Link Download

Senin, 30 April 2012

Gunung


Ada sebuah kata yang telah tersembunyi semenjak peristiwa itu terjadi. Kata itu tenggelam dengan popularitas yang dimiliki 'gua'. Kita semua tidak peduli bahwa gua Hira itu letaknya di puncak sebuah bukit, di sebuah gunung. Gunung memang seperti seorang martir: setelah kita banyak mengambil darinya, lalu kita pergi meninggalkan dia tanpa pernah mengenangnya kembali.
      Sastrawan bukan tanpa alasan meminjam kata 'gunung' sebagai tempat tertinggi dalam spirititualitas. Gunung tidak hanya sebagai simbol dari keagungan tapi dia sendiri telah memberi bukti bagi siapa saja yang pernah datang kepadanya dengan kedirian mutlak.
   Konon hanya orang bawah saya yang bisa mendapat sebuah ilham atau wahyu dan semacam intuisi. Kenapa? Jawaban saya (mungkin untuk sementara) adalah karena intuisi walaubagaimanapun harus melalui penalaran yang benar, baik dan tajam. Ada rubuan masyarakat yang tinggal di gunung. Tapi tidak satupun di antara mereka yang memperoleh pencerahan. Hanya Barman yang bisa, tapi dia bukan orang gunung. Karena itu dia bisa. Nabi Muhammad memperoleh penalaran yang tajam itu di bawah dan mendapat wahyu di gunung.
    Orang gunung sendiri malah sifatnya sangat keral Brutal dan kasar. Jatinegara, Tegal, Jawa Tengah adalah kisah di mana di sana mengeroyok orang hingga tewas adalah peritiwa yang tidak luar biasa bagi masyarakat di sana. Pernah seorang pria melawat ke kampung seberang untuk belajar bersama dengan teman perempuannya. Mereka berdua mahasiswa Kedokteran. Karena waktu bertamu sudah lebih jam sembilam malam, si pria di jemput paksa dari rumah temannya oleh pemuda kampung itu. Dia dihujani beberapa bogem mentah di wajah. Lalu ditelanjangi, diarak dan diserek di aspal. Pria itu meregang nyawa di kampung tetangganya.
     Sebuah rumah yang dikosongi pemiliknya lebih tiga hari langsung direbut para pemuda, dijadikan markas. Minum tuak, main judi dan dijadikan tempat menyusun strategi aksi kejahatan-kejahatan yang meresahkan.
     Penangkapan muda-mudi yang sedang mesum mudah saja didalihkan sebagai tindakan menjaga nama baik kampung dan menjalankan ''syariat agama''. Saya jijik mendengar alasan kedua ini. Mereka yang tidak pernah shalat, tidak tahu huruf Arab mudah saja membawa nama agama.
    Kaum muda mudah saja menggelar pengadilan. Tapi mereka tidak peduli argumen tersangka (korban) dan tidak perlu saksi dan bukti. Atas nama entah apa mudah saja mereka melakukan pembunuhan. Oleh pemilik kebun yang tidak mahu hormat pada kaum muda, maka kebunnya pasti dibuat berantakan dan pemilik kebun rugi sepenuhnya. Gunung memang tidak aman, bukan dari babi hutan, bukan pula bencana alam, tapi kaum muda.
    Polisi? Di gunung hanya ada Polsek terdekat. Pernah dalam satu tawuran antar kampung. Polisi yang cuma dua mobil mencoba melerai. Mereka pula yang malah dikejar oleh kedua pihak yang bertikai. Para polisi terpaksa berlindung di semak-memak, sebagian di rumah warga. Setelah kedua mobil polisi dirusak, kedua kubu kembali melanjutkat perang.
     Masyarakat kota yang punya pendidikan mulai mengekuhkan minimnya kontrol sosial sehingga aneka kejahatan mudah saja terjadi di kota besar. Tapi apakah mereka ingin memindahkan makhluk-makhluk gunung itu ke kota supaya mereka bawa mereka punya pengadilan untuk di terapkan di kota. 
     Anda seorang tidak bisa melakukan-apa apa di gunung yang brutal itu. Anda tidak bisa merubah mereka semua, tidak pula beberapa orang dari mereka. Ketika kita tiba di gunung itu, kita hanya akan merubah satu orang. Ya, satu orang saja: dia adalah diri Anda sendiri.
    Ketika Bell memiliki hasrat tak terukur untuk membantu orang tuli untuk bisa mendengar, malah dia menjadi pahlawan bagi mereka yang punya pendengaran yang baik: menemukan telephone.
    Ketika Musa ingin menyelematkan Bani Israel dari Penyembahan seorang Raja, malah nasib lebih tragis menimpa: mereka malah seonggah batu. Nuh ingin membuat kapal sangat besar supaya semua makhluk dapat dia angkut, malah belah dannya sendiri yang terbenam. Para nabi yang gagal itu malah diangkat menjadi ulil azmi. Bila Anda tidak pernah dihadiahkan masalah-masalah, saya pastika Anda tidak disayang oleh Yang Menciptakan Anda.
    Allah sama sekali tidak peduli dengan hasil dari usaha kita; dia Maha Bisa segalanya, dia hanya ingin melihat pekerjaan kita.
     Berbuat untuk mendapat apresiasi dalam proses dan hasil mengharap apresiasi dan pujian dari seseorang, itu sama halnya Anda menyembah berhala. Riya dan sombong sama seperti menyembah batu.
      Berbuatlah hingga habis semua yang Anda miliki habis sama sekali. Jangan perhah mengharap pujian manusia meski untuk sebuah 'terimakasih'.
     Keluarlah, segera, lihat mereka. Segera bertindak. Deklarasikan pada apapun yang menyebabkan mereka begitu. Paksakan mandat dari Tuhan. Ikrarkan dengan segera di hadapan Tuhan?: Wahai Kau yang telah percaya padaku dengan bukti aku menghirup udara ini: sejak saat ini, aku berjanji akan menjadi titah kemulianmu dengan mengabdi sepenuhnya untuk kemanusiaan. Bila aku mata, maka berarti mandatMu telah dicabut dan tugasku juga selesai.
     Sebelumnya, mari kita hapus segala ketamakan dan rakus yang membekap kita sekalipun tanpa kita sadara. Mari bersihkan itu dari persoalan-persoalan yang sebelumnya tidak kita sadari, mulai dari poligami hingga banyak makan daging.
   Kita harus benar-benar berani mengendalikan diri: hanya memakan secuil daripada yang dihidangkan, apalagi punya niat melirik ke dapur.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar