Cinta Bedebah
Kamu tidak adil.
Betapa aku mencintaimu.
Tapi kau sama sekali tidak mempedulikanku.
Setiap malam mulai kelam, aku selalu sepi: melamun sendiri.
Sementara kau tertidur lelap bersama suamimu.
Setiap malam menghampiri, aku mencari kertas-kertas bekas, membakar api dan di sana wajahmu kucari.
Sementara kamu sedang senang mendakap anak-anakmu.
Setiap pagi menghampiri, aku bangun dengan ketakutan, melihat hari yang setiap hari suram, hampa, harapan tiada.
Sementara kamu menyambut pagi secerah matahari, harapanmu penuh, hidupmu indah, pagi-pagimu cerah.
Siang menjelang, kau bermain-main dengan anak-anakmu: berbagi ceria, tertawa bersama.
Sementara aku masih belum terang, masih laksana malam, walau terik membakar jantung.
Cinta memang sial, penuh penderitaan, setiap detiknya menghujam jantung laksana seribu pisau.
Cinta bedebah, selamanya memberi resah, setiap saatnya aku dalam susah.
Kau pernah berkata padaku: cinta seperti salju, indah, putih, menimbulkan gairah dan membuang gundah.
Hari ini kutau pasti, cinta memang salju, membuatku beku, dinginnya menyayat hati, laksana tusukan seribu belati.
Mentra 58, 07 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar