Hal paling penting untuk dipahami adalah kita jangan sampai
keliru dalam memahami antara wujud (eksistensi) dengan maujud (eksisten).
Perbedaan signifikan antara filsafat Barat dengan filsafat Islam adalah, seperti
peringatan Heiddeger, orang Barat terlalu sibuk dengan eksisten dan mengabaikan
hal yang lebih mendasar yakni eksistensi (Toshihiko Isutzu, 'Struktur Matafisika Sabzawari' , Bandung: Pustaka, 2003, h.17). Hal ini perlu
dimaklumi bagi orang Barat sebab cara pandang mereka bersifat teknis, praktis
dan rasionable. Tapi bila ada filofof Muslim yang keliru dalam membedakan
antara wujud dan mawjud, inilah baru persoalan besar. Persoalan besar ini
tampaknya dibuat oleh Sabzawari. Isutzu menduga Sabzawari melakukan kesalahan dengan
mengutip kata 'mawjud' dalam kitab 'An-Najat' Ibn Sina dan menganggap kata
itu sebagai 'wujud'. Kekeliruan
Sabzawari ini sebenarnya sangat mempengaruhi pemikiran Islam setelahnya
terutama kaum Sadrian. Saya khawatir penyebaran pemahaman yang keliru dari
pengikut Sadra ini telah membentuk pemahaman pembelajar filsafat hari ini.
'Eksistensi'
dapat dipahami dengan sendirinya dengan prakonsep. Keberadaannya dapat
dipahami, dirasakan dan diketahui meski dia di luar itu semua, yang itu semua
dapat disebut 'eksisten'.
Benda-benda dapat
dipahami bukanlah karena benda itu sendiri melainkan kitalah yang menentukannya
berdasarkan posisi dan limitasi dalam menginderai. Boleh saja seseorang tidak
dapat mengenal sebuah eksisten, tapi orang lan dapat, berarti eksisten itu
masih dapat dijamin keberadaannya meski tidak oleh semua orang. Isutzu (h .22)
mengatakan kalaupun tidak ada seorangpun yang dapat menangkap eksisten itu,
maka katanya dianya juga dapat dijamin dengan alasan bahwa wujud tidak
bergantung kepada mawjud.
Segala yang
dipahami (mafhum) bukanlah maujud itu
sendiri, bukan pula dia maujud. Mawjud itu bukan pula mahiyah. Kata Isutzu,
wujud tidak memiliki mahiyah, mahiyah itu bukanlah wujud. Eksistensi dipahami
dengan sendirinya tanpa perlu ada pemahaman prakonsep. Ketika eksistensi coba
dikenal, ketika eksistensi coba dipahami, pastinya upaya itu melibatkan
pemahaman yang perlu meibatkan mahiyah, ketika begini dia bukan eksistensi
lagi. Eksistensi ketika coba dipahami pastinya diberi limitasi oleh akal,
padahal wujud bukal lagi Wujud ketika dia dibatasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar