Link Download

Rabu, 23 Mei 2012

Antara Wujud dengan Maujud


Hal paling penting untuk dipahami adalah kita jangan sampai keliru dalam memahami antara wujud (eksistensi) dengan maujud (eksisten). Perbedaan signifikan antara filsafat Barat dengan filsafat Islam adalah, seperti peringatan Heiddeger, orang Barat terlalu sibuk dengan eksisten dan mengabaikan hal yang lebih mendasar yakni eksistensi (Toshihiko Isutzu, 'Struktur Matafisika Sabzawari' ,  Bandung: Pustaka, 2003, h.17). Hal ini perlu dimaklumi bagi orang Barat sebab cara pandang mereka bersifat teknis, praktis dan rasionable. Tapi bila ada filofof Muslim yang keliru dalam membedakan antara wujud dan mawjud, inilah baru persoalan besar. Persoalan besar ini tampaknya dibuat oleh Sabzawari. Isutzu menduga Sabzawari melakukan kesalahan dengan mengutip kata 'mawjud' dalam kitab 'An-Najat' Ibn Sina dan menganggap kata itu sebagai 'wujud'. Kekeliruan Sabzawari ini sebenarnya sangat mempengaruhi pemikiran Islam setelahnya terutama kaum Sadrian. Saya khawatir penyebaran pemahaman yang keliru dari pengikut Sadra ini telah membentuk pemahaman pembelajar filsafat hari ini.
      'Eksistensi' dapat dipahami dengan sendirinya dengan prakonsep. Keberadaannya dapat dipahami, dirasakan dan diketahui meski dia di luar itu semua, yang itu semua dapat disebut 'eksisten'.
     Benda-benda dapat dipahami bukanlah karena benda itu sendiri melainkan kitalah yang menentukannya berdasarkan posisi dan limitasi dalam menginderai. Boleh saja seseorang tidak dapat mengenal sebuah eksisten, tapi orang lan dapat, berarti eksisten itu masih dapat dijamin keberadaannya meski tidak oleh semua orang. Isutzu (h .22) mengatakan kalaupun tidak ada seorangpun yang dapat menangkap eksisten itu, maka katanya dianya juga dapat dijamin dengan alasan bahwa wujud tidak bergantung kepada mawjud.
    Segala yang dipahami (mafhum) bukanlah maujud itu sendiri, bukan pula dia maujud. Mawjud itu bukan pula mahiyah. Kata Isutzu, wujud tidak memiliki mahiyah, mahiyah itu bukanlah wujud. Eksistensi dipahami dengan sendirinya tanpa perlu ada pemahaman prakonsep. Ketika eksistensi coba dikenal, ketika eksistensi coba dipahami, pastinya upaya itu melibatkan pemahaman yang perlu meibatkan mahiyah, ketika begini dia bukan eksistensi lagi. Eksistensi ketika coba dipahami pastinya diberi limitasi oleh akal, padahal wujud bukal lagi Wujud ketika dia dibatasi.       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar