Iran diinterfensi nuklirnya bukan hanya karena takut mereka akan membuat bom atom, tapi juga karena mereka tidak ingin Iran punya energi yang banyak sehingga mereka mampu membuka sejuta jenis industri yang dengan itu mereka akan memboikot produk Barat dan untuk jangka panjang Iran dapat mendominasi pasar Timur dan Dunia Islam. Dengan itu Barat akan kehilangan pasarnya di Timur dan dunia-dunia Islam.
***
Indonesia katanya belum perlu energi nuklir. Dengan itu mereka menjual uraniumnya semua ke luar. Padahal nanti kalau sudah butuh kita harus membeli dengan harga yang sangat mahal.
Lagipula pernyataan 'kita belum butuh nuklir' itu kebohongan yang lucu. Lihatlah betapa malasnya orang berinfestasi sebab pabrik selalu menangung rugi akibat listrik yang sering macet. Kenyataannya Indonesia krisis energi!
Energi kita diekspor, kita sendiri krisis. Batubara mayoritas dari kalimantan, masyarakat sekitar pertambangan tak berlistrik, misalnya.
UU penanaman modal yang membuat kebijakan pemerintah memanjakan korporasi asing dan menindas rakyat sendiri. UU ini mengingkari UUD kita yang menyatakan air dan tanah milik rakyat.
Menyangkut pengawasan akan kebijakan pemerintah mengenai energi, kita tidak pernah konsisten dan tidak akan bisa mengevaluasi secara menyeluruh. Akibatnya kita tidak pernah mampu membantu menyelesaikan masalah sampai "tuntas".
***
Semua energi itu dikelola korporasi. Negara maju mendukung korporasinya memonopoli energi negara maju. Bahkan mereka tak segan-segan mengerahkan kekuatan militernya.
Korporasi besar (terutama asing) mengkondisikan negara berkembang krisis dengan senjatanya "demokrasi" sehingga mereka dapat pisau bermata dua. Di satu sisi mereka menguasai kebijakan resmi pemerintah, di sisi lain mereka mendapatkan "gudang" buruh murah dari negeri itu. Dengan modalnya yang besar, melalui jalur politik yang kotor, jadilah pejabat pemerintah dari eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah orang titipan korporasi sehingga kebijakannya selalu pro-korporasi dan menindas rakyat.
***
Keberadaan Indonesia dalam keanggotaan G-20 sebatas untuk "diperalat" baik untuk sebagai penjual karbon, konsumen terbesar dan penghasil energi sangat murah dan mudah.
***
Krisis enargi membuat kita krisis produksi yang memicu budaya "konsumtif brutal" akibatnya krisis ekonomi.
Sudan melakukan kerjasama energi dengan negara lain yang menguasai teknologi. Namun mereka mampu menerapkan kebijakan yang menguntungkan rakyatnya. Misalnya tahun pertama Sudan 20%, tahun berikutnya 40% hingga nanti akhirnya 90%.
Ini bisa berlaku karena tidak ada mental korup dari pejabat dan pengambil kebijakannya. Asing yang jahat tidak senang sehingga membuat kekacauan politik di negara itu.
Di Dalam Angkot Kopaja, 17 April 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar