif konkrit yang keuntungannya
dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Seringnya pemikir yang dalam golongan
seperti ini dapat segera tenggelam seiring berubahnya cara pandang masyarakat. Hari ini
seseorang dapat saja dielu-elukan, besok bisa jadi dihinakan sedemikian rupa. ''Pahlawan
dan pecundang ditentukan waktu'' kata Amrizal.
Pemikir yang kontrofersial sering adalah mereka yang membawa gagasan besar namun
karena pada masa dia membawa gagasan itu masyarakatnya belum siap atau belum
mampu memahami pemikirannya maka dia dirolak. Dialah pembaharu. Setiap pembaharu
awalnya selalu ditolak namun perlahan diikuti. Al-Kindi, Al-Ghazali dan Iqbal adalah
bagian dari itu. Di Indonesia kita punya Abdurrahman Wahid, Hasbi As-Siddiq dan
Nurchalish Madjid.
Sepanjang sejarah nasib pembaharu selalu seperti itu. Mazhab filsafat Yunani Sinisme
adalah mazhab yang awalnya dianggap paling kontrofersial namun secara diam-diam
pemuda Yunani perlahan mengikuti.
Nama mazhab ini diambil dari kata 'sinis' (cynic) yang berarti anjing. Diambil dari
nama itu karena pendirinya sangat anti kemapaman dan memilih hidup fakir, berpakaian
lusuh dan mengemis seperti anjing. Jalah hidup itu dipilih bukan karena keterpaksaan
melainkan pilihan.
Mazhab ini sangat bertolak belakang dengan makna yang dipahami belakangan ini.
Mazhab ini memiliki mentalitas dan rasa optimisme tinggi dalam mencapai tujuannya.
Mereka menyatakan benda-benda duniawi sama sekali tidak ada gunanya. Mereka
mengklaim hidup yang paling menyenangkan adalah tidak memiliki apapun. Prinsip ini
diserap dari pemikiran Plato yang menyatakan jiwa itu abadi sementara badan dan fisik itu
fana.
Russel (2004:316-317) mencatat Aristoteles adalah filsuf terakhir yang hidup dengan
riang. Pemikir sesudahnya hidup dengan mengutuk, mengeluh dan resah.
Ajaran Sinisme membalik pandangan yang menganggap pengemis sebagai orang yang
hina dan pemberi adalah yang mulia. Aliran ini mengambil semangat Teles yang
menyatakan menerima juga sebagai suatu sikap herok tanpa sedikitpun menjatuhkan nilai
pemberinya. Bagi mereka pengemis dan pemberi dalam posisi sama ditinjau dari segi
manapun.
Mazhab lain yang mencoba melawan kemapanan atau pandangan ideal umum adalah
Skeptisme. Ajaran ini awalnya dikemukakan oleh Pyrrho, seorang pemikir jenius yang
tidak meninggalkan sebarang tulisanpun.
Begitu banyak pemikiran yang datang silih berganti. Semua mengakui dirinya yang
terbaik. Semuanya akan terkesan baik. Karena itu perlu sikap kritis denga tidak sembarang
menerima setiap perintah, pemikiran atau gagasan: apapun alasannya. Mazhab ini
menganggap semua orang punya kualitas yang sama.
Di tengan masyarakat yang binging dan ketakutan, ajaran ini mencoba mengatakan
pada masyarakat bahwa masa lalu telah berlalu dan takkan kembali dan masa depan samasekali
tidak ada jaminan akan kedatangannya, jadi cemas takut dan ragu sama sekali tidak ada gunanya. Yang harua kita lakukan adalah menikmati masa kini dengan seoptimal
mungkin. Atas ajaran inilah Skeptisme beroleh banyak perhatian dari masyarakat.
Ajaran utama Skeptisme bertujuan agar masyarakat tidak sembarang terima segala
informasi yang datang. Meragui segala informasi adalah positif supaya pendalaman
pengetahuan terhadapnya dapat terus dilaksanakan. Dengan itu, segala kebobrokan atau
kerancuan suatu informasi dapat ditemui.
Kaum Skeptis mengatakan bila sesuatu menyenangkan maka manusia ingin
merasakannya dan khawatir bila itu berakhir. Tapi bila sesuatu itu menyedihkan maka
manusia ingin segera keadaannya berakhir.
Phyroho adalah nama sekolah tempat mendidik kaum Skeptisme. Di sana diajarkan
bahwa kita bukanlah kebenaran, jadi kebenaran itu tidak akan di dapatkan. Ajaran ini
memiliki dogma sendiri yaitu: tidak mempercayai apapun selain meragukannya. Oleh
sebab itu manusia harus terus-menerus mencari kebenaran tanpa henti.
Untuk membentuk suatu pandangan kita harus punya pegangan tentang pengetahuan
umum yang mendasar. Misalnya madu itu mani, bila tidak manis maka madu itu perlu
dipertanyakan. Saya kira umat beragama tidak perlu mengikitu adajar Skeptisme bila
meraka terus-menerus taklid pada agamanya. Melalui ajaran Skeptisme kita dapat
menyelamatkan diri dari politik pencitraan yang dimainkan penguasa. Penguasa yang seka
menipu rakyat dan membuat mereka nyaman dengan pembodohan atas mereka dapat
dilawan denga upaya menyadarkan masyarakat atas propaganda rapi pemerintah.
Pyrho, murid Timon mengkritik adanya kebenaran. Alasannya, segala argumen dalam
filsafat Yunani menggunakan logika deduktif. kerena itu wcana umumnya haruslah pasti
benar. Unruk membuktikan dianya benar perlu perbandingan, karena perbandingan
mustahil dalam argumen umum deduktif, maka semua terminasi sangat mungkin
semuanya keliru. Setidaknya, tidak ada jaminan sama sekali benar.
Pernyataan ''madu itu manis'' tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah.
Setiap pernyataan hanyalah ungkapan dari yang terjadi, yang terjadi hanyalah fenomena.
Setiap fenomena bisa jadi benar bisa jadi salah.
Skeptisme akan realitas sejalan dengan ungkapan Iqbal bahwa fenomena realitas tidak
dapat kita pahami yang sebenarnya, yang kita pahami hanyalah persepsi akal kita saja.
Lebih jauh lagi, Harun Yahya mampu membuktikan alasan ini karena realitas hanyalah
bentukan pikiran semata.
Kesamaan garis pemikiran dan pemenuan manusia dari zaman kuno hingga modern
mengingatkan kita pada pernyataan Hegel bahwa kesamaan kesamaan itu bisa terjadi
karena ada sebuah Pikiran Absolut yang menggadasikan diri pada pikiran-pikiran, yang
menurut saya yang sering berfikir mendalam.
Plotinus
Kata dosen kami, Gerard Philips, untuk belajar filsafat Islam kita harus memahami dengan
baik pemikiran mazhab Neoplatonis. Salah satu alasannya mungkin karena aliran ini
banyak dipengaruhi aliran mistik Timur utamanya dari Mesir.
Aliran ini juga adalah aliran yang sangat kaya dan matang karena dia mampu
mengambil sari dari pemikiran-pemikiran Yunani sebelumnya. Posisi aliran Platonis
hampir sama dengan pemikiran Mulla Sadra yang mengkombinasikan segala aliran filsafat
dan teologi Islam sebelumnya.
Uniknya, karena pengaruh aliran mistik Timur barangkali, aliran ini mengajarkan
kefanaan diri atau dikenal dengan 'salvation'. Ajaran ini di India atau dalam tradisi Hundu
dikenal dengan 'Moksha'.
Salvation adalah cara mensucikan pikiran dengan berhenti berfikir tentang realitas
eksternal dan memusatkan pikiran ke dalam diri. Cara ini dianggap sebagai cara terbaik
untuk menyatu dengan Hakikat. Dalam rumah Islam, praktik seperti ini dikenal
dengan suluk.
Aliran Neoplatonis memperkenalkan konsep gradasi yang lebih mudah dipahami
daripada paham gradasi lain milik pemikiran Yunani. 'One' dikenal sebagai sebab utama
atau akal utama yang menyebabkan akal lainnya muncul.
Ajara hampir sama persis seperti konsep emanasi Al-Farabi dalam filsafat Islam.
Hakikat Wujud dikenal sebagai sumber kebaikan. Sesuatu yang semakin jauh akan
semakin kurang baik. Maka tidak ada yang namanya 'buruk'. Buruk itu hanya sebagai
sandangan bagi sesuatu yang jauh dari yang Baik. Toh, segalanya nanti akan kembali
kepada yang Baik. Saya kira sebab itulah dikenal adanya neraka dalam pandangan agama.
Neraka adalah jalan kembali bagi yang kirang baik kepada yang Baik.
Sesuatu yang sangat jauh dengan Baik maka akan mengalami kehampaan. Kehampaan
ini meniscarakan penyandang kurang baik secara alami mencari jalan kembali, jalan
kembalinya adalah penyesalan diri yang disebut neraka.
Pendiri mazhab Neoplatonis adalah Plotinus (204-270 M). Pada masa hidupnya, tentara
Yunani membunuh raja demi bayaran dari seseorang lalu menjadikannya raja dan kembali
membunuhnya bila ada pesanan lagi. Di perbatasan prajurut harus bersiaga guna
mengantisipasi serbuan bangsa Arya, Jerman dari Utara dan Persia dari Timur.
Kebobrokan negara yang korup dengan pajak yang luar biasa tinggi menyebabkan rakyat
sengsara. Wabah penyakit yang membunih kira-kira sepertiga warga makin memperparah
keadaan. Setelah Plotinus mangkat, barulah keadaan mulai membaik.'
Plotinur tidak pernah membicarakan kebobrokan bangsa yang dialaminya itu. Dia ingin
berkonsenterasi pada sebuah dunia yang dia ciptakan dalam imajinasinya yang bertolak
belakang dengan kadaan dunia yang ia hadapi. Dia menyatakan sudah tidak ada harapan
akan kesejahteraan di dunia ini, maka kita perlu menemukan Dunia Lain yang indah,
damai sesuai impian kita. Idenya ini sangat membahagiakan pelikut Plato kala itu, di mana
Plati menjanjikan sebuah dunia yang luar biasa indah dan damai, yang menurut saya itu
juga adalah imajinasinya semata yaitu Atlantis. Doktrin Negeri Damai Plato yang fiktif itu
benar-benar kuat merasuki pikiran masyarakat sehingga mereka meyakininya sebagai
nyata.
Doktrin Plotinus sangat diterima pemeluk Kristen. Mereka menemukan kesamaan
pemikiran itu dengan doktrin Kitab Suci tentang dunia lain bernama Kerajaan Surga.
Pesismisme akan keadaan di masanya membuat ummat Kristen mengutuk dunia dan
memfokuskan diri mencapai kebahagiaan kerajaan surga kelak.
Doktrin Plotinus benar benar telah membentuk dasar teologi Kristen. Antara teologi
Kristen dengan ajaran Plotinus tidak dapat dipisahkan. Hal ini terjadi karena kesamaan
pahan antar masyarakat yaitu penganut pagan yang masih berpegang teguh pada ajaran
Plato, masyarakat Kristen dan pengikut Plotinus atau Neoplatonis. Ketiga golongan ini
sajalan secara prinsip sehingga membuat ajaran Neoplatonisddht sangat familiar.
Suatu sumber mengatakan Plotinus lahirr di Mesir. Ia belajar di Alexandria hingga
berusia 39. Dia berencara ikut pasukan ekspedisi melawan Persia dengan tujuan
mempelajati agama-agama Timur yang esoteris. Rencananya itu batal, lalu dia hijrah ke
Roma dan mengajar di sana. Di Roma dia diterima dengan baik oleh Kaisar. Dia
mengemukakan idenya mendirikan sebuah kota sesuai imajinasi Plato. Kaisar yang
awalnya menyetujui rencana itu merubah keputusannya.
Hingga usia 49 Plotinus tidak menulis apapu. Setelah itu dia banyak menulis. Karya
karyanya disususn dan disunting oleh seorang pengukut Phytagorean sehingga jiwa
pemikiran Plotinus yang esoteris bercorak eksoteris.
Meski hampir tidak pernah mengutip pendapat Aristoteles, namun pemikiran Plotinus
tampak jelas dipengaruhi Aristoteles. Kepada Plato, Plotinus sangat menaruh hormat. Dia
selalu memujinya dalam setiap kesempatan.
Corak pemikiran Plotinus sangat idealis. Dia enyatakan Yang Esa sebagai sosok yang
tidak membutuhkan apapun dari ciptaannya. Yang Esa tidak dapat dikatakan 'indah' karena
aneka keindahan yang lebih tinggi dari 'indah' itu sendiri Dia lampaui. Dia tidak di manamana
karena Dia meliputi segalanya. Dia hadir tanpa perlu tiba.
'Nous' adalah istilah yang dipakai Plato untuk mengungkapkan suatu wujud (dalam)
diri manusia yang menupakan gradasi daripada Yang Maha Esa. 'Ruh' sebagai istilah
yang paling tepat yang ditrima Russel membuat saya sangat sepakat sebab dalam
pemahanan saya, sebagaimana Naquib Al-Attas menjelaskan, ruh adalah aktor tinggal
untuk intelek (akal), hati (qalb) dan diri (nafs).
Yang Esa tidak dapat dijelaskan sama sekali. Kehadirannya dapat dirasakan. Hanya
melalui tindakanlah dirinya dapat terpahami. Melalui tindakan segala ungkapan tentang
Dirinya telah terdefenisikan. Karena itu saya kira shalat dan ibadah lainnya harus
dilakukan manusia, untuk kebutuhan manusia itu sendiri. Sebab, setiap yang mencintai
cintanya itu tidak boleh dipemdam, kalau dipemdam, sesak dada, merana badan. Bila
diekspresikan melalui bahasa, maka akan absurd. Ekspresi itu adalah shalat dan macam
ibadah.
Bila seseorang memfokuskan diri pada kedalaman dirinya, maka dia akan memperoleh
kekuatan yang dapat dia rasakan namun tak mampu dia ungkapkan. Salvation membuat
sesuatu di salam diri merasa dekat dengan Wujud Hakiki.
Alam ini adalah karya daripada nous. Pandangan ini serupa dengan konsep Harun
Yahya bahwa alam semesta adalah produk akal atau kesadaran. Kesadaran muncul karena
kehadiran ruh. Namun begitu alam ini tidak boleh dianggap hina. Plotinus
nengatakan nous itu indah dan mulia. Jadi alam adalah cermin dari keindahan nous. Jebih
dari itu, dimana kaum Gnosis sering keliru, ingatan nous akan Yang Ilahilah penyebabnya
menciptakan alam, bukan karena kejatuhannya. Hal ini senada dengan sebuah hadits qudsi
dimana Allah menyatakan bahwa alam adalah sarana bagi manusia mengenal Allah.
Kaum Stoa menyatakan Alam sebagai Ilahi. Pandangan ini tidak keliru apalagi bila kita
sepakat bahwa 'hukum alam' itu sebenarnya adalah 'hukum Allah'. Plotinus mengatakan
segala fenomena alam akan mengingatkan kita pada Keagungan dan Keindahan Abadi.
Al-Qur'an sangat sering menyatakan bahwa pada fenomena alam adalah ayat bagi
pengamat yang mengamatinya dengan benar (ulil albab). Bila melalui malaikat Allah
melakukan banyak ''kerja'', maka melalui manusia Dia melakukan banyak karya. Itulah
sebab manusia disebut Khalifah atau ''pengganti'' Allah. Setiap keunggulan karya manusia
adalah bukti darpada kekuasaan Allah.
Gnosis menganggap alam ini adalah jelmaan dari sosok jahat yang sekaligus
mencengkeramnya. Ini membawa keyakinan bahwa alam adalah musuh manusi.
Tampaknya paham ini adalah warisan paganisme yang menyembah benda-benda alam
karena ketakutan dan menghindari murkanya.
Cinta Augustine
St. Augustine punya pemikiran unik. Katanya manusia tidak memiliki keraguan.
Setidaknya, ketika kita ragu, maka kita juga sedang berada dalam sebuah keyakinan yaitu
kita yakin kita sedang ragu. Maka keraguan itu sendiri adalah keyakinan. Uniknya lagi,
ketika kita ragu maka kita berfikir, berfikir itulah yang semakin mengkuhkan bahwa kita
ada. Kesimpulannya, kita ragu maka kita ada.
Menurut Augustine, segala sesuatu berasal dari Cahaya Baik, karena itu Yang Baik
mustahil menghasilkan yang buruk, 'evil., Keburukan, atau apapun yang berkonotasi
negatif hanyalah penyematan oleh kita sebab kerja akal untuk mengenal sesuatu adalah
,melalui pembedaan. Sesuatu yang dianggap negatif bukanlah konta positif atau Cahaya
melainkan sesuatu yang jauh dari Cahaya. Gelap tidak ada, yang ada hanyalah kekurangan
cahaya yang sangat.
Segala sesuatu berasal dari Cinta. Manusia harus melakukan sesuatu semata karena
cinta sebab energi dan motovasi gerak tindakan kita hanyalah dari Cinta. Karena manusia
terbatas maka dia mencintai, jadi bila manusia tidak mencintai berarti dia orang yang riya
dan sombong sebab dia mereka mampu melakukan semuanya sendiri tanpa membutuhkan
peran dari yang lain darinya.
Cinta manusia pada manusia adalah untuk mengapresiasi yang dicintai (building other
person). Manusia mencintai yang lain karena dirinya tidak sempurna. Karena itu cinta
manusia penuh motif, maksudnya mereka mencintai karena ingin melengkapi dirinya.
Cinta Tuhan adalah satu-satunya cinta sebab cintaNya tidak bermotif. Dia adalah
Maha Sempurna. Dia mencintai bukan untuk melengkapi diriNya. Bahkan manusia sendiri
mencintai Tuhan karena dirnya yang kesepian, kerinduan dan terasing. Manusia menurut
Rumi adalah bagi sepotong seruling yang terpisah dari hutan bambu.
''Apa beda suka dengan cinta?'' Ketika pertanyaan ini saya ajukan banyak jawaban yang
muncul. Mrs. Gerard Philips mengatakan suka itu dapat berhenti bila keinginan sudah
terpenuhi. Misalnya orang yang sedang lapar menyukai sepotong roti, apabila dia sudah
kenyang maka 'suka' itu hilang. Cinta adalah sesuatu yang tak memiliki alasan. Cinta itu
muncul seketikan dan takkan hilang. Cinta tidak membutuhkan pengenalan mendalam atau
ekspektasi jauh. Malah cinta bisa semakin absurd semakin kita mengenal. Oleh sebab itu
untuk percaya kepada tuhan kita hanya butuh iman, buka pengenalan-pengenalan melalui
rasio.
Augustine menyatakan Ruh itu satu dan semua persona menyandang satu Ruh. Oleh
sebab itu dia mengakui semua manusia yang lahir telah menyandang dosa warisan dari
semenjak kejatuhan Adam. Dalam pandangan Kristen agama adalah hina. Pikiran seperti
ini tidak lepas dari kondisi masyarakat Yunani dan sekitarnya yang hidup tertindas lalu
menganggap dinia ini terkutuk karena putus asa dan hanya memfokuskan hayal pada dunia
setelah kematian.
Ibn Rusyd menolak pandangan kesatuan ruh. Dia mengatakan masing-masing manusia
punya ruh sendiri-sendiri. Makanya dia menolak adanya dosa warisan. Menurutnya semua
manusia lahir dalam keadaan suci, Al-Qur'an juga mensiratkan berita bahwa manusia
kelak diakhirat mempertanggungjawabkan amalnya masing-masing. Pesan ini
mengesankan pandangan kesatuan ruh adalah tidak mungkin.
Bila Aquinas sangat dipengaruhi oleh Aristoteles, maka Augustin sangat dipengaruhi
oleh plotinus. Antara Plotinus dengan Aristoteles tidak ada kesamaan. Jadi Filsafat
Aquinas dengan Augustine berbeda samasekali.
St. Thomas Aquinas
St. Thomas Aquinas (1225 atau 1226 meninggal 1274) (Russel, 2004) adalah filsuf
penting dan terbesar. Namanya bersanding dengan para filosof besar seperti Plato,
Aristoteles, Descartes dan Immanuel Kant. Dia adalah filsuf besar pertama setelah
gagasan-gagasan besar dari Yunani berakhir pada Plotinus.
Pada masanya di Paris, Aquinas sempat dihadapkan pada konflik karena dicurigai
menganut paham Averrost (Ibn Rusyd). Averroisme memang dianut banyak kalangan di
Universitas di Paris kala itu. Meski punya komunitas besar, Averroist tetap dianggap
terlarang. Kemungkinan karena Averrost banyak dipengaruhi pemikiran Arab.
Aquinas menguasai dengan baik pemikiran Aristoteles. Dia mendapatkan terjemahan
karya Aristoteles dari seorang sahabatnya dan memberi banyak komentar. Averrost juga
sangat banyak dipengaruhi Aristoteles. Mungkin karena itulah Aquinas dicurigai sebagai
pengikut Averrost.
Selanjutnya Aquinas mengatakan pemikiran Aristoteles lebih baik dijadikan dasar
filsafat Kristen daripada pemikiran Plato. Dia melanjutkan kaum Muslim dan Averrost
Kristen telah salah memahami Aristoteles. Ini memungkinkan dua hal. Pertama Averrost
sendiri yang salah memahami pemikiran Aristoteles dan kedua, boleh jadi memahami
Aristoteles melalui Averrost tidak memadai. Namun demikian Russel (2004: 600)
meluruskan bahwa pemikiran logika dan Filsafat Aristoteles belum final. 'Belum final'
maksud Russel ini saya kira lebih tepatnya disebut ''tidak final lagi''. Artinya pemikiran
Aristoteles itu sudah baik untuk sebelum zaman pencerahan. Namun untuk saat ini tidak
memadai lagi seiring berubahnya cara pandang manusia terhadap alam dan diri mereka
sendiri disertai penemuan-penemuan mutakhir.
Demikianlah sebuah peradaban hidup dalam keyakinan mendalam setiap persona secara
global. Kapan peradaban itu bergerak? Ketika ada yang datang mengungkit keyakinan
yang telah mapan itu. Pergerakan peradaban itu adalah perubahan kebudayaan. Peradaban
itu Dilihat dari luarnya memang statis tapi dari dalam dia terus bergerak.
Trinitas Kristen yang diperkenalkan oleh St. Paul (Hart: 2004) bertahan dengan baik.
Selanjutnya Aquinas mengungkit konsep itu dan memberikan nuansa baru sehingga
menjadikannya lebih rasional. Sekarang konsep Trinitas diragukan banyak orang sejak
masa Galilei. Karena itu, kita membutuhkan seorang pemikir yang dapat merasionalkan
kembali konsep itu, menjadikannya relevan sesuai dengan penemuan ilmiah mutakhir.
Tidak hanya Kristen, semua agama saat ini dibuat kelabakan oleh sains yang bergerak
cepat. Saya kira semua aliran agama tidak perlu panik merespon perubahan ini. Kita harus
sadar bahwa bahasa agama adalah bahasa simbolik, abstrak dan bahasa sains sangat
konkrit. Kalau Kristen mengatakan Tuhan adalah ''tiga jelmaan'', maka Al-Hallaj
mengatakan semua adalah Tuhan, semua adalah tidak ada, yang ada hanya Tuhan. Semua
dialektika itu adalah dialektika agama, semuanya simbolis, perlambangan.
Saya menemukan kemiripan peran antara Aquinas dalam dunia Kristen dengan Iqbal
dalam dunia Islam. Iqbal, sama dengan Aquinas mencoba merekonstruksi paham teologis
bagi agama mereka masing-masing. Aquinas mengatakan eksistensi Tuhan tidak perlu
dibuktikan melalui realitas alam. Baginya manusia telah mengenal esensi Tuhan dan
setidaknya itulah yang penting.
Berbarengan dengan Itu Iqbal juga mengkritik argumen teologis dalam Islam dengan
menerangkan bahwa kesadaran manusia hanya membentuk realitas dalam dirinya sendiri,
bukan apa sebenarnya (Iqbal, 1978). Karena itu alam tidak ideal dijadikan sandaran
pengenalan Tuhan.
Menurut Aquinas, para filosof dapat menemukan dengan kedalaman pemikiran
mereka. Namun karena tidak semua orang berkesempatan menjadi filosof, maka orang
awam cukup mengenal Tuhan melalui infornasi para nabi. Argumen ini sejalan dengan
pendapat Ar-Razi yang kontrofersial dengan mengatakan sebenarnya Nabi tidak
dibutuhkan kalau semua orang menjadi filsuf. Namun karena tidak semua orang bisa
menjadi filsuf, maka Nabi dibutuhkan untuk menyampaikan berita yang tidak dipahami
orang awam.
Menurut Aquinas, kepercayaan akan Tuhan hanya bisa dibuktikan melalui iman.
Sebab segala yang tidak terjangkau indera tidak dapat dibuktukan. Russel menolak
pandangan tersebut, menurutnya Tuhan yang tidak tertangkap indera bisa dibuktikan
melalui makhlukNya. Tapi Aquinas tetap saja mengemukakan argumen untuk
membuktikan keberadaan Tuhan melalui teori kausalitas yang oleh Iqbal telah dianggap
keliru.
Perdebatan antara al-Ghazali dengan Averrost mengenai apakah Tuhan mengetahui
hal-hal yang partikular adalah pembahasan yang sengit di Eropa kala itu. Setidaknya,
masyarakat Barat yang fnatik pada Averrost turut mempercayai bahwa Tuhan tidak
mengetahui hal-hal partikular. Ini membuat Aquinas angkat bicara. Dalam
bukunya Summa contra Gentiles, Aquinas menyatakan bahwa Tuhan adalah Maha
mengetahui dan pengetahuanNya meliputi segala sesuatu. Mengenai pembicaraanapakah
Tuhan tidak perlu mengetahuinya sebab itu Dia tidak mengetahui, melihatnya dengan cara
pandang lain. Aquinas mengatakan bahwa cara mengetahi Tuhan berbeda dengan
manusia. Manusia melakukan distingsi (pembedaan-pembedaan) untuk mengetahui,
sementara Tuhan mengetahui secara menyeluruh.
Jadi yang disebut partikular itu tidak ada bagi Tuhan. Hal-hal partikular adalah
pengetahuan manusia yang berasal dari kesadarannya, sementara kesadaran manusia itu
sendiri dari Tuhan. Paham Aquinas sangat menarik bagi saya, apalagi ketika dia
mengatakan segala kehendak manusia adalah berasal dari kehendak Tuhan. Paham
teologis ini sejalan dengan yang saya pikirkan dan saya percayai sampai hari ini.
Manusia sebenarnya tidak bisa menentukan sendiri pilihannya. Semua keputusan dan
tindakan manusia adalah dari Allah. Ini sesuai pula dengan informasi Al-Qur'an bahwa
Allah merahmati atau melaknat sesiapa yang Dia kehendaki.
Dalam jilid kedua buku yang sama, Aquinas membahas tentang Ruh. Averrost
mengatakan Ruh itu diciptakan bagi masing-masing manusia, jadi untuk setiap manusia
yang lahir dia mendapatkan ruhnya sendiri. Pandangan ini bertentangan dengan pahan St.
Augustine yang menyatakan setiap manusia lahir menyandang dosa keturunan. Alasannya
karena Ruh itu adalah Satu.
Saya lebih sepakat dengan Augustine menganai hakikat Ruh. Saya melihat setiap benda
dan hewan memiliki ruh. Ruh hadir pada semua keberadaan dengan kapasitasnya masingmasing.
Pada hewan dan tumbuhan ruhnya tidaklah kekal karena fakultas ruhnya tidak
dalam sehingga kehadiran ruh tidak mendalam. Sementara fakultas manusia sangat
memadai bagi eksistensi Ruh yang lebih mendalam sehingga dianya terus hidup (kekal).
Aquinas tidak sepakat dengan Augustine, dia lebih cenderung bahwa roh manusia itu
bagi diri masing-masing. Perbedaan paham ini turut mempengaruhi perbedaan keduanya
dalam memahami kehendak manusia. Aquinas lebih sepakat manusia punya kehendak
bebas dan Tuhan sebenarnya tidak mengetahui hal-hal partikular.
Saya melihat antara Augustine dengan Aquinas, sebagai filsuf, Augustine jauh lebih
baik, utamanya menganai hakikat Ruh. Tapi saya kira kita telah salah paham mengenai
''dosa keturunan''. Dalam pemahaman yang lebih filosofis, tidak ada yang disebut 'dosa'
ataupun hal-hal lain yang berkonotasi buruk. Sebab, segala wujud yang menyandang
aneka sifat adalah berasal dari Yang Maha Baik. Dari yang baik mustahil termanifestasi
yang buruk. Maka, sesuatu yang disebut 'dosa' itu maksudnya adalah suatu manifestasi
''terjauh'' sehingga jauh dari Sumber Kebaikan.
Tapi benarkah ruh manusia itu jauh dari Baik? Literatur Islam menyatakan bahkan ruh
manusia bahkan bisa melampaui malaikat dan bisa lebih rendah daripada binatang ternak.
Di sisi lain, Islam mengakui manusia menangis ketika dilahirkan ke dunia karena telah
dipindahkan dari tempat mulia ke tempat yang hina. Namun, walau bagaimanapun alam
ini adalah satu-satunya wadah beribadah (atau bermaksiat) sebagai penentu tempat
kembali. Jadi kalau memang perolehan ''tempat hina'' ini disebut sebagai 'dosa' yang
bermakna 'kekurangbaikan'', maka benarlah Augustine.
Buku ketiga membicarakan tentang etika. Di sana di bahas tentang etika perkawinan,
hubungan seks, kehendak manusia dan sebagainya. Menurut Aquinas, ikatan pernikahan
tidak boleh dipituskan karena anak membutuhkan ayah walau bagaimanapun. Poliandri
membuat sulit mengetahui ayah dari anak. Poligami dikatakan tidak adil bagi perempuan.
Dia mengatakan harus menerapkan poliandri yang ketat.
Buku keempatnya banyak membicarakan persoalan teologi. Aquinas sepakat bahwa
Kristus dari Roh Kudus namun meolak dia sebagai anakNya.
Dalam bagian ini ikut pula dibahas mengenai kebangkitan manusia. Tema ini juga
menjadi bagian penting dalam perdebaran Al-Ghazali dengan Averrost. Al-Ghazali
mengatakan pada saat kebangkitan nanti di akhirat, yang dibangkitkan tetap jasad ini,
sementara Averrost mengatakan bukanlah jasad ini yang dibangkitkan sebab alam akhirat
bukan alam partikel sebagaimana di dunia sekarang.
Aquinas mengatakan seorang kanibal dan korbannya akan bangkit dengan tubuh
masing-masing secara utuh. Korban tidak bangkit dengan bagian tubuh yang tidak lengkap
dan pelaku tidak bangkit dengan anggota tubuh yang berlebihan. Dengan ini terlihatlah
pandangan Aquinas lebih dekat dengan Al-Ghazali.
Garis besar pemikiran Aquinas sama seperti Augustine yaitu menemukan korelasi
pemikiran Aristoteles dengan ajaran Kristen. ''Penemuan argumen untuk sebuah
kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya bukanlah filsafat'' kata Bertenand Russel.
Sebab itulah saya mengakui tidak ada yang namanya ''Filsafat Islam''. Bahkan saya
menduga tidak akan ada yang namanya 'filsafat Islam'. Sampai kapan? Sampai kaum
muslim masih ada atau setidaknya sampai orang Islam masih percaya dengan kebenaran
Al-Qur'an.
Filosof Barat Setelah Yesus yang kita bicarakan ada tiga orang yaitu Plotinus, St.
Augustine dan Aquinas. Di mata saya diantara mereka bertiga hanya ada nama Plotinus
yang layak disebut sebagai seorang sebagai filsuf. Dia adalah bagian dari para pencari
kebijaksanaan, sama seperti Plato, Descartes, Kant dan Nietzsche. Sementara Aquinas
hanyalah pengacara malang yang datang untuk membela keyakinan masing-masing persis
seperti Al-Kindi, Avicenna (Ibn Sina) Al-Ghazali, Sadra, Iqbal dan para filsuf muslim
lainnya.
Sources:
Iqbal, Muhammad, Pembangunan Kembali Pikiran Agama dalam Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1978
Russel, Bertnand, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Hart, Michael, Seratus Tokoh Paling Berpengaruh, Jakarta: Karisma, 2005
Mentra 58, 13 Nov. 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar