Pemikiran Hamzah Fansury sama dengan Ibn Arabi. Tapi dalam gaya bahasa, corak Hamzah hampir menyerupai Jalaluddin Rumi. Dalam pembukaan karya 'Asrar Arifin' sebagaimana dinukil oleh Al- Attas dalam 'The Mysticism of Hamzah Fansury' (Kuala Lumpur: University of Malaya Press, 1970, h.240) Allah bertajalli sesuai dengan sifat-sifatNya yang setiap sifat diberi nama. Ini sejalan dengan pembukaan kitab 'Fushul Hikam' Ibn Arabi yang mensurahkan tajalli Allah pada Adam (Jakarta: Bias Ilu Publishing, 2008, h.17). Maka Adam adalah 'amr' Allah. Selanjutnya melalui Adam, Allah mewujudkan alam semesta. Alam sebagai tajalli Allah bukanlah. Dia sebagai Dzat tetapi dia sebagai Sifat atau 'amr'Nya. Jadi, tuduhan pantheis kepada ulama Wahdatul Wujud adalah sebuah kesalahpahaman. Ajaran ini harus dipelajari secara teliti, bila tidak, bahkan kita dapat terseret kepada teologi Kristen yang sesat itu.
Segala yang tampak oleh indera adalah hijab; indera sendiri adalah hijab. Rasio adalah hijab. Manusia sendiri adalah hijab. Kenal kita akan Allah melalui segala sifat dan asmaNya juga hijab. Jadilah asmaul husna dan sifat wajib Allah adalah hijab akan Allah sendiri.
"Setiap sifat yang kita sifatkan (sematkan) padaNya, maka penyifatan itu adalah esensi diri kita (sendiri) dalam keberadaan (kita sebagai manusia). Kecuali kepastian eksistensi wujud dari segi zatNya" (Arabi, h.23). Maka penciptaan manusia sekaligus bersama sifat dan asmaNya. Makhluk lain termasuk malaikat sendiri mengenal Allah tidak seperti manusia tetapi melalui potensi mereka masing-masing.
Maka saya kira kita menjadi manusia sendiri adalah hijab.
Paham wahdatul wujud tidak begitu mudah untuk dipahami. Dalam pandangan aliran itu, Wujud Allah dengan wujud alam semesta adalah sama. Hamzah (Al-Attas, h. 242) mengibaratkan cahaya bulan dan cahaya matahari yang keduanya berasal dari sumber cahaya yang sama. Ketika kita ingin kembali pada argumen awal bahwa Wujud Allah yang dimaksud adalah Dia sebagai Asma dan Sifatnya, kita akan terhalang dengan argumen Hamzah: "Pada kami Dhat Allah dengan Wujud Allah esa hukumnya." Namun walaupun demikian, Hamzah mengakui bahwa Allah sebagai Dzat tiada sesiapa yang mampu menjangkau termasuk nabi dan malaikat paling tinggi (Al-Attas, h.243).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar