Link Download

Sabtu, 16 Februari 2013

Mukhtar


Bukankah indah kita dengar nama nama orang Aceh. Nama-nama mereka banyak dicantumkan di dalam Al-Qur'an karena diambil dari nama-nama rasul. Selain itu banyak juga dari nama sahabat-sahabat Nabi Saw dan dari gelar-gelar terhormat dalam tadisi-tradisi Islam.
       Nama Mukhtar mungkin diambil dari nama pejuang besar dalam sejarah Islam yang syahid karena teguh membela menantu Nabi Saw. dalam menegakkan kebenaran. Mukhtar mengambil keputusan berhenti sekolah pada kelas empat sekolah dasar, bukan karena malas belajar, tetapi karena mengambil sebuah keputusan. Dia memutuskan untuk membantu ibu dalam menghadapi kesulitan ekonomi dengan mengikut tim panjat kelapa di kampungnya. Dengan mengikut tim panjat kelapa, berarti dia harus belangkat pagi ke kebun-kebun yang jauh dari rumahnya. Tetapi malam hari Mukhtar tetap pergi mengaji sebagai yang telah ia jalani sejak sebelum masuk sekolah. Mukhtar alim dalam pelajaran agama. Dia juga baik dalam membaca Al-Qur'an, arab melayu dan kitab gundul. Bahkan dia mengetahi arti kitab gundul. Kelebihan ini yang membuat dia sempat mengajar mengaji di desa selama dua tahun sebelum dia ke Lhokseumawe untuk bekerja.
    Di Lhokseumawe, Mukhtar tidaklah berpenghasilan banyak. Dia perlu makan tiga kali sehari, ongkos dari kontakan ke tempat bekerja dan beberapa keperluan lainnya. Ibunya tinggal sendirian di kampung. Jarak dari desa Mukhtar dan Lhokseumawe adalah tujud puluh kilometer. Mukhtar tidak dapat pulang sering-sering walau jarak seperti tersebut. Selain akan menghabiskan semua penghasilannya, sering-sering balik kampung akan menghabiskan dia punya uang.
         Ibu Mukhtar namanya Sarti. Dulu dia bekerja sebagai buruh tani. Dia menerima upah persen padi setiap kali panen. Berasnya cukup untuk kebutuhannya sendiri. Sebagai teman nasi Sarti bisa memetik daun kangkung di rawa-rawa atau dari daun ubi di belakang rumah. Untuk lauk Sarti mengkonsumsi ikan asin atau ikan tongkol kering yang sudah dijemur bernama kêumamah. Kedua lauk itu biasanya dibeli banyak-banyak saat Sarti mendapat kiriman uang dari Mukhtar. Lauknya bisa tahan hingga beberapa bulan karena hanya dimakan sendiri. Tetapi kini Sarti tidak lagi bisa menghasilkan beras sendiri. Karena Soeharto jatuh, banyak rakyat kecil menjadi kelaparan. Irigasi tidak ada lagi yang peduli. Maka Mukhtar harus bekerja semakin gigih untuk ibunya.    
    ''Ya Allah, Engkau akan membunuh kami bila bukan Prabiowo presiden kami.'' Doa Sarti pagi dan petang hari.
      Doa Sarti bukan tidak beralasan. Hanya Prabowo yang peduli petani. Hanya Prabowo yang akan membuat seseorang akan siaga lagi di bendungan yang kini sudah mati. Sawah akan basah lagi. Sarti akan dapat kerja lagi. Dengan itu Sarti akan bisa menimang cucu sebab bila nanti bukan Prabowo presidennya, Mukhtar tidak akan pernah berpikir kawin karena akan sibuk mencari uang untuk kebutuhan ibu.
     ''Haram surga bagi yang abaik pada ibu.'' bisik Mukhtar pada teman di meja sampingnya.
     ''Tetapi surga bukan milik ibumu.'' jawab temannya.
      Belum sempat Mukhatar membalas temannya, seseorang menyapa. Dia melayani dengan baik. Sambil dia bekerja, dia sering mengajak mereka berbicara. Dia mampu memberi solusi-solusi cerdas kepada orang orang yang menggunakan jasanya. Dia begitu baik pada semua yang datang datang kepadanya. Mukhtar memang sering menggiring pembicaraan kepada masalah yang dihadapi tamunya. Para pengunjungnya tanpa sadar telah mendapatkan banyak hal darinya sementara tugas Mukhtar telah usai. Orang-orang tercengang dibuatnya. 
      Bagi teman-teman di sekitar meja Mukhtar, dia terlalu berlebihan. Tentu saja bukan kerena mereka iri kepada dia. Tetapi Mukhtar punya alasan. Dan dia yakin.
    ''Mereka yang datang kepada bukan orang-orang sembarangan. Mereka adalah orang yang tangguh.''
    Teman-temannya semua tertawa.
    ''Aku tidak tidak pernah melihat Superman atau Hasan Tiro datang ke gang ini.'' jawab salah seorang.
     Mukhtar tersenyum.
    ''Semua tamu kita adalah orang yang tidak suka lari dari masalah.''
    Beberapa temannya diam tidak mengarti. Beberapa hanya sisa senyum dari tawa tadi, tidak peduli. Lelucon apa lagi ini, pikir mereka.
     ''Mereka tidak lembaru alias lempar beli baru. Mereka adalah orang yang tidak pernah putus asa.''
     ''Karena mereka tidak punya uang.'' suara datang entah dari siapa.
     ''Karena mereka berpikir. Mereka yakin sesuatu yang masih bisa diperbaiki harus diperbaiki.''
     Teman-temannya sudah tidak terlalu peduli. Mukhtar terlalu serius. Padahal mereka sedang di warung kopi. Ada dua tempat yang tidak boleh terlalu serius yakni di kamar mandi kecuali saat niat mandi junub dan warung kopi kecuali saat kopi panas menyentuh lidah dan tenggorokan. Tetapi tampaknya teori ini akan segera disanggah oleh mereka yang pernah punya pengalaman tidak lulus ujian nasional.
      Sepatu yang sobek itu seperti negara Indonesia. Ketika Soeharto turun, Indonesia terkoyak. Tetapi ketika disol, sepatu menjadi semakin kuat. Demikian juga keyakinan Mukhtar. Dia yakin suatu saat seseorang yang punya prinsip teguh, peduli dan tangguh akan mensol kembali Indonesia. Karena setiap hari membaca Serambi Indonesia, dan dia paling suka rublik politik, maka dia yakin tidak ada yang lain selain Prabowo. Dia melihat Prabowo sama seperti dirinya. Bukan karena sama-sama berdarah Jawa, tetapi karena sama-sama punya bakat sebagai tukang sol. Bedanya adalah dirinya sebagai tukang sol sepatu dan dia yakin Prabowo akan menjadikan Indonesia kembali tangguh.
    Tradisi yang tidak pernah ditinggalkan Mukhtar adalah membawa pulang kalender setiap menjelang pergantian tahun. Ibunya sangat senang. Setiap mendapatkan kalender, Surti selalu bersyukur pada Allah kerena usianya masih diberi. Dia juga selalu mempersiapkan diri bahwa itulah kalenderterakhir untuknya. Kalender itu adalah surat dari Allah kepadanya, bahwa dia masih belum diizinkan bertemu suaminya, Soemargono yang meninggal saat Mukhtar masih di dalam perutnya. Soemargono meninggal di markas para pejuang independen Aceh akibat menolak pindah. Semua transmigran dari pulau Jawa diusir dari pedalaman Aceh saat itu.
    ''Padahal kehadiran orang-orang Jawa di sini semakin membuat ekonomi orang Aceh semakin baik.'' keluh Surti pada Mukhtar.
   ''Benar Bu. Padahal Bapak Soeharto beriktikad baik supaya seluruh masyrakat Indonesia sejahtera. Transmigrasi sejatinya adalah amanah Pancasila. Allah juga tidak ridha bila presiden menzalimi rakyat. Pak Harto berjalan di jalan Allah.''
     Mukhtar mengucap dengan yakin, perlahan dan hati-hati kepada ibunya:
     ''Tenang saja Ibu. Bersabarlah. Doakan Prabowo. Menjadi prsiden kita. Dia akan membuat Indonesia kembali makmur, damai dan sejahtera.''
     Sejak itu Surti selalu berdoa kepada Allah semoga Prabowo menjadi presiden RI. 
     Mukhtar sering mengatatakan pda teman-temannya bahwa hanya Prabowo yang layak menjadi nahkoda perahu Indonesia. Beberapa temanya, yang padahal mereka selalu didatangi orang-orang yang optimis dan tidak putus asa karena mereka tukang sol sepatu juga, mengatakan bahwa Mukhtar mendukung Prabowo karena dia tertari dengan nama tokoh itu: identik dengan nama orang Jawa.
     Padahal Mukhtar tidak pernah mau disebut sebagai orang Jawa. ''Aku orang Aceh, mengakar hingga ke nama. Namaku Mukhtar.''       
    
ICC Jakarta, 6 Februari 2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar