Seorang siswa SMP yang dalam pikirannya hanya ada masalah sekolah dan persoalan keluarga; dengan aktivitas sehari-hari yang hanya sekolah, lalu pulang sekolah membantu orang tua membersihkan rumah dam mempelototi buku-buku pada malam hari berubah sangat-sangat derastis hanya dalam waktu tujuh hari. Kalau sebelumnya siswa SMP itu pekerjaannya hanya berangkat ke sekolah dan belajar, kini dia ke sekolah tidak hanya untuk belajar, namun juga untuk mengorganisir teman-temannya supaya memiliki kesadaran kritis dalam belajar. Dia juga sering memberi saran pada guru-gurunya mengenai strategi pembelajaran yang dapat membuat siswa-siswa meresa betah dan nyaman.
Oleh Pelajar Islam Indonesia (PII), seorang siswa SMP yang dulunya hanya memikirkan perkara keluarga dan teman-teman, memikirkan kondisi ummat Islam dan masyarakat dunia. Kalau sebelumnya seorang siswa kerjanya hanya mengerjakan PR dari sekolah yang lebih cocok disebut penindasan, kini mereka menjadi mitra pimpinan-pimpinan lembaga pemerintahan bahkan hingga kepala pemerintahan daerah guna menyampaikan segala macam persoalan ummat serta mengawasi kinerja mereka.
Realitas ini hanya bisa ditemukan pada siswa, yang bahkan baru, setingkat SMP yang telah tersentuh oleh training PII. Inilah komitmen PII dalam membangunkan raksasa tidur dalam diri seorang anak, yang oleh masyarakat umum menganggap mereka sebagai kacung dan oleh PII menjadikan mereka agan, agen perubahan sosial. PII memberi pelajar sebuah pandangan dunia yang luas; PII memberi sebuah prinsip idelitas yang jelas. PII menanamkan prinsip dan Iman Islam pada pelajaran, membekali mereka mental yang tangguh serta memberi dorongan kuat pada pelajar untuk senantiasa mengembangkan intelektualitas.
Karakter kader PII yang seperti ini sering sekali mengancam eksistemsi mereka di lembaga pendidikannya sebab banyak guru-guru yang tidak senang akan protes dan kritik kader PII. Guru-guru yang maunya tidak ribet dan tidak mau susah-susah dalam melakukan pekerjaannya sering mengajar sebatas mengejar target kurikulum dan silabus lalu setiap bulan mengambil segepok uang yang disebut gajii; setiap seminar pendidikan berbondong-bondong para guru mengikutinya meski tidak mendengar satu katapun dari mulut pemareti seminar: yang penting pulang seminar dapat sertifikat. Sertifikat untuk penyataraan, lalu naik pangkat. Tujuan tertinggi adalah naik gaji. Itulah yang terlintas dalam otak hampir semua guru. Inilah pola pikir mayoritas guru. Jadi wajar seja mereka sering berbenturan pemikiran dan sering terjadi pertikaian dengan kader PII, siswanya. Kalau, dan sering, pertikaian ini terjadi, dapat dipastikan selalu kader PII yang dirugikan: mendapat nilai anjlok karena dendam guru dan bahkan ada yang dipecat dari sekolah karena menyuarakan kirik pada gurunya yang sama-sekali tidak idealis itu!
II.1.a Pelajar Sebagai Sasaran
Bagi PII, pelajar adalah sebuah entitas sosial yang paling signifikan dalam membentuk sebuah peradaban ideal di masa depan. Organisasi-organisasi lain pesimis akan kemampuan pelajar sebagai sasaran kaderisasi dan rekrutmen karena menggap mereka belum mampu mengemban tugas rekayasa sosial. Namun PII yakin pelajar adalah sasaran terbaik dalam membangun sebuah peradaban yang ideal. PII adalah penentu masa depan bangsa di masa depan. Pembekalan akan nilai-nilai ideal ke dalam diri pelajar adalah modal yang sangat potensial guna perubahan yang diharapkan. Ketika organisasi-organisasi lain tak terlintas dalam pikirannya untuk melihat potensi pelajar—pelajar sebagai bagian dari massa masyarakat yang sangat besar jumlahnya—PII menjadikan pelajar sebagai satu-satunya sasaran utama rekrutmen.
II.1.b Pelajar Sebagai Subjek
Pandangan PII terhadap dunia pendidikan berseberangan dengan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia. Bagi PII, pelajar tidak boleh menjadi sasaran pengajaran semata. Dalam sitem belajar-mengajar, pelajar harus lebih aktif daripada pengajarnya. Sistem seperti ini akan menjadikan pemikiran pelajar lebih aktif serta memiliki nalar kritis dalam merespon sesuatu. Mereka diarahkan untuk tidak menerima sesuatu secara mentah apa adanya. Bagi PII, pelajar harus kritis dan dinamis. Hal ini akan menimbulkan progresifitas dalam diri setiap pelajar. Pengajar tidak boleh menjadi sebagai majikan yang hanya menyuruh saja pada siswa atau bukan sebagai algojo yang kehadirannya membuat siswa tertekan sehingga mematuhi segala titahnya. Seorang pengajar harus menjadi sumber semangat dan motifator pada siswanya agar mereka belajar atas semangat sendiri, bukan karena desakan dan paksan dari pihak manapun. Dalam diri setiap pelajar harus ada kesadaran akan pentingnya belajar bagi masa depan pribadi dan bangsa.
Karakter pelajar dalam pandangan PII adalah sebagai pelaku sejarah, bagian dari inti kebudayaan. Pelajar adalah kutub di mana merekalah yang menentukan arah bangsa serta visi kebudayaan. Mereka sama sekali bukan objek dari gelaja-gelala sosial yang tidak jelas Arahnya.
II.1.c Makna Pendidikan
Pendidikan dalam kacamata PII bukanlah pendidikan yang diatur secara ketat oleh negara dan masyarakat, memiliki limit waktu tertentu dan sangat bergantung pada angka-angka. Pendidikan dalam pandangan PII adalah pendidikan versi Rasulullah Saw. Yaitu “Mulai dari ayunan hingga liang lahat”. Beda kader PII dengan pelajar kebanyakan adalah mereka tidak hanya belajar karena desakan pengajar, namun mereka belajar karena keinsyafan akan pentingnya ilmu dalam kehidupan. Kader PII, tidak seperti pelajar kebanyakan, tidak hanya mempelajari disiplin-disiplin tertentu sesuai dengan bidang yang dibebankan lembaga pendidikan tempat mereka belajar saja. Kader PII adalah mereka yang terus senantiasa berusaha menguasai segalai macan bidang ilmu; senang mengikuti forum-forum diskusi ilmuah serta; memiliki jiwa seni yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar