Mereka berdebat. Teolog dan filosof berdebat. Peripatetik
dan Illuminasi berdebat. Idealis dan realis berdebat, rasionalis dan empirisis
berdebat. Mereka semua sepakat dalam kekeliruan terbesar: mereka sepakat bahwa
materi itu hal yang hina.
Saya bukan
bagian dari empirisis tauapun materialis. Empirisis mengedapankan indera, tapi
mereka tidak mau mengakui akal mereka sendiri. Materialis adalah orang yang
bunuh diri dengan senjata buatan sendiri. Illuminasi mengesankan materi sebagai
hal begatif dalam istilah mereka: zulm
(gelap).
Filsafat Hikham
sudah baik ketika mampu melahirkan ide cemerlang sebelum zamannya, tapi mereka
tetap saja menganggap alam ini hina. Bahkan para sufi menganggap alam ini
bangkai.
Saking mulianya
alam ini, bunuh diri dianggap dosa terbesar. Jihad adalah perintah meninggalkan
dunia bagi sebagian kecil untuk sebagian besar orang yang tinggal di tempat
yang mulia ini.
Perbedaan-perbedaan cara pandang para filosof terletak pada cara mereka
memahami epistemologi. Tapi apa sebenarnya epistemologi itu? Apa saja
pertanyaan dalam epistemologi? Apa pentinya epistemologi!? Katanya epistemologi
itu gunanya untuk mempelajari pengetahuan. Umumnya bagi pemikir Barat. epistemologi
itu adalah apa yang dapat dipahami dari realitas yang masuk ke pikiran.
Apa bedanya 'tahu'
dengan 'percaya'? Apa itu 'pembukrian' dan apa 'justifikasi'? Apakah realitas
yang ditangkap indera adalah demikian realitas itu adanya? Kalangan empirisme
menjawab 'ya'. Rasionalisme menjawab sebaliknya. Dalam menemukan kebenaran
biasanya digunakan analisa, yaitu memecah-mecah atau memberikan
kategori-kategori persoalan.
Prof. K.A. Noer
mengatakan pengetahuan itu itu hanyalah tahu dan tahu adalah pengalaman.
Pengalaman mi'raj Nabi Saw. adalah pengetahuan bagi kita dan tahu bagi Nabi Saw
sendiri. Pembuktian tidak bisa bila dengan pengetahuan, tapi bisa dengan tahu.
'Percaya' tidak perlu harus melalui pengetahuan.
Rasionalis
mengatakan indera keliru. Dia tidak nenunjukkan apa yang sebenarnya. Contoh yang
diberikan: indera mengkap matahari menglilingi bumi, tapi realitasnya
mataharilah yang dikelilingi bumi. Saya sendiri mengatakan keduanya bisa benar
dan keduanya bisa keliru tergantung aksiden.
Yang membuat
tidak nyaman selalu mata kuliah Phylosophy Mysticism. Katanya intuisi dalah
perangkat yang lebih unggul daripada indera dan intelek. Ini dapat diterima
sejauh mereka mengakui intuisi itu berangkat dari indera dan intelek. Tapi
ketika contoh yang diambil adalah para Nabi yang memperoleh pengetahuan melalui
intuisi tanpa 'perlu' indera dan
intelek, itu keliru. Mereka tidak ingat bahwa semua nabi telah melalui proses
pengalaman dan perenungan atas realitas eksternal yang besar.
Dengan demikian,
materi atau realitas eksternal adalah penentu utama dari semua pengalaman.
Dianya sekalipun adalah hasil keluarbiasaan intelek. Maksud saya, realitas yang
ditangkap pada eksternal adalah suatu hasil pengolahan intelek. Suatu benda
yang telah diberi aksiden lalu dimaknai barulah dia dapat dikenal. Jadi pengetahuan
yang datang melalui indera adalah yang paling benar. Setelah melihat sebuah
batu misalnya, dari sudut manapun anda melihatnya, yang terinderai itulah yang
paling benar. Terlepas anda melihatnya pada sisi yang lain dan memiliki makna
baru padanya. Katakan Anda punya makna baru setelah menggabungkan beberapa
aksiden berbeda atas semua objek, maka hal ini tidak akan pernah berakhir sebab
aksiden yang dapat Anda bentuk tidak akan terbatas. Dengan begitu makna baru
atas sebuah objek juga tidak akan pernah berakhir. Ketakterbatasan pemaknaan
ini idak akan mampu membuat kita melakukan tindakan apapun terhadap suatu
peristiwa atau Tidak pula dapat berguna segala pengetahuan itu. Karena itu,
sains modern langsung bertindak menurut tingkatan pengetahuan yang terbatas
serta terus mengembangkan tindakan baru atas pengetahuan yang membaru itu.
Air yang tampak
di hadapan kafilah di padang pasir adalah air yang sebagai pengetahuan.
Menggabungkan pengalaman sebelumnya bahwa itu hanya fatamorgana adalah pengetahuan
baru. Kalau suatu kali dilihat air anggap itu fatamorgana yang padahal rupanya
adalah air, orang itu akan yakin bahwa itu fatamorgana juga. Di sini kita dapat
membedakan mana pengetahuan dengan mana keyakinan. Keyakinan itu belum tentu
adalah kenyataan. Tampak di sini bahwa keyakinan adalah limitasi pengetahuan
atau keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar