Bila perdebatan antara jiwa dan raga apakah dia satu, atau dua unsur
berbeda dan bagaimana hubungannya masih ada, saya melihat ini perdebatan
aneh. Badan, atau materi lainnya cuma bentukan akal kita. Bila akal ini
lepas maka tidaklah materi ini ada.
Materi adalak abstraksi
bentukan pikiran dari ketiadaan, demikian pula ruang. Waktu adalah
abstraksi materi per materi. Semua itu adalah bentukan pikiran dari
konsep bawaannya. Seperti dalam pandangan Suhrawardi '(Hikmah
Al-Isyraq', Yogyakarta:Islamika, 2003, h. 5) bahwa kita baru mengenal
sesuatu bila akal secara apriori memberikan semacam asumsi pada sesuatu
sebelum dia diinderai lalu diketahui. Hal semacam asumsi inilah bawaan
akal untuk membentuk ekstraksi sehingga memberi bentuk pada yang
diinderai. Cara yang sama juga dilakukan akal dalam membentuk ruang dan
waktu.
Mungkinnya kesadaran manusia membentuk materi karena
kesadaran itu sendiri adalah akumulasi unik dari materi-materi di
alam.Penjelasan ini telah saya uraikan secara detai dalam 'Garudaku
Tangguh' dalam bagian 'Manusia adalah Hasil Evolusi Tertinggi'.
Sebenarnya materi-materi ini tidak mewujud, yang ada hanya Energi.
Wujud-wujud materi hanyalah bentukan pikiran. Kalau mata kita punya
program seoerti mikroskop supercanggih, maka alam materi menjadi tidak
terluhat karena memang tidak ada.
Pengetahuan ini mengantar
kita pada keyakinan bahwa yang mendasar itu adalah esensi atau pikiran
kita sendiri. Tapi bila kita renungkan dengan jernih, maka pikiran,
sabma juga dengan Energi itu tadi adalah satu jua. Setiap materi intinya
adalah kesadaran. Kesadaran inilah yang membentuk efek-efek. Himpunan
energi dengan cara tertentu memberi kesadaran tertentu untuk sesuatu.
Pohon memiliki efek untuk batu tetapi batu tidak memiliki efek untuk
pohon. Ini berarti, antara pohon dengan batu adalah satian energi yang
energi itu lebih dominan untuk pohon. Demikian pula hewan memiliki efek
untuk pohon sekalipun ada pohon tertentu mendominasi hewan. Seekor
kumbang dapat didominasi oleh bunga bangkai. Pohon-pohon purba tampaknya
banyak mendominasi banyak hewan. Tapi secara general, hewan tetap
dominan atas pohon atau tumbuhan. Dominasi ini ditentukan oleh
konstelasi energi yang menciptakan kesadaran.
Kesadaran ini
membentuk alam sedemikian kita mengamatinya. Kesadaran menyusun waktu
untuk dirinya, meramgkai sebab akibat dan kesadaran ini menyebabkan kita
menguasainya sebagaimana dikemukakan Iqbal (2002: 182). Melalui sebab
akibat kita menyusun langkah kita, dalam waktu kita bereksistensi: kita
hidup dalam diri kita sendiri, dalam ciptaan kita sendiri. Maka
kesadaran ini tidak mungkin mengada dengan sendirinya. Energi itu adalah
penentu segalanya. Kita sendiri bersadar dan berbentuk bukanlah atas
mau kita melainkan Egergi itulah yang menguasai mutlak. Kita di bawah
limit kesadaran itu memang tampak memiliki kehendak bebas, tapi
sejatinya kita hanya berkendak untuk dan tentang bawah diri kita
sendiri, yang, sekali lagi, Energi itu jua yang menguasai kesadaran ini.
Di sini kita menolak Philolaus (470-390 SM) yang mengatakan jiwa
terpenjara dalam badan. Di sini kita malah ingin menegaskan bahwa badan
adalah produk jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar