Sewaktu kecil dulu, sepelum pergi sekolah, sebelum berangkat mengaji, saya selalu diganggu oleh pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari berbagai peristiwa dan fenomena yang dilihat oleh mata bening saya, yang didengar oleh telinga kecil saya dan dirasakan oleh sepotong hati pilu ini.
Langit biru saya tatap beserta awan puting menggantung saya coba sapa, harapan dapat menjadi teman, tetapi dia menjadi tidak bersahabat karena melaluinya berbagai pertanyaan dan kebingungan muncul. Saat melihat bukit, sawah dan pepohonan semuanya menakutkan karena mereka semua menjadi sebab banyaknya muncul pertanyaan dan kebingungan.
Suara jangkrik saat magrib dan ledakan ban mobil siang tadi adalah teror bagi pikiran dan hati. Mereka adalah sebab munculnya sejuta pertanyaan dan sejuta kebingungan.
Kenapa anjing-anjing itu muncul ke halaman rumah kami. Semua fenomena yang saya alami seperti rumah saya juga, mengungkung, mengurung saya. Saya yakin ada sesosok yang seperti Ibu yang sama sekali melarang keluar rumah di siang hari, tidak membiarkan saya keluar dari kotak fenomena ini.
Setelah berbagai kekecewaan, frustasi seperti ini, saya merasa kehadiran saya kepada fenomena ini adalah semacam jebakan, sebuah perangkap. Apalagi suatu hari saya melihat seekor anjing yang terus menerus berjalan mundur karena mukanya tertutup plastik. Melihat itu saya langsung yakin bahwa segala fenomena yang saya alami ini adalah seperti anjing itu. Kalau pada permukaan plastik yang mengarah ke muka anjing ditempeli langit, tumbuhan-tumbuhan dan segala fenomena maka tepat sekali sama bahwa kehidupan ini seperti anjing yang kemasukan plastik.
Dengan itu saya bertekad keluar dari plastik kehidupan ini. Tapi bagaimana caranya? Mati. Ya, hanya dengan mati dari alam ini saya bisa keluar menjadi diri saya yang sesungguhnya. Segala tipuan fenomena ini memang harus berakhir. Tetapi sentuhan ibu dan tatapan mata ayah melarang aku keluar dari kotak fenomena ini. Namun setiap sendiri merenung, aku sadar bila tidak segera keluar dari plastik ini, di lehidupan yang sebenarnya aku menyianyiakan waktuku, aku terus berjalan mundur. Kupikir ini tidak baik bagi kehidupanku yang sebenarnya di luar kotak ini.
Hingga menulis ini saya masih belum keluar dari kotak ini. Tentunya semua insan akan keluar. Saya mengurung keluar saat galau waktu kecil dulu bukan karena mata ayah dan sentuhan Ibu. Melalui mata ayah memang sedikit alam sebenarnya terlihat. Demikian juga melalui sentuhan Ibu. Setidaknya mata Ayah dan sentuhan Ibu memberi pesan bahwa kepala dimasukkan ke dalam plastik ada tujuan tertentu. Namun demikian, tetap saja bukan itu yang membuat saya betah tinggal di dalam kotak ini. Tetapi adalah Raihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar