Link Download

Senin, 17 Januari 2011

Ie Bu

Dimulai dari umur beberapa tahun, setiap kali Mak memasak, aku dan kakak selalu tidak mau jau dari kompor. Kami berdua menunggu ibu menyajikan air nasi yang sedang dimasak. Air itu adalah air lebih setelah nasi mendidih. Bila takaran air berlebihan setelah mendidih nasi akan menjadi bubur. Bila takaran air kurang, nasi akan keras. Mak selalu memiliki air lebih setelah nasi mendidih. Air lebih itulah yang disuguhkan Mak buat kami. Air itu kami sebut “ie bu”. Air itu diberi sedikit gula lalu disediakan Mak di dalam gelas.

Saat mulai sekolah di MIN Peusangan, aku menemukan dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia bahwa “mak” dalam bahasa Indonesia artinya ‘ibu’. Pronounciation-nya sama persis “ie bu” yang sering disuguhkan Mak untuk kami. Saat itu aku yakin sebab sebutan untuk “mak’ dalam bahasa Indonesia: “Ibu” karena semua ibu menyuguhkan ie bu untuk anaknya: persis seperti yang dilakukan Mak untuk kami setiap Beliau memasak nasi. Sebelum sekolah aku mengira hanya Mak saja yang menyuguhkan ie bu untuk anak-anaknya. Tapi setelah sekolah dan mengetahui sebutan untuk Mak dalam bahasa Indonesia adalah “ibu”, aku yakin semua ibu di dunia menyuguhkan ie bu untuk anak-anaknya.

Ie bu rasanya sangat manis meski hanya sedikit saja diberi gula. Leumak (saya tidak tau artinya dalam bahasa Indonesia) sangat. Mengenang Mak saat Di Menteng, aku mecoba menghibur diri dengan mencoba menyisakan sedikit air beras yang sedang kumasak ke dalam sebuah gelas. Lalu kuberi sedikit gula, persis takaran Mak ke dalam ie bu kami dulu. Tapi rasanya nya hambar, tawar. Aku mengira rasanya begini karena berasnya kurang bagus. Aku mencoba saat beras ganti merek. Rasanya tetap sama. Berbagai merek beras diganti: rasanya tidak berubah sama-sekali. Aku berfikir kenapa air beras buatanku sendiri tidak enak, sangat tidak enak. Sangat berbeda dengan rasa ie bu yang disuguhkan Mak dulu. Aku kecewa karena tidak bisa mengobati kerinduan pada Mak melalui air beras buatanku itu. Aku memejamkan mata, membayangkan aku dan kakak sedang di dekat kompor menanti ie bu. Tidak lama kemudian Mak memberikan kami masing-masing yang disuguhkan di dalam gelas ie bu. Di Menteng aku membayangkan saat minum ie bu butatan Mak dulu, puluhan tahun yang lalu. Tiba-tiba lidah dan semua isi dalam mulutku merasakan rasa yang puluhan tahun lalu sering kurasakan saat ie bu sedang kuseruput bersama kakak di depan Mak. Allah! Nikmat tiada tara.

Aku memang merasakan cinta Mak dalam jantungku, dalam hatiku, dalam darahku mengalir, dalam tidur dan di setiap tarikan nafasku. Namun dalam ie bu aku menemukan cinta itu dalam bentuk cita rasa dengan kental. Rindu, sayang, kasih dan segenap perasan-perasaan indah Mak tumpah ruah, larut, tercampur dalam ie bu di dalam gelasku. Bagiku, ie bu adalah cinta di dalam gelas.

Mentra 58, 12 Januari 2011




Tidak ada komentar:

Posting Komentar