Mata memandang berlaksa fenomena.
Hati hening tak bergeming.
Biasa.
Dalam biasa.
Bebas leluasa.
Karena biasa.
Selalu bahagia.
Itu puisi orang.
Punya siapa?
Tidak ingat.
Orang Barat?
Orang Cina.
Yakin?
Mungkin.
Buat sendiri.
Buat sendiri?
Puisi.
Lebih baik.
Tidak bisa.
Coba saja.
Kalau jelek?
Bukan soal.
Bukan soal?
Yang penting otentik.
Otentik?
Otentik.
Otentik.
Asli.
Aku mencintaimu.
Benar-benar cinta.
Kan kubuatkan kau rumah.
Dari tulang rusukku.
Kuberi kau makan.
Dari buah yang pohonnya kusiram dengan keringatku.
Kuberimu minum dari cahaya mataku.
Kupintakan kau pakaian dari benang nadiku.
Malu sedikit.
Itu osensik.
Otentik.
Otentik.
Tidak otentik.
Murni.
Tidak murni.
Punya Orang Cina?
Orang Barat.
Timur Tengah.
Orang Barat
Malam.
Membakar.
Membakar?
Kertas-kertas.
Kedinginan?
Kepanasan.
Kepanasan?
Kehangatan.
Kehangatan?
Mereka.
Mereka?
Yang berdekap.
Bukan karena apimu.
Karena apiku!
Karena didekap.
Karena apiku.
Dekapan.
Terbakar.
Kehangatan.
Berbeda?
Beda.
Penyesalan.
Bukan cinta?
Bukan cinta.
Lebih beruntung.
beruntung?
Daripada dikepung
Dikepung?
Angin malam.
Kertas.
Sebagai tameng.
Angin malam.
Menipu diri.
Menjaga harga diri.
Menjaga egosentri.
Menjaga cinta.
Cinta berbatas pada ejakulasi.
Cinta tak bertepi.
Cinta tak bertepi?
Bahkan tak berkait ruang.
Ah, guyon.
Bahkan tak berurusan dengan waktu.
Bisa jatuh cinta kapan saja?
Cinta telah ada sebelum bulan, matahari dan arloji tercipta.
Kenapa baru terasa setelah berjumpa?
Saat berjumpa.
Pertama kali.
Akal mampu.
Untuk?
Merespon.
Merespon?
Merespon cinta.
Melalui nada.
Dengan getaran.
Jantung.
Berdetak.
Kencang.
Mata?
Sendu.
Darah?
Seperti aliran.
Aliran air?
Listrik.
Panas?
Cepat.
Kalau tak datang?
Siapa?
Cinta.
Pandangan pertama?
Pandangan pertama.
Tak akan.
Selamanya?
Selamanya.
Pandeglang, Banten
13 Nov. 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar